Senin, 24 Januari 2011

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 6

Source : Sapphireblueoceanforsuju







HYE-NA’S POV

Aku terbangun saat merasakan cahaya matahari yang silau menelusup masuk lewat celah gorden di kamarku. Aku menggeliat sesaat sambil membuka mata. Tiba-tiba saja aku merasa syok melihat pemandangan di sekelilingku. Entahlah, ada yang aneh. Padahal ini kan kamarku. Sudah 17 tahun aku menghabiskan hidupku disini. Tapi sekarang rasanya seolah-olah sudah bertahun-tahun aku tidak berada disini. Ah, mungkin karena rasa pusing setelah pesta ulang tahunku semalam, membuatku sedikit kehilangan akal sehat pagi ini.
Ngomong-ngomong ulang tahun, sebenarnya aku tidak ingat apapun tentang pesta semalam. Sepertinya karena tidak ada yang menarik, jadi aku merasa tidak perlu bersusah payah untuk mengingatnya.
Aku menendang selimutku sampai jatuh ke lantai lalu bergegas ke kamar mandi. Kebutuhan manusiaku sudah sangat mendesak untuk dituntaskan.
Aku menggosok gigiku dengan tergesa-gesa, mencipratkan sedikit air ke wajahku. Merasa lebih baik, aku memutuskan untuk turun ke bawah, sarapan untuk mengisi perut.
Aku sedang menggigit roti saat bel rumahku berbunyi. Sambil mengernyit heran, mengira-ngira siapa yang datang sepagi ini, aku berjalan ke depan untuk membuka pintu.
“Appa,” ujarku tercekat kemudian menghambur memeluknya. Merasa aneh saat air mataku berusaha mendesak keluar. Perasaan rindu membuncah di dadaku, seolah-olah aku sudah tidak bertemu dengannya selama bertahun-tahun. Aigoo, kenapa aku jadi cengeng begini?
“Hai, kau ini kenapa?” tanya appa-ku bingung sambil menepuk-nepuk punggungku.
“Ani, hanya merasa senang saja karena appa sudah pulang.”
Aku menggandengnya masuk ke dalam rumah, lalu bergegas membuatkan sarapan untuknya. Sepintas aku merasa, pagi ini benar-benar aneh.

***

4 tahun kemudian….

Aku memarkirkan mobilku sembarangan di lapangan parkir kampusku. Tergesa-gesa meraup buku-buku, tas, dan laptopku. Aku mengunci mobilku lalu berlari sepanjang jalan. Aku harus menyerahkan skripsiku siang ini dan seharusnya itu sudah terjadi setengah jam yang lalu kalau kemacetan itu tidak dengan sadis menghentikanku.
Aku sedang susah payah menyeimbangkan tubuh dengan beban sebanyak ini saat tiba-tiba saja seseorang dengan kasar menabrak tubuhku. Aku merasakan jantungku berhenti berdetak seketika saat melihat laptopku terhempas ke tanah. Masih syok, aku bergegas memeriksa keadaan laptopku dan mengumpat kesal saat mendapati bahwa laptopku itu sudah tamat riwayatnya.
Kemarahan menggelegak di dadaku, dengan cepat menyentuh ubun-ubun. Aku bangkit lalu menatap si penabrakku tadi dengan tatapan tersangar yang bisa kuberikan. Sedikit mencelos saat menyadari bahwa dia… dia… OK…. Ya Tuhanku, dia tampan sekali!!!

***

KYUHYUN’S POV

Aku dengan sengaja bolos rekaman siang ini. Muak dengan segala tetek bengeknya. Memang semua ini adalah pilihanku, tapi bukan berarti aku jga harus mengorbankan seluruh waktuku, kan?
Ayahku, yang sialnya adalah pengusaha tersukses di negara ini, memaksaku untuk meneruskan kesuksesannya mengurus seluruh aset perusahaan yang tentu saja langsung kutolak mentah-mentah. Aku sama seklai tidak tertarik dengan semua itu sebenarnya. Dari dulu minatku hanya di bidang musik. Dan suka tidak suka, ayahku sama sekali tidak bisa mencegahku.
Ibuku untungnya tidak begitu banyak menuntut. Dia membiarkanku menentukan pilihanku sendiri. Dia juga yang memaksa ayahku untuk bersikap lunak terhadapku, makanya sekarang karirku bisa menanjak dengan begitu suksesnya walaupun ternyata aku tidak menyukai dampaknya terhadap kehidupanku. Yeoja-yeoja sialan itu selalu mengikutiku kemanapun aku pergi dan aku sama sekali tidak bisa menghardik mereka untuk berhenti merecokiku seperti itu. Manajerku bilang itu untuk keselamatan karirku. Huh, persetan dengan itu semua! Memangnya aku peduli!
Karena itu siang ini aku bolos rekaman dan memilih kabur ke bekas kampusku dulu. Aku pikir toh mereka semua tidak akan menyangka aku akan kabur kesini. Dan sekarang aku sedang di kantin kampuus, duduk di sudut sambil menyesap minumanku. Aku membetulkan letak kacamata hitamku dan menurunkan topiku sedikit. Sepertinya sekelompok gadis yang duduk tidak jauh dariku itu sudah memperhatikanku dari tadi. Ternyata jadi artis itu benar-benar melelahkan!
Aku sedang memperhatikan sekeliling saat tiba-tiba HP-ku berbunyi nyaring. Aku cepat-cepat mengangkatnya sebelum aku jadi pusat perhatian semua orang. Dan sesaat kemudian aku mendengar suara ibuku yang menangis terisak-isak, mengabarkan bahwa ayahku masuk rumah sakit karena serangan jantung mendadak. Bergegas aku menyambar tasku, menyampirkannya asal-asalan ke bahu lalu berlari ke lapangan parkir. Tapi baru setengah jalan tiba-tiba saja aku menabrak seorang gadis. Mataku terbelalak lebar saat semua barang bawaannya berjatuham dan laptopnya terhempas ke tanah dengan bunyi berdebam yang cukup keras. Sekalilihat aku tahu, laptop itu pasti langsung rusak.
Gadis itu dengan cepat memeriksa keadaan laptopnya, kemudian bangkit sambil menatapku bengis. Dia terperangah saat menatapku, tapi kemudian kelihatannya dia sudah bisa menguasai diri karena dia langsung melabrakku dengan suara memekakkan telinga.
“BRENGSEK KAU!!! KAU TAHU TIDAK, AKU HARUS MENYERAHKAN SKRIPSIKU SIANG INI DAN SEMUA DATAKU ADA DISINI, KAU PIKIR BAGAIMANA NASIBKU SEKARANG, HAH?!” bentaknya marah.
“Heh, agasshi, bukan salahku kan kalau ternyata kau juga tidak lihat-lihat jalan? Lagipula kalau kau tahu bagaimana perkembangan tekhnologi saat ini, kau seharusnya ingat untuk menyimpan datamu itu di flashdisk. Bukan begitu?”
“Bukan urusanmu!” sergahnya marah.
“Lalu kau mau apa? Mau aku bertanggung jawab? Sayang sekali, kesalahan bukan hanya berasal dari pihakku. Lagipula meskipun aku membelikanmu laptop yang baru, data-datamu itu tetap tidak akan kembali, kan?”
Dia menatapku sangar, seolah-olah aku ini setan, iblis, atau semacamnya. Kediamannya itu membuatku mendapat kesempatan untuk memperhatikan penampilannya dengan teliti.
Aku akui dia memiliki wajah cantik yang khas, aku belum pernah melihat gadis seperti ini sebelumnya. Yang cantik sih banyak, tapi tidak seperti dia. Tubuhnya, boleh kukatakan, benar-benar membuat iri gadis manapun. Kemeja itu membalut tubuhnya dengan pas, memperjelas lekuk-lekuk tubuhnya di tempat-tempat yang tepat. Rambut ikalnya diikat ekor kuda dan wajahnya benar-benar polos tanpa make-up. Kecantikan alami tanpa pisau bedah.
Saat memandanginya itulah tiba-tiba aku merasakan sesuatu. Rasa rindu yang aneh, seolah-olah aku sudah menunggunya sekian lama.
Aku memasukkan tanganku ke dalam saku, mencegah keinginan gilaku untuk memeluknya. Jantungku mulai berdetak tak beraturan. Apa-apaan ini?

***

HYE-NA’S POV

Aku menatapnya marah. Mencari kata-kata umpatan yang tepat untuk dilontarkan. Tapi aku malah mendapati sesuatu yang lain. Nafasku tercekat di tenggorokan, jantungku mulai mencoba melompat keluar dan keringat dingin mulai membasahi tubuhku.
Otakku tak bisa berpikir dengan cepat saat menyadari keberadaan rasa rindu yang meluap-luap menghujam dadaku. Ada apa ini? Aku kenapa?
Aku melihatnya menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Dia menatapku aneh, mengernyitkan dahi, kemudian tiba-tiba saja dia bergegas pergi. Masuk ke mobil Ferrari convertible hitam yang diparkir di sudut lalu menancap gas dalam-dalam.
Aku masih terperangah menatap kepergiannya yang tiba-tiba itu saat aku sadar apa yang terjadi. SKRIPSIKU!!!! Bagaimana ini?

***

Aku mendengus kesal sepanjang perjalanan pulang. Dosenku memberiku waktu 2 bulan untuk menyelesaikan skripsi itu. Yang benar saja! Aku menghabiskan 5 bulan terakhir untuk membuatnya, dan sekarang aku harus mengulangnya lagi?! Sial, sial, sial!!! Gara-gara dia!!!!!!
Aku memukul setir dengan sekuat tenaga, tidak mempedulikan rasa sakit yang menyerang setelah itu, mengumpat-umpat saat lampu merah menyala. Kios majalah di tepi jalan menarik perhatianku. Ada majalah yang memajang foto namja sialan itu!
Aku mengaduk-aduk tasku mencari dompet dan bergegas turun dari mobil.
“Ambil saja kembaliannya,” ujarku karena lampu hijau kembali menyala dan pengemudi lain sudah memencet klakson mobil mereka gara-gara mobilku yang menghalangi jalan.
Aku sampai di rumah 10 menit kemudian. Masuk ke rumah seraya membolak-balik majalah yang aku beli tadi.
Oh, jadi namanya Cho Kyuhyun? Penyanyi?
Aku merutuki kebiasaanku yang tidak pernah tertarik untuk menonton TV selama ini. Kalau tidak aku pasti sudah mengenalinya tadi! Sial!
Aku meraih HP dari dalam tasku yang berdering nyaring. Tersenyum senang saat melihat siapa yang meenelepon.
“Hai!” seruku, yang disambut tawa dari seberang sana.
“Hye-Na~ya, ada waktu tidak?”
“Kenapa? Mau traktir aku makan malam, ya?” godaku sambil membaca tagline berita tentang penyanyi brengsek itu.
“Yah, begitulah. Bisa?”
“Jemput ya jam 7.”
“OK!”
Aku memutuskan hubungan telepon, mencelos saat menyadari sesuatu yang aneh. Namanya Cho Kyuhyun? Kenapa rasanya aku sudah mengenalnya begitu lama?

***

KYUHYUN’S POV

Aku membuka pintu kamar rawat ayahku dengan ragu-ragu, karena tiba-tiba saja perasaan tidak enak menyergapku. Sepertinya ayahku itu akan mengambil kesempatan karena penyakitnya itu menjebakku. Dan kalau sudah begitu aku mana bisa menolak coba?
Berusaha acuh, aku melangkah masuk dan mendapati kedua orang tuaku sednag bicara serius. Pembicaraan mereka mendadak terhenti saat menyadari kedatanganku.
“Ayo kesini, Kyuhyun~a!” pinta ibuku, member tanda agar aku menghampiri mereka.
“Bagaimana appa?” tanyaku sambil berdiri di samping tempat tidurnya.
“Eomma-mu ini,” ujarnya kesal lalu melanjutkan, “Penyakitku cuma kambuh sesaat tapi dia bersikeras membawaku ke rumah sakit. Menyebalkan!” sungutnya.
Aku tersenyum mendengar keluhannya. Sepertinya pikiran burukku tadi salah.
“Kyuhyun~a, eomma ingin membicarakan sesuatu denganmu.”
Aku mengangguk. Curiga dengan nada bicaranya.
“Appa-mu ini sudah tua, tidak baik baginya jika kerja lembur setiap malam, bolak-balik ke luar negeri. Eomma tidak pernah meminta sesuatu darimu selama ini, tapi kali ini harus, Kyuhyun~a.”
Aku mendelik menatapnya. Eomma-ku? Eomma menyuruhku melakukan sesuatu yang tidak kusukai?
“Eomma tidak menyuruhmu mengelola perusahaan. Eomma hanya ingin memberimu satu pilihan lagi. Umurmu sudah 22 tahun, sudah cukup untuk mengarungi bahtera rumah tangga, tidak ada salahnya kan jika kau menikah dan punya anak? Anakmu nanti bisa meneruskan perusahaan. Kami berdua sudah tua, Kyuhyun~a, tidak ada yang tahu kapan kami akan meninggalkanmu. Kami….”
“Tunggu… tunggu!!!” potongku marah. “Aku menikah? Dengan siapa? Ibu kan tahu aku….”
“Ibu sudah menyiapkan calon untukmu. Anak sahabat kami. Sejak kalian lahir, kami memang sudah berencana menjodohkan kalian berdua. Kau pasti akan menyukainya.”
Aku terbelalak menatap ibuku. Bagaimana mungkin dia jadi sinting begini? Menikah? Demi Tuhan, aku baru 23 tahun! Yang benar saja!
“”Ini fotonya,” ujar ibuku sambil menyodorkan selembar foto.
Aku mengambilnya dengan enggan lalu menatap wajah calon istriku itu. Dan tiba-tiba saja rasa rindu yang aneh itu kembali menyergapku….
Aku menatap ibuku sambil tersenyum, kemarahanku tadi menguap entah kemana.
“Aku setuju. Dengan syarat satu bulan lagi kami menikah.”

***

“APA?! KAU AKAN MENIKAH?!” teriak Ji-Yoo, manajerku, dengan syok.
Aku membekap mulutnya dengan tanganku. Dasar yeoja!
“Heh, kau ini sedang di puncak karir, Cho Kyuhyun! Kalau kau menikah karirmu bisa hancur!”
“Bukan urusanku!” ucapku cuek sambil mengambil kentang goreng dari piring lalu menggigitnya.
Kami berdua sedang berada di sebuah kafe, membicarakan keputusan gilaku untuk menikah. Aku tertawa kecil dalam hati, membayangkan reaksi calon istriku nanti tentang perjodohan ini.
“Lagipula sejak kapan kau tertarik dengan hal ini? Setahuku kau malah sama sekali tidak tertarik dengan gadis manapun. Dan gadis ini, kau hanya melihat tampangnya dari foto, kau kan tidak tahu dia bagaimana, jadi mana mungkin kau memutuskan untuk menikah dengannya!” ujarnya dengan kecerewetan tiada tara.
Aku menatapnya heran. Umurnya sudah 21, tapi sifatnya seperti ibu-ibu paruh baya.
“Yang akan menikah kan aku, kenapa jadi kau yang rebut?”
“Kau ini! Coba pikirkan bagaimana perasaan fans-fansmu itu kalau mereka tahu kau akan menikah! Mereka bisa meninggalkanmu begitu saja tahu!”
“Oh, benar-benar bagus! Aku bisa bebas merdeka sekarang!” ujarku puas.
Ji-Yoo geleng-geleng kepala menatapku.
“Sinting!” desisnya geram.
Aku tersenyum lalu bangkit berdiri.
“Aku capek! Pulang dulu, ya!” pamitku sambil mengacak-acak rambutnya.
“Oh, terkutuklah kau Kyuhyun!” serunya marah.

***

HYE-NA’S POV

Aku menatap kekasihku itu dengan perasaan bersalah. Bagaimana mungkin selama satu jam terakhir ini aku membanding-bandingkannya dengan namja brengsek yang kutemui siang tadi itu?!
Dulu aku pikir aku adalah yeoja paling beruntung sedunia karena memiliki pacar setampan ini, tapi sekarang aku malah menyadari bahwa ketampanannya itu tidak sampai sepersepuluh dari ketampanan penyanyi brengsek itu. Dulu aku pikir aku sangat menyukainya, tapi bahkan perasaan itu tidak ada apa-apanya dengan rasa rindu yang membuncah di dadaku seperti siang tadi.
Ada apa ini sebenarnya? Apa yang salah dengan otakku?
“Hye-Na~ya, waeyo? Kau gelisah sekali dari tadi,” ujar Eunhyuk cemas.
“Tidak. Tidak ada apa-apa,” sahutku gugup.
Aku memalingkan wajahku ke sudut kafe, terkesiap saat mendapati Kyuhyun yang sedang mengacak-acak rambut seorang yeoja cantik sambil berlalu pergi. Aku terkejut dengan perasaan cemburu yang tiba-tiba menyerangku. Aku benar-benar sudah gila!
“Hyukkie~a, maaf, aku harus pulang sekarang. Aku tiba-tiba ingat ada sesuatu yang harus kukerjakan. Annyeong!”
Aku tergesa-gesa mengikuti Kyuhyun yang sudah menghilang dari balik pintu. Tidak memedulikan panggilan Eunhyuk sama sekali. Tadi aku bawa mobil karena Eunhyuk tak sempat menjemputku. Aku memasukkan kunci ke kontak lalu menancap gas dalam-dalam.
Oh, peduli setan dengan perasaan itu, dia harus bertanggung jawab terhadap skripsiku! Batinku dalam hati.
15 menit kemudian dia membelokkan mobil Ferrari-nya ke pelataran parkir sebuah apartemen mewah. Aku menjaga jarak agar dia tidak curiga, lalu dengan sigap melompat turun dari mobil setelah dia menghilang dari balik pintu masuk.
I get you, devil! geramku.

***

Aku berdiri di depan pintu apartemennnya setelah memata-matainya dengan susah payah agar tidak ketahuan. Kaget saat mendapati bahwa pintunya sama sekali tidak terkunci. Dasar namja tolol!
Mengenyampingkan harga diri, aku melangkah masuk, mengagumi interior apartemennya yang benar-benar mewah. Aku melongok ke kamarnya yang kosong. Dengan nekat menjelajahi kamarnya yang tertata rapi.
“Kyuhyun hyung!!!”
Aku mendengar seseorang memanggil nama namja itu. Ketakutan, aku berlari masuk ke kamar mandi, menutup, dan menguncinya dari dalam. Aku baru berbalik saat menyadari bahwa aku sednag tidak sendirian di kamar mandi itu.
Kami berdua saling bertatapan dengan syok. Tapi bukan salahku jika mataku jelalatan menatap tubuhnya yang hanya dibalut handuk dari pinggang sampai lutut. Tubuhnya memang kurus, tapi berbentuk.
Dia tidak berkata apa-apa, tapi dia melangkah mendekatiku dengan ekspresi yang tak terbaca. Dan sesaat kemudian dia sudah menarik tubuhku ke bawah shower yang langsung mengucurkan air dengan deras, membasahi tubuhku.
“Kyuhyun hyung!!!” Suara tadi terdengar lagi.
Aku baru akan membuka mulut untuk melayangkan protes saat tiba-tiba saja dia sudah membekap mulutku dengan bibirnya sendiri.
Demi Tuhan, apa yang dia lakukan?!!

***

KYUHYUN’S POV

Aku menatapnya syok. Bagaimana mungkin dia ada disini?
Aku menarik tubuhnya ke bawah shower lalu menghidupkannya sehingga air mengucur deras membasahi kami berdua. Aku tidak bisa berpikir jernih lagi untuk menyelesaikan situasi ini saat mendengar suara adikku berteriak-teriak memanggilku dari luar. Sepertinya gadis ini ketakutan sehingga memutuskan untuk masuk kesini.
Aku melihatnya membuka mulut untuk memprotes tindakanku, tapi hal yang terjadi sedetik kemudian benar-benar di luar kendaliku. Bukan mauku jika dia kelihatan begitu menggoda!
Aku merasakan dia terkesiap kaget saat aku menciumnya. Dia berniat mengangkat tangannya untuk memukulku tapi dengan cepat aku mengunci tangan itu di belakang tubuhnya.
Apa-apaan aku ini? Aku bukan tipe namja yang mencium seorang gadis sembarangan. Ini bahkan adalah ciuman pertamaku. Tapi aku merasa seolah-olah ini sudah sepantasnya terjadi, seolah-olah aku sudah menunggunya terlalu lama. Aku bahkan tidak lagi mendengar suara adikkku yang berteriak-teriak.

***

HYE-NA’S POV

Sepertinya aku terkena serangan jantung. Aku bisa merasakan tangannya yang mencengkeramku erat, nyaris kasar, berbanding terbalik dengan bibirnya yang mencium bibirku dengan begitu lembut, seperti memuja.
Tadi aku memang berniat memukulnya, tapi sesaat kemudian hal lain memenuhi otakku. Hasrat yang tiba-tiba saja menyeruak keluar.
Aku benar-benar merasa jijik terhadap diriku sendiri saat tangaku terjulur untuk memeluknya, membalas ciumannya dengan sepenuh hati. Seperti tak punya rasa malu, aku menelusupkan tanganku ke rambutnya, menariknya semakin mendekat.
“Kyuhyun hyung, kau mandi, ya? Ya sudahlah, aku beli makanan dulu!”
Aku mendengar suara tadi lagi, tapi sama sekali tidak mengacuhkannya. Aku juga tidak menyadari tubuhku yang menggigil kedinginan karena air yang sudah membuatku basah kuyup. Sebenarnya aku sudah tidak memedulikan apa-apa lagi sekarang.
Aku sudah nyaris gila saat sebuah keinginan melintas di benakku. Aku ingin memeluknya seperti ini selamanya. Apakah aku sudah lolos tes masuk rumah sakit jiwa?
Kami memisahkan diri dengan nafas terengah-engah. Dengan cepat aku menyadari apa yang terjadi lalu memeluk tubuhku yang rasanya sudah tidak karuan.
“Sudah terlambat, agasshi!” ejeknya, dengan seenak hati menatap tubuhku dengan begitu intens. Pakaianku sudah basah semua dan itu membuat seluruh lekuk tubuhku tercetak jelas.
“BRENGSEK KAU!!!” teriakku.
“Oh, memangnya siapa yang tadi membalas ciumanku dengan begitu semangat?”
Aku mendorong tubunhya, menolak mentah-mentah keinginan kuat untuk memeluk tubuh itu lagi. Astaga, ada apa dengan otakku?
Aku melangkah keluar kamar dengan air yang menetes-netes dari sekujur tubuhku. Aku membuang jauh-jauh maksud awalku datang kesini, memutuskan untuk tidak berurusan dengannya lagi. Tapi mendadak langkahku terhenti saat dia mencengkeram tanganku dari belakang.
“Mau apa kau kesini?”
“Aku ingin kau bertanggung jawab dengan skripsiku, tapi lupakan saja, aku tidak mau lagi berurusan denganmu!” sergahku kasar.
“Oh, ya? Tapi sepertinya sebentar lagi keinginanmu itu tidak akan terwujud, agasshi. Kau akan bertemu lagi denganku. Secepatnya.”

***

Aku menghempaskan tubuhku ke atas kasur. Pastinya setelah aku mengganti bajuku yang basah kuyup tadi. Aku berguling gelisah, semuanya terasa serba salah.
Sesaat aku menyentuh bibirku, membayangkan kejadian satu jam yang lalu. Menyesali tindakan bodohku yang bisa-bisanya kehilangan kendali seperti itu. Pacarku sendiri bahkan tidak pernah aku izinkan untuk menciumku, tapi aku malah dengan begitu bernafsunya membalas ciuman namja brengsek yang sama sekali tidak aku kenal itu!
Saat memikirkan hal itu, entah kenapa secara refleks aku menyentuh cincin perak yang melingkar manis di jariku. Cincin aneh yang entah sejak kapan bisa ada di jariku. Seingatku saat aku terbangun di pagi hari setelah pesta ulang tahunku yang ke-17 waktu itu, cincin ini sudah ada. Aku sudah bertanya kepada semua orang, tapi tidak ada yang tahu bagaimana aku bisa memiliki cincin itu.
“Lebih dari kemarin, kurang dari esok.”
Itu terjemahan tulisan yang diukir di sekeliling cincin tersebut. Benar-benar membingungkan, karena aku sama sekali tidak mengerti maksudnya. Jujur saja, sejak pagi itu aku merasakan hidupku berlanjut dengan berbagai keanehan. Seolah-olah aku ini amnesia atau semacamnya….

***

KYUHYUN’S POV

Sejak satu jam yang lalu, untuk yang keseribu kalinya aku memutar ulang ciuman tadi di benakku. Lagi dan lagi. Terheran-heran kenapa otakku bisa jadi sekotor ini.
Ayahku sudah pulang dari rumah sakit tadi. Merasa bingung dengan kedatanganku ke rumah dan menyambutnya dengan sikap yang ramah, tidak seperti biasa. Oh, tentu saja, kan gara-gara dia aku bisa menikah dengan gadis itu.
Aku meraih HP dari atas meja di samping tempat tidurku, menghubungi nomor rumahku. Beberapa detik kemudian terdengar nada sambung yang langsung berubah menjadi suara lembut ibuku setelah itu.
“Eomma, bisa tidak besok kita ke rumah Hye-Na?” tanyaku dengan semangat begitu menggebu-gebu.
“Bisa saja. Kau ini aneh sekali Kyuhyun~a, kenapa kau tiba-tiba jadi semangat seperti itu?”
“Hanya ingin cepat-cepat punya istri saja, memangnya tidak boleh?”
Terdengar tawa dari seberang sana, membuat wajahku memerah.
“Baiklah, eomma akan menghubungi appa-nya.”

***

HYE-NA’S POV

“Hye-Na~ya, appa mau bicara sebentar.”
Langkahku terhenti saat mendengar nada serius dalam suaranya. Aku berbalik lalu duduk di hadapannya.
“Ada apa, appa?” tanyaku penasaran.
Ayahku berdeham pelan kemudian menatapku.
“Kau sudah besar, Hye-Na~ya.”
“Lalu?”
“Sudah saatnya menikah.”
Aku melongo menatap ayahku. Menikah?
“Tapi Eunhyuk belum melamarku, appa. Mungkin sebentar lagi.”
“Tidak, tidak. Bukan dengan Eunhyuk,” ujarnya sambil geleng-geleng kepala.
“Maksud, appa?” sergahku, langsung saja dikelilingi aura tak enak.
“Eommamu dan appa punya sahabat saat SMA dulu. Kami sepakat akan menjodohkan anak kami kalau berlawanan jenis. Lalu anak mereka lahir. Laki-laki. 2 tahun sebelum kau lahir. Dan sekarang kami rasa kalian berdua sudah cukup umur untuk menikah. Kami….”
“Shireo!” seruku marah. “Aku tidak sudi hidup dengan laki-laki yang bahkan belum pernah aku lihat tampangnya sekalipun. Kalau ayah memaksaku menikah, baik, aku akan menikah. Tapi hanya dengan Eunhyuk!” ujarku sengit sambil bangkit dari kursiku.
“Kau mau kemana, Hye-Na~ya?”
“Pergi kencan!” kataku kesal.
“Appa melarangmu pergi kemanapun mala mini! Keluarga mereka akan sampai 10 menit lagi, Hye-Na~ya!”
“Oh, bagus sekali! Appa seenaknya memberitahuku bahwa aku akan dijadikan menantu oleh seseorang hanya 10 menit sebelum mereka datang melamar? Bagus sekali! Appa benar-benar menyebalkan!” teriakku habis kesabaran.
Aku bergegas keluar tanpa menghiraukan panggilannya sedikitpun. Sialnya, pagar rumahku dikunci dan aku yakin 100% bahwa ayahku itu yang menyembunyikan kuncinya. Nekat, aku memutuskan untuk memanjatkan pagar rumahku yang tinggi itu. Aku baru saja melompat keluar, berpikir bahwa aku sudah sukses besar untuk keluar dari rumah, tapi tiba-tiba saja seseorang menangkap tubuhku dari bawah.
Aku berbalik untuk melihat siapa namja brengsek yang kurang ajar itu dan….
“APA YANG KAU LAKUKAN DISINI?!” teriakku dengan suara yang begitu memekakkan telinga. Syok berat.
Dia hanya diam dan dengan seenak perutnya membopongku seperti sedang membawa patung manekin. Dia menggendongku hanya dengan satu tangan, seolah-olah beratku Cuma 10 kg, bukan 57.
Dia menekan bel rumah di samping pagar dan appaku muncul beberapa saat kemudian, terburu-buru membukakan pagar. Aku meronta-ronta dalam gendongannya, menendang kesana kemari, tapi dia tetap saja tidak bereaksi apa-apa. Benar-benar sial!
Ayahku melongo menatap kami berdua dan terkesiap saat mendapati aku membalas tatapannya dengan sadis.
Namja paling brengsek sedunia itu, yang mulai detik ini aku yakini sebagai orang yang akan ditunangkan dengaku, menggotongku masuk ke dalam rumah, tidak memedulikan sumpah serapah yang keluar dari mulutku. Aku bahkan sudah menyebutkan seluruh isi kebun binatang padanya, tapi dia sepertinya benar-benar bebal dengan kelakuanku.
“Han Hye-Na, jaga cara bicaramu!” bentak appaku.
“Peduli setan!” umpatku. “Dan kau, cepat lepaskan aku!” salakku pada namja itu. Tapi dia malah menolak menatapku dan berbicara pada appaku.
“Ajjushi, orang tua saya akan menyusul 5 menit lagi, terjebak macet di jalan. Sebelum itu, boleh tidak aku bicara sebentar dengan Hye-Na?”
Appaku mengangguk lalu meninggalkan kami berdua. Baru saja aku keluar dari ruang tamu, dia langsung melempar tubuhku dengan kasar ke atas sofa.
“Sialan kau!” teriakku sengit sambil mengusap-usap bagian tubuhku yang terasa nyeri.
“Kau pernah diajarkan sopan santun tidak, sih?” tanyanya seraya mengambil tempat di sampingku. Secara refleks aku memundurkan tubuhku sejauh mungkin darinya.
“Aku belajar, tapi tidak untuk namja brengsek seperti kau!”
Dia menatapku tajam, membuatku lagi-lagi kehilangan kendali atas tubuhku. Kemudian aku merasakan hal itu lagi. Rasa rindu yang begitu purba. Aku sama sekali tak bisa menjelaskannya…. Lagipula yang benar saja! Masa aku merindukannya!
“Aku penasaran padamu,” ujarnya tiba-tiba. “Aku yakin kita tidak pernah bertemu sebelumnya, tapi rasanya… di kehidupan lalu aku seperti memiliki hubungan yang begitu intens denganmu. Yah, yang benar saja! Kau bukan tipeku, agasshi!” lanjutnya meremehkan.
Aku berusaha menatapnya sesadis mungkin walaupun hatiku sedikit berbunga-bunga mendengar ucapannya tadi. Ternyata dia juga memiliki perasaan yang sama sanehnya denganku.
“Dengar Cho Kyuhyun,” ujarku penuh tekanan. Aku memejamkan mataku sesaat, mencoba menjernihkan pikiran. Aku merasakan kepuasan yang aneh melandaku saat aku menyebut namanya. Ini benar-benar gila! “Siapapun kau, dulu ataupun sekarang, aku sama sekali tak berminat sedikitpun untuk menghabiskan hari-hariku dengan suami sepertimu! Jadi lebih baik kau batalkan saja perjodohan ini sekarang juga!”

***

KYUHYUN’S POV

Yang benar saja! Aku tidak akan membatalkan pernikahan hanya karena yeoja ini menolak untuk kunikahi.
“Asal kau tahu saja, aku juga sama tidak tertariknya denganmu. Tapi ini juga menyangkut keberlangsungan hidupmu sendiri, Hye-Na~ya.”
“Apa maksudmu?”
“Yah, aku dijodohkan denganmu untuk mendapat keturunan yang akan menjadi pewaris perusahaan ayahku.”
Dia menatapku syok.
“KETURUNAN?!” teriaknya dengan wajah murka. “AKU SAMA SEKALI TIDAK SUDI DISENTUH OLEHMU!”
“Aku juga tidak sudi menyentuhmu,” ujarku dingin.
Dia melemparkan tatapan jijik ke arahku sambil berusaha menenangkan diri.
“Oke, teruskan,” pintanya.
“Melihat reaksimu tadi, sudah dipastikan kita tidak akan memperoleh keturunan. Yah, menurutku penderitaan dengan menikahimu saja itu sudah lebih dari cukup, jadi aku sama sekali tidak akan menuntut apa-apa, asal kau tidak memperburuk imejku saja di depan wartawan.”
“Memangnya kau tidak bisa mengurus perusahaanmu sendiri?”
“Aku tidak tertarik jadi pengusaha. Aku hanya punya dua pilihan, menikah denganmu atau berhenti menjadi penyanyi. Dan tentu saja aku memilih yang pertama.”
“Dengan merelakan seumur hidupmu menikah dengan orang yang sama sekali tidak kau cintai?”
“Jika aku sednag sial mungkin aku bisa menyukaimu,” ujarku enteng.
Dia menatapku marah tapi memilih melempar pertanyaan lain.
“Lalu apa hubungannya denganku?”
“Ayahku memiliki 30% saham di perusahaanmu.”
Aku tidak melanjutkan penjelasanku tapi dia dengan cepat mengerti kemana arah pembicaraan ini.
“Sial!” umpatnya pelan.
“Jadi?”
“Oke, oke, baik! Dengan syarat sedikitpun kau tidak boleh menyentuhku lagi!”

***

HYE-NA’S POV

“Memangnya aku tidak mahir mencium, ya?” tanyanya sambil memegang pipiku, memaksaku menatap matanya.
Terlalu mahir, jawabku dalam hati.
Aku memalingkan wajahku lalu dengan salah tingkah menjauh darinya.
Dia tertawa kecil dengan tampang yang jelas-jelas menggodaku. Aku tidak tahu harus berbuat apa saat tiba-tiba bel rumahku berdering menyelamatkanku.
Aku menghela nafas lega sambil bergegas membuka pintu. Kyuhyun mengikuti, tertawa-tawa di belakangku.
“Calon mertua datang,” bisiknya di telingaku.
Aku mendelik menatapnya, memutar kunci lalu membuka pintu. Sepasang suami istri separuh baya berdiri berdampingan, tersenyum ramah kepadaku. Melihat mereka aku mau tidak mau juga balas tersenyum. Mereka kelihatannya baik sekali, tidak seperti anak mereka yang menyebalkan ini.
“Annyeonghaseyo, ajjushi, ajjumma, silahkan masuk!” ujarku sambil menyingkir untuk memberi jalan.
Ibu Kyuhyun merangkulku, menggiringku masuk bersama mereka. Sekilas aku terkesima dengan wajah keibuannya. Sepertinya perjodohan ini tidak akan seburuk yang aku kira.
Kami duduk di meja makan. Aku merutuk di dalam hati, kenapa aku harus mendapat tempat di samping Kyuhyun? Dan yang paling sial adalah aku jadi tidak bisa makan karena terlalu sibuk meredakan detak jantungku yang menggila.
Aku meliriknya dari sudut mataku dan langsung terkesiap saat mendapatinya juga melakukan hal yang sama. Dia tampak kaku dan gelisah. Matanya menatapku heran dan sedetik aku merasa yakin dia sama gilanya denganku.

***

KYUHYUN’S POV

Aku mengaduk-aduk makananku tanpa selera, sibuk bertanya-tanya dalam hati seberapa hebatnya gadis ini sampai bisa membuatku tidak waras seperti ini. Kenapa seolah-olah dia mendadak jadi bagian penting dalam hidupku? Seolah-olah aku begitu merindukannya. Seolah-olah aku telah mencintainya seumur hidupku.
“Kyuhyun sepertinya sudah tidak sabar untuk menikahimu, Hye-Na~ya, makanya dia meminta kami cepat-cepat datang kesini untuk melamarmu.”
Aku mendelik menatap ibuku. Membuatku malu saja.
“Bagus itu!” ujar ayah Hye-Na sambil tersenyum lebar ke arahku. Aku membalas senyumnya dan beralih menatap Hye-Na, penasaran dengan reaksinya. Dia balas memandangku. Wajahnya begitu datar tanpa ekspresi.
“Jadi kalian mau langsung menikah atau tunangan dulu?” Tanya ibuku tiba-tiba.
“Menikah,” ujar Hye-Na di luar perkiraanku.
Aku berusaha membaca raut wajahnya, tapi tetap saja tidak ada reaksi apapun di wajahnya.
“Bagaimana kalau bulan depan? 3 minggu sepertinya cukup,” kata ibuku mendadak bersemangat.
Ayahku mengangguk setuju.
“Bagaimana, Hye-Na~ya?” tanya ayahnya.
“Terserah. Aku ikut saja.”

***

HYE-NA’S POV

Mereka sudah pulang sekitar setengah jam yang lalu, tapi aku masih saja duduk terpekur di atas ranjangku. Melayangkan pikiran ke tahun-tahun sebelumnya. Saat Eunhyuk mengungkapkan perasaannya terhadapku di depan murid satu sekolahan saat malam pesta dansa kelulusan…. Betapa dalam perasaanku dulu padanya….
Dulu? Aku bahkan tidak tahu kenapa aku menggunakan kata dulu untuk perasaanku padanya. Memangnya sekarang kenapa? Perasaanku sekarang kenapa? Atau aku memang tidak pernah punya perasaan apa-apa terhadapnya?
Jauh dalam lubuk hatiku, aku tahu aku tidak pernah mencintainya. Seolah-olah hatiku sudah dipesan untuk seseorang. Seolah-olah aku sedang menunggu seseorang datang untuk mengambil hatiku.
Aku mulai 100% yakin bahwa aku pasti amnesia, bahwa aku melupakan sesuatu yang paling penting dalam hidupku. Tapi apa? Karena kalau namja itu memang orang terpenting dalam hidupku, dia pasti akan mengenaliku, kan? Masa dia juga amnesia?
Appaku mengetuk pintu kamarku dari luar.
“Masuk,” ujarku.
Beliau membuka pintu lalu masuk ke dalam dan duduk di sampingku. Dia mengusap rambutku pelan, membuatku tidak tahan untuk tidak menyurukkan wajahku di dadanya. Memeluknya erat-erat. Aku suka sekali wangi tubuh appaku. Sangat khas.
“Kau yakin, Hye-Na~ya?”
Aku mendongakkan kepala, menatapnya lalu mengangguk.
“Anak baik. Tapi kenapa kau cepat sekali berubah pikiran? Apa karena dia tampan?” canda appaku, membuatku tertawa kecil.
“Salah satunya,” ujarku.
“Lalu yang lain?”
“Yang lain? Entahlah. Rasanya aneh. Aku ingin saja menikah dengannya.”
Appaku tersenyum lalu menepuk-nepuk punggungku lembut.
“Eunhyuk bagaimana?”
Aku menghela nafas mendengar nama itu disebut. Aku sudah memikirkannnya dari tadi tapi tetap saja tidak ada jalan keluar.

***

Aku menunduk, pura-pura memperhatikan jariku yang saling bertaut. Aku takut sekali mendengar reaksi Eunhyuk setelah aku memberitahunya bahwa aku akan menikah dengan orang lain. Dia tidak bertanya dengan siapa dan aku juga tidak berniat memberitahunya dengan siapa aku akan menikah. Dia hanya diam dan itu membuatku gila!
“Aku mohon bicaralah,” pintaku setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan.
“Kau mau aku bicara apa? Kau mau aku melepaskanmu? Kau tahu aku tidak akan sanggup, Hye-Na,” ujarnya dengan nada begitu putus asa.
Aku mengangkat wajah untuk menatapnya, mencelos saat menyadari kekagumanku dulu menghilang begitu saja, seolah-olah perasaan itu tidak pernah singgah sedikitpun.  Yang ada sekarang hanyalah rasa tidak enak hati karena aku harus melukai perasaannya.
Dia dulu pernah dihukum karena terlambat saat hari pertama kuliah hanya karena aku meninggalkan atribut OSPEK-ku di rumah dan dia rela menjemputnya demi aku. Dia pernah memberikan makalahnya untukku hanya karena aku lupa membuatnya sehingga dia harus membuat tugas itu dua kali lipat sebagai hukuman. Dia mengisikan kertas ujianku saat aku lupa kalau hari itu ada kuis mendadak, sampai-sampai dia mendapat nilai terendah di kelas karena ujiannya sendiri tidak selesai. Dia rela tidak tidur semalaman untuk menemaniku mengobrol di telepon, padahal waktu itu aku tahu dia kelelahan karena siangnya dia harus membantu bibinya mengurus pernikahan sepupunya. Dan masih ada banyak lagi pengorbanannya untukku. Untuk keegoisanku.
“Kau mencintainya?” tanyanya tiba-tiba.
“Sama sekali tidak.”
“Lalu?”
“Aku hanya harus menikah dengannya, Eunhyuk~a.”
“Tapi kenapa, Hye-Na~ya?” sergahnya.
Aku menggeleng. Aku sudah memutuskan dia tidak perlu tahu alasannya. Alasan sintingku.
“Kau mau aku melepaskanmu?” tanyanya lagi.
Perlahan aku mengangguk.
“Baiklah.”
Nada suaranya terdengar biasa-biasa saja, tapi aku tahu betapa hancurnya dia. Aku bangkit berdiri. Memangnya apa lagi yang aku harapkan disini selain tambah menyakiti hatinya?
“Aku pergi,” pamitku lalu melangkah keluar dari kafe, meninggalkannya sendirian.
Apa aku akan mendapatkan karma?
Sesampainya di mobil HP-ku berbunyi nyaring, menandakan ada sms masuk.
Tetaplah bersinar, jagi~ya…. Jaga dirimu baik-baik….

-Eunhyuk-

***

KYUHYUN’S POV

Aku mendongak saat mendengar pintu apartemenku dibanting keras oleh adikku. Aku melempar majalah yang sedang kubaca ke atas meja lalu mendelik ke arahnya.
“Kau kenapa?”
Dia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa dengan wajah suntuk, tidak mengacuhkan pertanyaanku. Kelihatan sekali kalau dia sedang patah hati.
Aku ingat betapa dia dulu menyanjung-nyanjung gadis yang menjadi pacarnya 4 tahun terakhir ini. Gadis itu cantiklah, baiklah, dan berbagai hal lain yang membuatku sangat penasaran dengan gadis yang begitu dicintainya itu. Dia bersikap seakan-akan gadis itu baru turun dari kahyangan. Seorang biudadari yang menjelma menjadi rakyat jelata. Dan seperti kisah cinta tragis lainnya, dia sedang merana sekarang.
“Masih tersisa tempat untuk menerima kabar buruk tidak?” tanyaku.
Dia mengangkat wajahnya lalu menatapku heran.
“Kau memang tidak pernah menceritakan hal-hal yang baik padaku!” ujarnya sewot.
“Aku akan menikah.”
Kali ini dia menatapku kesal.
“Itu berita bagus, tolol! Kau akan menikah sedangkan aku ditinggal kawin oleh pacarku sendiri!”
“Oh, kasihan sekali kau!”
“Aku penasaran sekali dengan namja itu! Aku mendapatkannya dengan susah payah tapi namja itu dengan begitu mudah bisa menikah dengannya.”
“Memangnya kalau bertemu dengannya kau mau apa?”
“Berlutut di hadapannya agar dia menyerahkan lagi bidadari itu padaku.”

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar