Senin, 24 Januari 2011

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 4

Source : Sapphireblueoceanforsuju


HYE-NA’S POV

“Aku sudah menemukan tulang rusukku, itu artinya kalau tidak bersamamu, aku tidak akan menjadi sempurna. Hidup tanpamu itu artinya neraka, Na~ya. Takdirku akan selalu mengarah padamu. Kalau tidak di dunia, aku akan mengejarmu sampai ke alam baka. Kalau tidak berhasil juga, aku akan menyusulmu ke surga atau meminta kita dipersatukan di neraka.”
Aku terpana menatapnya. Apa-apaan pria ini?
“Ini benar-benar gila!” gumamku.
“Apanya yang gila? Biasa saja,” ujarnya enteng.
Kau saja yang tidak tahu bahwa kata-katamu itu membuatku berada di antara hidup dan mati! gerutuku dalam hati.
“Na~ya?”
“Apa?”
“Bolehkah aku meminta sesuatu?” tanyanya dengan suara lembut. Senyumnya begitu membutakan.
Aku mengangguk.
“Apa saja,” ujarku, tak peduli apapun konsekuensinya. Aku hanya berharap dia tidak meminta yang aneh-aneh. Ketampanannya benar-benar tak tertahankan. Selalu saja membuatku kehilangan akal sehat.
“Bernyanyilah untukku,” pintanya.
“MWO?!” seruku terkesiap.
“Bernyanyi, Na~ya. Hanya bernyanyi. Masuk akal, kan? Aku ingin mendengar suaramu lagi.”
“Kau benar-benar gila, oppa!” tukasku.
“Benar, aku memang tergila-gila padamu,” katanya sederhana tapi langsung meluluh-lantakkan seluruh persendianku.
Dia masih menatapku penuh harap, dengan sorot mata berbinar-binar.
“Jangan komentar setelah mendengar suaraku. Kalau suaraku membuatmu tuli, tutup saja telingamu,” ujarku putus asa.
“Tidak akan terjadi,” janjinya.
“Kau lihat saja nanti!” geramku.
Aku menarik nafas. Membenci keadaan ini.


How do I get through one night without you?
If I had to live without you
What kind of life would that be?
(Bagaimana caranya aku melewati satu malam tanpamu?
Jika aku harus hidup tanpamu
Kehidupan macam apa itu?)

Oh, I need you in my arms, need you to hold
You’re my world, my heart, my soul
If you ever leave
Baby, you’d take everything good in my life…
(Aku membutuhkanmu dalam genggamanku, membutuhkanmu untuk berpegangan
Jika kau meninggalkanku
Sayang, kau akan merebut segala hal yang baik dalam hidupku…)

Without you… there will be no sun in my sky
There would be no love in my life
There would be no world left for me
(Tanpamu… tidak aka nada matahari di langitku
Tidak akan ada cinta dalam hidupku
Tak ada dunia untuk kutinggali)

And I….  Baby I don’t know what would I do
I would be lost if I lost you
If you ever leave
Baby, you would take away everything real in my life and tell me now….
(Dan aku…. Sayang, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan
Aku akan hilang jika aku kehilanganmu
Jika kau meninggalkanku
Sayang, kau akan merebut segaala hal yang nyata dalam hidupku dan sekarang beritahu aku…)

How do I live without you? I want to know
How do I breathe without you if you ever go
How do I ever, ever survive?
How do I? How do I? How do I live?
(Bagaimana caranya aku hidup tanpamu? Aku ingin tahu
Bagaimana caranya aku bernafas tanpamu jika kau pergi meninggalkanku?
Bagaimana caranya aku bisa bertahan hidup?
Bagaimana caranya? Bagaimana caranya aku bisa hidup?)

How do I go on if you ever leave?
Well, Baby, you would take away everything need you with me
Baby, don’t you know you are everything good in my life?
(Bagaimana caranya aku melanjutkan hidup jika kau meninggalkanku?
Sayang, kau akan merebut segala hal yang membuatku membutuhkanmu
Sayang, tidakkah kau tahu bahwa kau adalah segala hal terbaik dalam hidupku?)

Menurutku aku sudah menyelesaikan laguku dengan sangat baik. Tidak fals setidaknya. Aku menoleh ke arah Kyuhyun yang sedang menatapku seolah terkesima.
“Oppa?” panggilku.
Dia terkesiap sesaat lalu pandangannya mulai terfokus menatapku.
“Itu tadi luar biasa sekali, Na~ya,” ujarnya setelah berpikir untuk menemukan kata-kata yang cukup tepat.
“Maaf, sayangnya tidak ada kata yang lebih tepat. Atau kalau boleh aku ingin bilang itu benar-benar sempurna.”
Dan tiba-tiba saja dia sudah mengecup pipiku singkat.
“Terima kasih,” bisiknya. “Jika semua hal di dunia ini lenyap tapi kau ada, aku akan tetap hidup untuk mencintaimu. Tapi jika segala hal indah di dunia ini tetap bertahan sedangkan kau hilang, jagad raya akan terasa seperti neraka yang membakar setiap jengkal tubuhku. Eksistensimu Na~ya, dimanapun itu, adalah nafas bagiku.”

***

Lagi-lagi aku tak bisa tidur. Hari ini aku benar-benar seharian bersama Kyuhyun. Saling blak-blakkan tentang perasaan masing-masing. Tapi dia begitu terang-terangan mengungkapkan semuanya, membuatku benar-benar merasa sinting sekarang.
Keesokan harinya aku berangkat sekolah dengan semangat meluap-luap. Tak sabar ingin bertemu lagi dengannya. Tapi saat aku melihatnya dia malah menghampiriku dengan kesal.
“Ada apa?” tanyaku cemas.
“Kau! Aku kan sudah bilang, jangan berdandan ke sekolah! Sekarang beritahu aku, dimana kacamatamu?!” bentaknya.
Aku mendengus kesal. Susah payah aku berdandan hari ini untuk membuatnya senang, eh dia malah memarahiku seperti serigala yang mengamuk.
“Aku muak, oppa! Aku muak mendengar semua orang mencaciku di belaakang! Aku muak saat mereka bilang bahwa aku seperti seonggok sampah yang yang berjalan di samping malaikat sempurna seolah-olah aku sangat pantas berada di sampingmu! Aku ingin kita seimbang, aku ingin terlihat pantas berada di sampingmu!” teriakku lepas kontrol, tak peduli semua orang sedang menatap kami penuh minat.
Dia tertegun menatapku. Tak bisa bicara untuk beberapa saat. Dia tampak berusaha mengontrol dirinya.
“Di dunia ini, ada 99% hal yang bisa aku lakukan dengan begitu sempurna, tanpa bantuan orang lain. Tapi aku tidak bisa melakukan 1% lagi sendirian. Dan satu-satunya orang yang bisa membantuku hanya kau. Tanpa 1% itu aku tak akan pernah menjadi sempurna. Kalau ada kau, aku baru merasa benar, merasa lengkap.”
Aku menatapnya. Tak bisa bereaksi apa-apa.
“Apa kau lupa? Yang aku cintai bukan kecantikan. Yang aaku cintai sesosok wanita bernama Han HyeNa. Yang aku cintai adalah jiwanya, berikut raga yang membungkusnya. Jadi tolong, acuhkan saja ucapan orang lain tentangmu. Karena yang aku cintai itu kau, bukan mereka.”
Dia mendekatiku lalu mengecup puncak kepalaku. Aku menggigit bibirku keras-keras, menahan air mataku yang mendesak keluar.
“Maaf, aku tadi begitu kasar. Tadi itu benar-benar tidak pantas untuk dilakukan. Aku hanya tidak suka ada orang lain yang menikmati kecantikanmu selain aku,” bisiknya.
“Aku juga. Maaf kalau aku membuatmu kesal,” ujarku serak.
“Tidak ada alasan untuk membuatku marah padamu, Na~ya.”
Dari sudut mataku aku bisa melihat tatapan iri orang-orang terhadapku. Oh, ya, aku tidak akan mempedulikan mereka lagi.

***

Ji-Yoo sudah bergabung lagi bersama kami. Dia mengolok-olok pertengkaran konyol kami tadi pagi. Dia memuji penampilanku, menganggap Kyuhyun terlalu protektif terhadapku.
“Memang apa salahnya kalau dia cantik? Kau takut punya saingan?” ejeknya.
“Tidak juga. Sudah pasti aku yang menang. Namja-namja disini tidak setampan aku sayangnya,” ucapnya menyombongkan diri.
“Sedikit pun tidak,” timpalku menyetujuinya.
“Kalian sama saja!” tukas Ji-Yoo kesal.
“Oh, sudahlah,” leraiku.
Kantin ribut sekali siang ini. Mengalihkan pandangan dari dari tatapan iri murid-murid itu, aku menunduk sambil menyeruput jus jerukku.
“Bagaimana liburanmu, Ji-Yoo~a?” tanyaku penasaran.
“Oh, kalau kau tahu kau pasti akan iri padaku!” serunya dengan wajah berseri-seri.
“Apa?”
“Aku bertemu Yoo Seung-Ho dan Kimbum. Kau tahu tidak? Mereka benar-benar tampan!”
Saking bersemangatnya, Ji-Yoo nyaris melompat-lompat.
“Dimana tepatnya kau bertemu mereka?” selidikku.
“Ng… Kimbum di lokasi syuting. Tapi kalau Seung-Ho….” Ji-Yoo berhenti sesaat dengan ekspresi geli. “Aku nekat masuk ke kamarnya dan disaat yang sangat tepat. Dia sedang ganti baju! Aku hamper saja meneteskan air liur melihatnya. Bisa kau bayangkan tidak bagaimana ekspresinya waktu itu? Hahaha….”
“Apa dia memanggil seseorang untuk mengusirmu?” tanyaku geli.
“Tidak. Dia sendirian di rumah. Aku hanya iseng, jadi aku minta saja tanda tangannya lalu pergi.”
“Dia bagaimana?”
“Syok kukira,” tandas Ji-Yoo enteng.
Lalu tiba-tiba saja ekspresinya berubah panik. Dia menatap Kyuhyun, tubuhnya begitu tegang.
“Ngomong-ngomong Kyuhyun~a, aku bertemu Eun-Ji di Paris.”
Seketika wajah Kyuhyun menjadi kaku dan tubuhnya menegang. Kelihatan sangat tidak nyaman dengan pembicaraan ini.
“Kau bicara apa saja padanya?”
“Aku… kau tahu dia selalu bisa mengorek informasi apapun dari siapapun. Jadi….”
“Apa itu sudah yang terburuk?”
“Belum. Dia berencana kesini,” jawab Ji-Yoo tak enak.
“Sudah kuduga,” gumam Kyuhyun.
Merasa tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini, aku menatap mereka berdua dengan penasaran.
“Adakah yang mau memberitahuku siapakah Eun-Ji ini?” tuntutku.
Kyuhyun menatapku, menimbang-nimbang sesaat lalu mulai menjelaskan.
“Eun-Ji ini, gadis yang dari dulu tak pernah berhenti mengejarku. Aku sudah menolaknya berkali-kali, tapi sayangnya dia benar-benar keras kepala. Dan sekarang sepertinya dia benar-benar penasaran siapa gadis yang membuatku berhasil bertekuk lutut.”
“Seberapa cantik dia?”
“Seribu kali lebih cantik dariku,” ujar Ji-Yoo, membuatku terperangah kaget.
Ji-Yoo saja sudah begitu cantik, apalagi si Eun-Ji ini. Di sampng Ji-Yoo aku seperti itik buruk rupa, kalau di samping Eun-Ji mungkin aku akan terlihat seperti gadis pengemis. Tidak. Lebih mirip nenek-nenek tua reyot kurasa.
“Tenanglah Na~ya, tidak perlu khawatir,” hibur Kyuhyun sambil mengusap-usap rambutku.
“Eun-Ji ini Hye-Na~ya, sangat ambisius. Kau tidak perlu takut Kyuhyun akan berpaling karena itu tidak mungkin. Tapi dia akan mengintimidasimu sebisa mungkin untuk meninggalkan Kyuhyun. Dia benar-benar licik, kau tahu?”
Aku menatap Ji-Yoo takut, kemudian beralih menatap Kyuhyun.
“Apa dia pernah membuatmu tertarik? Berbohonglah kalaupun iya, biar aku sedikit tenang,” pintaku.
“Tidak sedikitpun. Kalau kau melihatnya nanti, kau mungkin tidak percaya padaku, tapi aku benar-benar tidak pernah tertarik pada gadis manapun sebelumnya. Sampai kau datang.”
Aku membenamkan wajahku di dadanya, menghirup aroma tubuhnya yang harum. Dia mengusap-usap punggungku, membuat rasa nyaman menjalari seluruh tubuhku. Tapi aku belum benar-benar tenang sekarang.
Aku tak pernah memikirkan ini sebelumnya. Tak pernah memikirkan gadis-gadis di sekeliling Kyuhyun. Tak tahu bahwa ada tandingan yang sama sekali tidak tertandingi olehku. Aku benar-benar ketakutan dengan kemungkinan bahwa Kyuhyun akan menyadari kalau aku sama sekali tidak pantas untuknya kemudian memutuskan meninggalkanku. Aku bergidik memikirkan kemungkinan itu. Ini semua benar-benar mengerikan.
“Sudahlah Na~ya, kalau dia datang, kau tidak perlu dekat-dekat dengannya. Aku akan menjagamu.”
“Tidak bisa menyingkirkan kemungkinan bahwa dia juga akan….”
“Itu tidak akan pernah terjadi. Dia terikat peraturan. Dan kalaupun dia melanggarnya, aku akan memastikan dia harus melangkahi mayatku terlebih dahulu!” tegas Kyuhyun, memotong perkataan Ji-Yoo.
“Kemungkinan apa? Peraturan apa?” tanyaku bertubi-tubi.
“Ada kemungkinan dia akan membunuhmu, tapi tentu saja itu tidak bisa. Ada peraturan dalam dunia kami bahwa kami tidak boleh membunuh manusia selain the sweetest rose kami.”
“Oh, terima kasih banyak, Ji-Yoo~ya!” ujar Kyuhyun sinis.
Saking syoknya, aku malah bertanya, “Apa yang terjadi jika dia membunuhku?”
“Waktu 10 tahunnya akan dikurangi menjadi 5 tahun. Tapi sepertinya dia sama sekali tidak keberatan.”
“Apa maksudmu?”
“Dia membunuh gadis pelayan toko yang merayu Kyuhyun di depan matanya dan dia hamper saja membunuhku karena mengira aku memiliki hubungan dengan Kyuhyun,” tukas Ji-Yoo.
“APA?!” teriakku syok.
“Cukup, Ji-Yoo~ya! Satu kata lagi kau bisa membuatnya stroke!” ujar Kyuhyun marah.
“Tidak apa-apa, oppa,” kataku berusaha menenangkan diri. “Lalu kenapa dia tidak disini untuk mengikuti Kyuhyun oppa?”
“Dia cukup yakin bahwa Kyuhyun tidak akan tertarik pada wanita manapun. Tapi kali ini dugaannya keliru. Kyuhyun malah menemukanmu.”
“Dan dia benar-benar mengamuk sekarang,” gumamku.
“Aku buru-buru menghilang waktu itu saat dia bertanya dimana kami bersekolah, tapi tinggal tunggu waktu saja sepertinya.
“Lebih baik kita masuk kelas sekarang,” tukas Kyuhyun jengkel sambil menarik tanganku.
Baru beberapa langkah, Kyuhyun mendadak berhenti, sehingga aku menabrak tubuhnya dari belakang. Aku melongok dari balik bahunya, mencari tahu apa yang membuatnya seperti itu.
Lalu aku melihatnya. Bidadari yang kecantikannya tak pernah kubayangkan sebelumnya. Rambut ikalnya yang panjang tergerai sempurna di bahunya. Wajahnya… aku tak punya kata-kata yang tepat untuk menggambarkan betapa rupawannya wajah itu. Wajah yang saking cantiknya membuat kecantikan gadis lain meredup. Berada satu ruangan dengannya saja sudah membuat semua gadis meratapi keburukan wajahnya.
Kyuhyun berdiri di depanku, berusaha menghalangiku dari pandangan gadis itu. Kalau mau aku bisa saja menutupi wajahku dengan kantong plastic agar gadis itu tidak punya kesempatan mencela wajahku.
“Oppa,” sapanya dengan suara selembut beledu.
Kyuhyun hanya diam, genggamannya di tanganku semakin kuat. Suasana begitu hening, semua orang memperhatikan kami tanpa suara. Tidak ingin ketinggalan satu katapun.
Eun-Ji memiringkan kepalanya sesaat, berusaha menatap wajahku.
“Hanya seperti ini seleramu?” ejeknya merendahkan. “Dia bahkan tidak memiliki seperseribu dari kecantikanku.”
“Kecantikan sayangnya bukanlah hal yang aku agung-agungkan,” ujar Kyuhyun dingin.
“Tapi dalam teorinya, seharusnya wanita yang buruk rupa tidak pantas sekalipun disandingkan denganmu!” protesnya.
“Teori selalu berbeda dengan kenyataan, Eun-Ji~a.”
“Apa bagusnya dia?!” sergah Eun-Ji. “Tidak ada secuil pun dari dirinya yang pantas mendapat perhatian darimu!”
“Dia adalah segala hal yang aku inginkan dalam hidup, jika aku cukup tahu diri untuk memintanya kepada Tuhan.”
Wajah Eun-Ji memerah.
“Oh, begitu? Apa dia tahu kalau dia adalah….”
“Tentu saja,” potong Kyuhyun.
“Dan gadis ini rela menjadi monster untukmu?”
“Itu sayangnya sama sekali bukan urusanmu!” tukas Kyuhyun, nadanya memperingatkan. “Sudahlah Eun-Ji~a, sia-sia saja kau menggangguku. Dia hidupku sekarang. Hidupku sampai kapanpun. Dia satu-satunya gadis yang pernah dan akan mendapat perhatian lebih dariku.”
“Kau! Lihat saja nanti!” teriaknya marah sambil bergegas pergi.
Secepat kilat Kyuhyun berbalik menghadapku. Dia memegangi wajahku dengan kedua tangannya.
“Kau tidak apa-apa?” tanyanya cemas. Raut wajahnya tampak sangat khawatir.
Aku tak bereaksi apa-apa. Masih syok kurasa.
“Na~ya, bicaralah. Jebal.”
“Kau bilang yang paling rupawan hanya kau dan Ji-Yoo!” sungutku.
Kyuhyun tersenyum lega mendengar suaraku.
“Aku lebih suka tidak menyinggung tentangnya,” kata Kyuhyun dengan nada tidak suka.
“Gadis tercantik di dunia saja sudah mengejarmu mati-matian, apalagi yang biasa-biasa saja.”
Kyuhyun terdiam seketika.
“Oh, jadi semua gadis curare itu juga mengejarmu?” jeritku frustrasi, mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk. Berarti banyak sekali yang akan mengincar nyawaku sekarang.
“Berarti lebih baik kau menciumku besok saja. Aku tidak bisa menjamin nyawaku akan selamat sebelum aku menyelamatkan nyawamu.”
“Tidak!” ujarnya tegas. “Aku yang akan memastikan bahwa kau tidak akan tersakiti sehelai rambut pun.”
Aku menekuk wajahku kesal lalu melangkah meninggalkannya. Hari ini benar-benar melelahkan!

***
Aku berbaring gelisah di atas tempat tidurku. Besok tanggal 15 April dan pacarku yang sialan itu sama sekali tidak mau menciumku! Aku harus memikirkan cara untuk merayunya.
Pertama, aku harus menemukan saat dimana dia dan aku hanya berdua. Lalu… hah… aku tak pernah merayu namja manapun sebelumnya!
Aku sedang mendengus kesal saat tiba-tiba saja Ji-Yoo muncul di hadapanku.
“Tidak bisakah kau muncul di depan pintu rumahku lalu memencet bel?”
“Tidak. Itu terlalu menghabis-habiskan waktu,” katanya cuek.
“Memang ada hal yang begitu penting sampai kau tidak mau membuang-buang waktu sedikitpun?”
“Tidak juga. Ng… kenapa malam ini kau ada di rumah?” tanyanya tiba-tiba.
“Memangnya mau dimana lagi?”
“Kau tidak ada janji dengan Kyuhyun?”
“Tidak.”
“Kau tahu tidak ini tanggal berapa?”
“15 April. Memangnya kenapa? Kyuhyun oppa tidak ulang tahun hari ini, kan?” tanyaku kaget.
“Ya, Han Hye-Na babo, kau bukannya mau dia menciummu? Ini saatnya! Lakukan tepat jam 12 malam! Atau kau belum siap?”
“Hah, aku bahkan memikirkan cara untuk merayunya dari tadi.”
“Tunggu apalagi sekarang? Ayo cepat bersiap-siap!” serunya sambil menarik tubuhku bangun lalu mendudukkanku di depan meja rias.
“Tunggu!” protesku. “Ini sudah jam 10 malam, Ji-Yoo~ya!”
“Dan ayahmu tidak ada di rumah.”
“Tapi aku tidak punya janji dengan Kyuhyun oppa!”
“Makanya dia menyuruhku kesini untuk menjemputmu. Dia bilang ingin menghabiskan waktu berdua denganmu mala mini, tapi tidak berani mengatakannya padamu.”
“Benarkah? Tapi aku tidak punya baju yang pantas, Ji-Yoo~ya,” keluhku.
“Aku punya!” serunya girang sambil menunjukkan bungkusan di tangannya. Aku sama sekali tidak memperhatikannya dari tadi.
“Pasrah saja, oke?”

***

KYUHYUN’S POV

Aku menatapnya tak percaya. Bisa-bisanya Tuhan menciptakan gadis secantik ini! Begitu rupawan, mempesona, sekaligus berbahaya.
Aku masih terperangah menatapnya. Sama sekali tidak berkedip. Gaun putih itu membalut tubuhnya dengan sangat sempurna. Rambutnya entah bagaimana menjadi ikal dan tergerai indah di punggungnya. Aku benar-benar tidak bisa mendeskripsikan dengan tepat betapa cantiknya dia.
Dia tersenyum gugup menatapku. Berdiri dengan gelisah.
“Ji-Yoo bilang kau menyuruhnya menjemputku. Ada apa?”
Aku mengernyit heran. Choi Ji-Yoo. Pantas saja.
“Aku tak pernah…. Kau ini bodoh sekali! Bisa-bisanya percaya padanya. Ini sudah jam 11 malam, Na~ya. Aku bukan orang gila yang menculikmu malam-malam begini!”
“Ya sudah, aku bisa pulang!” ujarnya dingin kemudian berbalik pergi. Tergesa-gesa aku mencekal tangannya.
“Kau mau pulang pakai apa?”
“Taksi,” ucapnya ketus.
“Tadi kau kesini pakai apa?”
“Taksi.”
“Masuklah. Nanti aku antar pulang.”
“Sepertinya kau tidak suka aku kesini mala mini. Kenapa kau berdiri menjauhiku seperti itu?” protesnya.
Aku memang mengambil jarak sejauh mungkin darinya, pasalnya, dia benar-benar menggoda malam ini.
“Aku tahu apa isi otakmu, Na~ya.”
“Dasar curare sialan!” umpatnya, lalu melangkahiku masuk ke dalam rumah.
Dia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa dengan tangan bersedekap di depan dada. Aku nyaris tergelak saat melihatnya masih menatapku marah dengan bibir terkatup rapat.
“Maaf,” bisikku di telinganya. Bibirku menjelajahi setiap jengkal wajahnya, kecuali bibir tentunya.
Aku mendengarnya mendesah, begitu lega menyadari bahwa dia tidak kesal lagi padaku. Aku menyurukkan wajahku ke lehernya, menghirup aromanya dalam-dalam.
“Kau harum sekali,” gumamku.
“Mood-mu cukup baik malam ini,” timpalnya.
“Cukup baik sampai aku tidak bisa kehilangan akal dan menciummmu.”
“Kau benar-benar namja paling menyebalkan sedunia!” desisnya.
“Oh, terkutuklah aku!” ratapku sambil mengecup pipinya sekilas.
“Tapi sialnya aku malah tergila-gila padamu.”
“Sudah semestinya,” kataku, tersenyum lalu menatapnya lekat-lekat.
“Kau mau melakukan apa malam ini?” tanyaku sopan.
“Kau tahu.”
“Jangan aneh-aneh. Aku kan sudah bilang akan menciummu tiga bulan lagi.”
“Tapi itu lama sekali, oppa!” protesnya.
“Sebenarnya kau ingin menyelamatkanku atau hanya ingin merasakan bagaimana rasanya berciuman denganku?” selidikku.
“Dua-duanya,” akunya jujur.
“Kau tak akan sempat merasakannya Na~ya, karena saat aku menciummu nanti, kau hanya akan merasakan sakit yang amat sangat.”
“Ya sudah, tidak masalah.”
“Kau benar-benar keras kepala!”
“Aku merasa sangat tersanjung,” ujarnya acuh.
Aku mengelus rambutnya, merasakan kelembutan helai-helainya di jariku.
“Bagaimana kalau malam ini kau bercerita tentang perasaanmu saja?” pintanya.
“Baiklah. Kau yang tanya aku yang jawab.”
Dia berpikir sesaat.
“Kau bilang ada 1% hal di atas dunia ini yang tidak bisa kau lakukan sendiri dan membutuhkan bantuanku. Apa itu?”
“Hidup,” ujarku ringan. “Aku tak bisa hidup tanpamu.”
Aku tersenyum saat melihat wajahnya memerah.
“Ngomong-ngomong, terima kasih karena kau berada di dunia ini.”
Dia mengernyitkan keningnya heran. Tidak mengerti dengan maksud ucapanku.
“Karena kau berada di dunia ini, aku jadi bisa melihatmu, mengenalmu, menyentuhmu, sekaligus mencintaimu. Aku memang sedikit egois. Tidak seharusnya aku mendekatimu. Aku adalah orang yang akan merenggut nyawamu. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak mungkin tidak jatuh cinta padamu. Apapun caranya, semua yang ada di dirimu tidak mungkin gagal membuatku jatuh cinta. Jadi aku menyerah.”
“Tapi paling tidak seharusnya aku bisa mencegahmu jatuh cinta padaku. Sampai aku bertemu denganmu, aku tahu harusnya aku menahan diri, dan percayalah aku mencoba, tapi tetap saja tidak bisa,” keluhku.
Dia melongo menatapku, membuatku sedikit tak enak hati.
“Selama aku bicara, tolong berusahalah agar tetap bernafas. Aku tidak mau kau mati tiba-tiba,” pintaku.
Dia terkesiap dan mengangguk malu.
“Pertanyaan berikutnya?”
“Seberapa besar kau… mencintaiku?” tanyanya ragu.
“Ng… bisa dianalogikan begini, cintaku sudah terlalu besar sehingga sudah tidak mungkin lagi bagiku untuk semakin mencintaimu, karena semua cinta yang aku punya sudah kuhabiskan untukmu. Aku mencintaimu setiap detik, sampai-sampai aku tidak bisa apa-apa tanpamu. Aku bersedia merelakan semua hari dalam hidupku untukmu…. Sekarang, apa kau sudah cukup mengerti seberapa berharganya kehadiranmu dalam hidupku?”
Dia menarik nafas dengan susah payah.
“Oppa, kau bisa membuatku gila!” protesnya.
“Maaf.”
Dia mengangguk pelan.
“Kenapa kau lebih memilih aku, si itik buruk rupa, daripada Eun-Ji, yang bidadari sekalipun mungkin akan merasa maalu jika berada di dekatnya?”
“Babo! Bukankah aku sudah bilang kalau aku hanya bisa melihatmu saja? Apa lagi yang harus kujelaskan?”
“Kau memang sudah buta, oppa!” ejeknya, tapi senyum bahagia tersungging di bibirnya.
“Nanti kalau kau jadi manusia, kau….”
Kau tahu tidak? Dengan membuatku membayangkan bagaimana hidupku kalau tidak ada kau di dalamnya saja kau sudah membuatku menderita, Na~ya.”
Tiba-tiba saja dia menyentuh wajahku dengan tangannya yang lembut, membuatku terkesiap.
“Kau sudah terlalu banyak bicara, oppa. satu kata lagi aku benar-benar bisa kehilangan akal sehat.”
“Kau boleh bicara kalau kau mau.”
Dia tersnyum, membuat mataku terkesima.
“Hanya mau bilang terima kasih. Mungkin kedengarannya seperti basa-basi, betapa bersyukurnya kau di sisiku. Membuatku sadar, kalau sampai aku kehilanganmu, aku mungkin tak punya kekuatan untuk bernafas lagi.”

***

HYE-NA’S POV

Aku melirik jamku sekilas. Waktunya sudah tiba. Walau masih sedikit pusing karena kata-kata Kyuhyun tadi, aku berusaha fokus untuk mulai merayunya. Jam 12 lewat 1 menit sekarang.
Sedikit rikuh, aku mendorong tubuhnya sampai berbaring di atas sofa. Bersikeras, walaupun tangannya mencengkeram bahuku.
“Apa-apaan kau?” seruku marah.
Aku hanya diam. Menelusupkan tanganku ke dalam rambutnya, lalu berbaring di atas tubuhnya, mengenyampingkan rasa Maluku.
“Jangan macam-macam, Na~ya,” ujarnya gelagapan.
Dan sedetik kemudian tiba-tiba saja posisi kami berubah. Dia yang menindihku sekarang, membuatku berkonsentrasi untuk mengingat bagaimana caranya bernafas dengan tepat.
“Kau benar-benar berbahaya malam ini.” Dia menggelengkan kepalanya, tak percaya dengan keberanianku.
Mencoba peruntungan terakhir, aku menarik tubuhnya merapat ke arahku. Sesaat dia seakan terbawa suasana. Hatikun sudah tertawa senang saat dia mendekatkan wajahnya dan memiringkan kepalanya perlahan, tapi ternyata dia hanya mengecup sudut bibirku. Curare brengsek!
“Sudah waktunya pulang, Na~ya,” ujarnya sambil nyengir jahil.
“Bagaimana kalau aku tidak mau pulang?” ancamku.
“Bisa-bisa aku menidurimu tanpa menyentuh bibirmu sedikitpun tentunya,” katanya dengan tampang serius.
“Brengsek kau!” teriakku kesal.

***

KYUHYUN’S POV

Aku menghentikan mobil Ferrari-ku di depan rumahnya. Tertawa geli saat melihatnya masih memasang tampang kesal.
Aku mencondongkan tubuhku ke arahnya, bermaksud mengecup pipinya, tapi tiba-tiba saja dia memalingkan wajahnya, sehingga kalau aku tidak tersadar di detik-detik terakhir, aku sudah mencium bibirnya sekarang.
“Benar-benar terobsesi jadi curare kau rupanya!” geramku.
“Benar sekali!” ujarnya ketus lalu membuka pintu mobil dan tanpa berpaling ke arahku lagi, dia masuk ke dalam rumah sambil membanting pintunya sekuat tenaga.

***

Keesokan harinya aku memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Aku tak tahu lagi apa yang bisa dilakukan gadisku itu nanti. Kalau dia mau, sepertinya dia bisa saja memaksaku. Dia sama sekali tidak bisa mengerti bahwa nyawanya adalah segala-galanya bagiku.
Aku duduk di depan TV tanpa minat. Berkali-kali mengucek-ngucek mataku yang terus-terusan mengira bahwa artis di TV itu adalah Na~ya. Baru sekali ini aku merasakan sulitnya berkonsentrasi tanpa dia, ternyata rasanya benar-benar mengerikan.
“Kenapa kau tidak masuk sekolah?” tuntut Ji-Yoo yang tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapanku.
“Ini tanggal 15, Ji-Yoo~ya! Dan apa maksudmu menyuruh Na~ya kesini tadi malam? Dia hampir saja berhasil merayuku tahu!” seruku marah.
“Apa salahnya sih kau menciumnya? Kau pikir aku tidak tahu bahwa kau benar-benar ingin melakukan hal itu?”
Aku menatapnya kesal.
“Maksudku bukan dalam konteks mengubahnya menjadi monster tentu saja. Ng… antara pria dan wanita mungkin,” ralatnya.
“Aku laki-laki, dan kalau disodori terus-menerus seperti itu aku juga bisa hilang kendali tahu!”
“Dia benar-benar ingin menyelamatkanmu, Kyuhyun~a.”
“Aku tidak perlu bantuannya!”
“Terserah kau sajalah! Oh iya, Eun-Ji jadi murid baru di kelas kita. Tahukah kau?”

***

HYE-NA’S POV

Aku menatap gadis itu ngeri. Bagaimana mungkin dia bisa menjadi murid baru di kelasku?! Dan kenapa dia berani menduduki kursi kosong Kyuhyun!
“Kau tidak keberatan kan aku duduk disini? Kalau Kyuhyun datang aku bisa pindah,” ujarnya enteng dan jelas seklai dia tidak mengharapkan izin dariku.
Aku menoleh pada Ji-Yoo, meminta bantuan. Tapi dia sama saja sepertiku, tak bisa berbuat apa-apa.
“Kau sudah tahu namaku, kan? Shin Eun-Ji. Panggil aku Eun-Ji.”
Aku hanya diam, tak tahu bagaimana rupaku saat ini. Dia benar-benar cantik dan duduk di sampingnya adalah suatu malapetaka besar.
“Tahukah kau tujuanku bertindak sejauh ini?” tanyanya tiba-tiba.
Lagi-lagi aku diam, takut mendengar kelanjutan ucapannya.
“Untuk memisahkanmu dengan Kyuhyun oppa tentu saja. Sekeji apapun caranya.”

***

Aku memutuskan ke rumah Kyuhyun sepulang sekolah. Tak peduli bagaimanapun dia menghindariku nanti, aku harus bicara dengannya. Toh dia tetap tidak bisa menghindariku terus-terusan seperti ini.
Aku menyetop bus yang lewat di hadapanku, berdesak-desakan dengan penumpang lain. Untung saja masih ada kursi kosong yang baru ditinggal penumpang sebelumnya. Aku mengambil tempat ddi dekat jendela, membiarkan pikiranku melayang kemana-mana.
“Annyeong!”
Aku menoleh menatap penumpang di sampingku. Anak SMA juga dan sepertinya satu sekolah denganku karena kami memakai seragam yang sama. Mungkin saja aku pernah melihatnya, tapi seperti biasa, aku tidak pernah benar-benar memperhatikan apapun sebelumnya.
“Kau Hye-Na, kan?” tanyanya sok kenal.
“Kau tahu namaku darimana?”
“Siapa sih yang tidak mengenalmu? Pacar namja paling tampan seantero jagad raya.” Dia menekankan kata-kata jagad raya yang diucapkannya.
Aku tersenyum sinis lalu membuang muka.
“Aku Lee Hyuk-Jae. Panggil saja Eunhyuk,” ucapnya memperkenalkan diri.
Kalau namanya sih aku kenal! Nama aneh begitu! Lagipula sebelum Kyuhyun datang, namja inilah yang menjadi idola para gadis satu sekolahan. Tampanlah, pintar nge-dancelah. Kalau dilihat-lihat aku tidak tahu darimana kata tampan itu berasal. Tampangnya biasa saja menurutku. Mungkin karena aku terlalu terpukau dengan ketampanan Kyuhyun, jadi tak tahu lagi arti kata tampan yang normal itu seperti apa.
“Kyuhyun kemana? Dari tadi tidak kelihatan. Aneh sekali tidak melihat kalian bersama kemana-mana.
“Bukan urusanmu!” ucapku ketus sambil berdiri dan melangkah turun dari bis karena aku sudah sampai di kompleks perumahan tempat Kyuhyun tinggal.
Dan tiba-tiba saja perasaan tak enak itu menyergapku….

***

KYUHYUN’S POV

“Hai.”
Suara lembut itu membuatku kaget. Aku berbalik dan mendapati Eun-Ji sudah berdiri di hadapanku.
“Bagaimana bisa kau ada disini?” tanyaku marah.
“Gampang saja bagiku,” ujarnya enteng, dan tanpa meminta izin terlebih dahulu, dia duduk di atas sofa.
“Kau tidak punya hak berada disini,” sergahku.
“Aku hanya ingin berbisnis denganmu. Tentang hidup Hye-Na.”
Dia tahu 100% bahwa ucapannya itu dengan sukses membuatku tertarik.
“Jelaskan,” pintaku mengalah.
“Kalau aku tidak salah menduga, kau pastinya tidak ingin Hye-Na mati. Benar tidak?”
Aku hanya diam dan sepertinya dia menganggap itu sebagai tanda setuju.
“Kalau seperti ini terus, lama kelamaan pada akhirnya kau harus menciumnya walaupun dengan sangat terpaksa. Dan kau merubahnya menjadi monster mengerikan. Kalau kau tidak mau itu terjadi, aku punya rencana.”
“Apa?”
“Tinggalkan dia. Buat seolah-olah kau menganggapnya sama sekali tidak pantas untukmu. Seakan-akan kau mencintai orang lain, yaitu aku. Dia akan sangat membencimu tentu saja. Bagaimana?”
“Membenciku?”
“Itu lebih baik. Kalau dia membencimu, dia akan mencampakkanmu, dan hal ini tidak akan menjadi terlalu berat baginya. Dan… kematianmu, aku berjanji aku yang akan memakan organ tubuhmu.”
Aku menimbang-nimbang perkataannya. Ide yang sangat bagus menurutku, walaupun berasal dari orang yang sangat aku benci.
“Baiklah,” gumamku.
Aku melihatnya tersenyum senang. Seringai licik melintas di wajahnya.
“Kalau begitu kita harus mulai bersandiwara dari sekarang,” ujarnya sambil berjalan mendekatiku.
“Jangan pernah mengambil kesempatan untuk menyentuhku! Aku sama sekali tidak keberatan untuk membunuhmu!”
“Baiklah, baiklah!”
Aku mengambil nafas berat. Keputusan ini benar-benar akan membuatnya hancur.
“Dia bisa terluka,” bisikku.
“Aka nada penggantimu, oppa. tidak sengaja aku mengetahui rahasia besar seseorang. Dia ternyata sangat menyukai Hye-Na tapi tidak punya keberanian untuk mendekatinya.”
“Bagaimana bisa?” selidikku.
“Kau tahu kemampuanku untuk membuat seseorang bicara terbuka padaku. Aku melihatnya menulis nama Hye-Na berkali-kali di atas kertas, jadi aku memutuskan untuk menginterogasinya.”
“Siapa?”
“Hyuk-Jae. Lee Hyuk-Jae. Namja tertampan di sekolah sebelum kau datang.”
“Oh, dia. Aku sudah tahu. Dia sering menatap Na~ya dari jauh. Gadisku,” geramku.
“Kyuhyun oppa,” bisik Eun-Ji yang tiba-tiba saja sudah berdiri sangat dekat denganku. “Kalau mau usaha kita sukses, harus berlatih dari sekarang,” ujarnya sambil menyentuh lembut wajahku.
Aku sedang menekan keinginan untuk melemparnya ke seberang ruangan saat aku mendengar suara lirih yang menyayat hati itu. Na~ya….

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar