Senin, 24 Januari 2011

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 2

 Source : Sapphireblueoceanforsuju

 

HYE-NA’S POV

Sudah lewat tengah malam dan aku masih belum bisa memejamkan mata. Aku sudah tidak waras sepertinya dan ini semua gara-gara dia! Sial, bagaimana mungkin Tuhan menciptakan manusia seperti itu?!
Aku masih ingat kata-katanya tadi. Semuanya terekam jelas di ingatanku. Aku bisa mengingat semua kata-kata yang keluar dari bibirnya dengan sangat jelas.
“Aku sudah menemukanmu dan kalau itu sudah terjadi, tidak ada lagi alasan untuk melepaskanmu.”
Dan kemudian dia pergi begitu saja. Huh, aku benar-benar berharap dia lenyap sekalian. Tidak, aku bohong. Aku masih ingin melihatnya lagi. Bahkan aku berharap dia benar-benar melaksanakan ucapannya itu dan muncul lagi di hadapanku. Aaaargh, tidak!!!!!!!!!!!!!!! Jangan-jangan aku terkena sindrom love at the first sight!!!!!!!!
Sial, ini benar-benar berbahaya!
***
Aku terbangun dalam kondisi mengenaskan. Mataku tidak bisa membuka saking mengantuknya. Bahkan semua hal aku kerjakan dalam keadaan setengah sadar.
Aku sedang menguap lebar saat wali kelasku masuk ke dalam kelas bersama Park songsaengnim, guru kesenian yang mengajar kami hari itu.
“Ada pengumuman, anak-anak! Hari ini 2 orang murid baru pindah ke sekolah ini dan masuk ke kelas kalian. Ibu harap kalian bisa memperlakukan mereka dengan baik!”
Aku menatap wali kelasku itu dengan heran. Dia berbicara seolah-olah sedang terhipnotis. Senyum sinting menghiasi wajahnya. Tidak biasanya dia seperti itu. Seolah-olah murid baru itu adalah Edward Cullen saja!
Lalu mereka berdua masuk dan… sepertinya konstelasi jagad raya sedang berantakan sekarang. Tidak ada suara sedikitpun dari ruangan ini saat mereka berdua melangkah masuk. Aku baru tahu seperti apa jelmaan dewa-dewi itu. Benar-benar mempesona dan mengagumkan.
Dan sepertinya dia benar-benar menyebalkan sekarang! Tidak seharusnya seorang namja terlihat begitu… begitu menyilaukan mata hanya dengan mengenakan seragam sekolah!
Dan sialnya, dari awal dia masuk kelas, matanya yang tajam tidak mau beranjak sedikitpun dari wajahku. Seolah-olah aku adalah bidadari dari kahyangan yang membuatnya terpesona. Puih, tentu saja tidak! Mungkin ada kotoran di wajahku!
Aku baru berniat memeriksanya saat tiba-tiba dia berjalan ke arahku dan berhenti di samping mejaku. Dia memalingkan wajahnya dariku dengan malas, seolah-olah dia sangat enggan untuk melakukan hal lain selain menatap wajahku. Huh, aku benar-benar memalukan! Mana mungkin makhluk semempesona ini terkagum-kagum melihatku? Ya, Hye-Na, sadar!!!!
Dia menatap Chae-Rin, teman sebangkuku, sambil memberikan senyum yang bisa membuat yeoja manapun meleleh seketika.. aku bisa melihat bahwa Chae-Rin benar-benar terpukau melihat namja itu.
“Bisakah aku duduk di tempatmu? Tak ada yang lebih kuinginkan selain duduk di samping gadis ini,” ujarnya dan dengan senang hati kembali menatapku. Huh, sepertinya otakku benar-benar harus diperiksa. Mungkin saat ini aku masih setengah sadar karena mengantuk.
Chae-Rin masih terpaku, silau dengan ketampanan namja di hadapannya.
“Kumohon….”
Suaranya begitu menggoda sehingga Chae-Rin mengangguk dan pindah ke kursi kosong di belakang kami, masih dengan tatapan yang tak bisa lepas dari wajah tampan itu.
Siswi baru tadi mengambil tempat di belakangku, di samping Chae-Rin. Aku baru melihat wajahnya dengan jelas sekarang. Dia gadis yang sangat cantik. Tak heran saat aku menoleh, semua namja di kelas ini sedang menatapnya terpesona.
Aku berbalik menatap namja di sampingku yang sedang menatapku dengan penuh minat.
“Kenapa kau ada disinii?” tanyaku ketus.
“Mengejarmu,” ujarnya enteng.
“Kenapa kau tidak duduk saja dengan pacarmu?”
“Dia bukan pacarku.”
Seseorang menyentuh pundakku dari belakang, membuatku menoleh dan seketika menatap wajah cantik yang sedang tersenyum kepadaku.
“Hai, aku Ji-Yoo! Choi Ji-Yoo. Senang bertemu denganmu! Kau benar Kyuhyun~a, dia benar-benar cantik!” ujar gadis bernama Ji-Yoo itu penuh semangat sambil menoleh memandang namja itu.
Apa? Aku cantik? Yang benar saja! Aku seperti itik buruk rupa bila disandingkan dengan gadis ini!
Aku mendelik menatap namja itu dan tanpa berpikir aku bertanya, “Kau kenapa mengejarku sampai kesini?”
“Ah, alasanku bukankah sudah sangat jelas? Aku menyukaimu,” ucapnya ringan tanpa beban.
“Kalian akan menjadi pasangan yang paling sempurna!” dukung Ji-Yoo.
Sepertinya dua orang ini benar-benar sudah tidak waras. Aku memutuskan untuk mengacuhkan mereka berdua dan memperhatikan Park songsaengnim, dan seperti biasa, kelas ini benar-benar ribut. Pria separuh baya itu hanya menempelkan sebuah gambar pemandangan di depan dan menyuruh kami menggambarnya semirip mungkin.
Aku mengeluarkan buku gambar dari dalam tas dan mulai menggambar. Aku suka menggambar. Benar-benar menyenangkan. Tapi konsentrasiku dalam 10 menit pertama langsung buyar karena dari tadi Kyuhyun menghabiskan waktunya hanya untuk menatapku.
“Apa yang kau lakukan?” semprotku.
“Memandangmu,” katanya jujur.
“Bukankah lebih baik kau mengerjakan tugas?”
“Aku sudah selesai dari tadi,” ujarnya sambil mengangkat sketsa gambar pemandangan yang telah selesai dibuatnya. Gambar itu bahkan jauh lebih indah daripada aslinya.
“Wow!” Aku menatapnya kagum.
Namja itu tersenyum dan membalik halaman buku gambarnya lalu menunjukkannya padaku. Sepintas gambar yeoja di kertas itu sangat mirip denganku. Hanya saja dalam kondisi seribu kali lipat lebih cantik. Rambut ikalku digerai dan berponi. Wajahku tanpa kacamata dan aku mengenakan gaun putih yang berkibar ditiup angin. Persis seperti bidadari.
“Kau suka? Begitulah wujudmu di mataku.”
Aku menatap Kyuhyun.
“Pernahkah kau berpikir untuk memeriksakan otakmu ke rumah sakit jiwa? Aku tidak akan pernah terlihat secantik itu!”
Kyuhyun mengerutkan keningnya.
“Aku tahu kau lebih cantik dari ini, tapi maaf kalau lukisanku begitu jelek sampai kau tidak menyukainya,” ujarnya serius. Aku bisa menarik satu kesimpulan. Namja ini benar-benar sudah gila!
“Oh, ayolah! Kau bisa membuatku gila kalau kau tidak memaafkanku!” pintanya.
“Kau memang sudah gila!” ujarku, tanpa sadar tertawa kecil.
Demi Tuhan! Aku tertawa?! Astaga!
Aku melihat tubuh Kyuhyun menegang, wajahnya terkesima melihatku seperti tidak ada hal indah lain di atas dunia yang bisa dilihatnya selain senyumanku.
***
KYUHYUN’S POV

“Kau memang sudah gila!” ujarnya sambil tertawa kecil.
Dan aku langsung kehilangan focus. Tubuhku menegang dan aku benar-benar terkesima melihatnya. Tidak ada hal lain yang lebih indah selain selain kesempurnaan di hadapanku ini. Demi Tuhan! Gadis ini benar-benar membuatku gila! Bagaimana mungkin seluruh pusat tata surya bergabung dalam satu wujud indah bernama Hye-Na?
Aku mengulurkan tangan dan menyentuh pipinya dengan jari telunjukku. Aku benar-benar melakukannya dengan hati-hati, seakan-akan dia bisa pecah berkeping-keping karena sentuhanku. Kulitnya selembut sutera dan aku suka semburat merah yang muncul saat aku menyentuh pipinya. Dunia benar-benar tidak adil! Membuatku kehilangan kendali seperti ini!
Aku mendekatkan wajahku agar bisa menatap wajahnya, mempelajarinya secara mendetail. Matanya yang indah dinaungi bulu mata panjang yang tebal dan lentik. Kacamata itu tidak bisa menyembunyikan mata hitamnya yang mempesona. Hidungnya mancung dan benar-benar….
“Pernahkah ada yang memberitahumu bahwa kau begitu cantik sehingga tidak ada pria yang bisa mengalihkan tatapannya sedikitpun darimu?”
***
HYE-NA’S POV

Dia mengulurkan tangannya ke arahku dan sesaat kemudian telunjuknya sudah membelai pipiku dengan begitu lembut dan hati-hati. Seolah-olah aku bisa terluka karena sentuhannya. Dan pada saat itu pula aku kehilangan akal untuk mengingat bagaimana tepatnya cara agar aku tetap bisa bernafas?
Dia mendekatkan wajahnya, mempelajari setiap detail wajahku dengan cermat. Aku bahkan tidak peduli dimana kami sekarang berada asalkan aku tetap bisa memandang kesempurnannya.
“Pernahkah ada yang memberitahumu bahwa kau begitu cantik sehingga tidak ada pria yang bisa mengalihkan tatapannya sedikitpun darimu?” tukasnya tiba-tiba, membuat paru-paruku tiba-tiba berhenti berfungsi.
Aku begitu terpana sampai-sampai tidak bisa menggerakkan lidahku sendiri. Dia tidak main-main dengan ucapannya. Nadanya terdengar begitu serius.
“Hei, Kyuhyun!” panggil Ji-Yoo dengan nada geli. “Kau membuat seluruh murid kehilangan fokus!”
Enggan, aku memalingkan wajah dari ketampanannya dan memperhatikan semua orang yang sedang melongo menatap kami berdua.
“Oh, maaf!” ucap Kyuhyun, nyengir menatap semua orang.
Aku bisa melihat dari sudut mataku, bahwa semua yeoja di kelasku terlalu sibuk menatap wajah Kyuhyun, dan sama sepertiku, mereka juga tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan seorang namja bernama Kyuhyun ini.
10 menit kemudian bel istirahat berbunyi. Celoteh para murid terdengar disana-sini. Dan aku sama sekali tidak terkejut mendapati segerombolan yeoja berbisik-bisik di depan kelasku sambil menunjuk-nunjuk Kyuhyun.
Berusaha mengacuhkan mereka, aku menyelinap keluar dari kelas dan secepat mungkin pergi ke kantin. Mengambil tempat di sudut, seperti biasa.
Aneh, kantin setengah kosong hari ini. Padahal biasanya sulit sekali mencari tempat kosong disini. Ah, mungkin gara-gara para yeoja berkumpul di kelasku untuk melihat Kyuhyun.
Selama ini tak ada yang berani cari gara-gara dengan mencoba menyerobot tempat dudukku. Mungkin saja karena tampangku yang tampak cukup mengerikan.
Aku memikirkan kejadian tadi. Bagaimana mungkin aku tertawa hanya gara-gara namja gila itu?
“Hai!”
Ugh, suara itu lagi! Dengan malas aku mengangkat wajah dan seketika mendapati dua kesempurnaan di hadapanku.
“Hye-Na, kami boleh duduk disini, kan? Tempat lain sudah terisi penuh.” Kali ini giliran Ji-Yoo yang bicara. Matanya menatapku. Memohon.
“Terserah kau sajalah,” ujarku enggan.
Ji–Yoo mengambil tempat di sampingku sedangkan Kyuhyun duduk tepat di hadapanku.
“Kau tidak mau Tanya sesuatu?” Tanya Ji-Yoo semangat. Sekilas aku melihat Kyuhyun memberikan tatapan memperingatkan padanya.
“Sudahlah Kyuhyun~a, dia juga perlu tahu!” protes Ji-Yoo.
“Apa?” tanyaku penasaran.
“Menurutmu kami ini apa?” Ji-Yoo balik bertanya.
“Vampir,” sahutku tanpa berpikir.
Memangnya apa lagi? Cirri-ciri mereka sudah cukup membuktikan. Kecuali kulit mereka yang tidak putih pucat seperti tulang. Kulit mereka putih, tapi masih dalam taraf kewajaran.
Ji-Yoo tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku. Dia baru menghentikan tawanya saat sadar kami menjadi pusat perhatian.
“Biar aku yang menjelaskan,” ujar Kyuhyun. Dan tiba-tiba saja perasaanku jadi tidak enak.
***
KYUHYUN’S POV

“Kami bukan vampire, Hye-Na~a. kulit kami tidak pucat. Wajah kami tidak semenawan mereka. Bukannya sombong, tapi kami berdua adalah yang paling rupawan di kaum kami. Yang lainnya tidak jauh beda dengan kalian manusia. Hanya kami berdua yang mencolok.”
Dia menatapku.
“Lalu apa kau sebenarnya?” tanyanya.
“Kami curare.”
Dan seperti yang sudah kutebak, dia tidak memberikan reaksi apa-apa. Belum.
Lalu aku menceritakan semuanya. Sedetail mungkin agar dia bisa mengerti. Dan sepertinya dia benar-benar mengerti. Tapi tetap saja aku cemas menantikan reaksinya.
“Curare? Sepertinya kalian ganas sekali. Aku tidak bisa membayangkan kau membunuh orang, Ji-Yoo~a!”
“Oh, kau tidak tahu saja!” seru Ji-Yoo.
Dan Hye-Na kembali menatapku.
“Kau tinggal menemukan jantung, kan? Apakah kau sudah menemukannya?” tanyanya penasaran.
Aku mengangguk pelan sambil menatapnya lekat. Dan aku melihat pemahaman melintas di wajahnya.
“Aku the sweetest rose-mu?” tanyanya pelan.
Aku hanya menatapnya, sama sekali tidak mengangguk. Tapi dia mengerti.
“Aku pikir curare tidak mengajak calon korbannya bicara.”
“Sebelumnya korbannya laki-laki semua dan tiba-tiba saja organ vital terakhir yang dibutuhkannya milik seorang perempuan. Tentu saja dia kaget. Baumu benar-benar menyengat untuknya,” jelas Ji-Yoo.
“Tapi tetap saja seharusnya dia tidak mendekatiku!” protesnya.
“Sialnya Hye-Na, kau adalah mukjizat pribadiku.”
***
HYE-NA’S POV

“Sialnya Hye-na, kau adalah mukjizat pribadiku!”
Cukup! Aku sudah cukup gila hari ini! Mungkin kedua makhluk ini sudah sinting! Aku bisa saja menolak pengakuan mereka. Mana ada makhluk bernama curare di atas dunia ini? Yang benar saja! Otak mereka berdua pasti sudah kacau!
“Sinting!” umpatku.
Dan tanpa pikir panjang aku bergegas meninggalkan mereka berdua, menolak berbicara bahkan menatap mereka di kelas. Aku bahkan langsung melesat keluar kelas saat bel pulang berbunyi dan menaiki bus yang penuh sesak dengan manusia sambil mendesah lega karena telah terbebas dari mereka berdua.
Tapi sial! Aku tidak bisa untuk tidak mempercayai mereka saat hal ini terjadi!
“Hye-Na,” gumam Ji-Yoo. Dia sedang duduk di atas kasurku saat aku membuka pintu kamar. Bagaimana mungkin dia sampai duluan di rumahku padahal aku tak pernah menyebutkan alamat rumahku kepada siapapun di sekolah? Dan sekarang dia malah sudah berada di kamarku, menduduki kasurku seolah-olah berada di rumah sendiri! Untung saja makhluk tampan itu tidak ada disini!
“Kyuhyun tidak akan masuk ke kamar seorang gadis kalau mereka tidak mengizinkannya,” ujar Ji-yoo seakan-akan bisa membaca pikiranku.
“Kau tidak bisa membaca pikiran, kan?” selidikku.
“Maunya sih iya, tapi sayangnya tidak.”
Aku melempar tasku ke sudut dan berkacak pinggang menatapnya.
“Bagaimana kau bisa ada disini?”
“Aku tinggal memikirkan bahwa aku ingin berada di kamarmu dan tara… sedetik kemudian aku sampai. Kyuhyun kan sudah menceritakan kemampuan kami.”
“Aku lupa!” jawabku tak acuh. “jadi, apakah kau mau memberitahuku kenapa kau ada disini?”
Ji-Yoo menatapku aneh.
“Kalau aku jadi kau,” ucapnya pelan. “Aku akan meleleh mendengar semua ucapan Kyuhyun.”
“Yah, aku beruntung tidak langsung mati di tempat saat dia mengatakan bahwa aku adalah the sweetest rose-nya!” teriakku.
“Hye-Na, kau tahu tidak apa yang dinamakan dengan takdir? Bukan salahnya kalau ternyata kaulah orang yang memiliki organ vital yang dibutuhkannya. Tapi… aku bisa mengerti kalau kau tidak mau menjadi seperti kami.”
Aku masih menatapnya tanpa memperlihatkan ekspresi apapun.
“Aku mohon, Hye-Na~a!”
“Apa?”
“Dia serba salah sekarang. Dia harus membunuhmu, tapi di sisi lain dia juga tak rela menyakitimu sehelai rambut pun.”
“Kenapa?” tuntutku.
“Oh, bukankah sudah sangat jelas?” erang Ji-yoo.
“Apanya?” tanyaku tolol.
Ji-Yoo menatapku seolah-olah aku adalah orang paling idiot sedunia.
“Demi Tuhan, dia mencintaimu! Masa kau tidak tahu?”
Aku menatap Ji-Yoo tak percaya.
“Huh, yang benar saja!”
“Oh, mungkin menurutmu aneh, tapi saat mendapati bahwa kau adalah orang yang memiliki organ vitalnya yang terakhir, dia benar-benar terguncang. Dia tidak pernah berminat mendekati gadis manapun sebetulnya.”
“Lalu kenapa dia tertarik padaku?”
“Karena kau adalah gadis yang mau tidak mau harus didekatinya. Mungkin karena baumu benar-benar menyengat di hidungnya. Korban sebelumnya  hanya laki-laki yang baunya memang harum tapi tak seharum manusia yang berlawanan jenis dengannya. Dia jadi tertarik. Intinya adalah karena kau satu-satunya gadis yang benar-benar dilihatnya.”
“Hmmmmfh… sebenarnya Kyuhyun tidak tahu aku kesini. Tapi aku harus.”
“Wae?” tanyaku heran.
“Karena aku mencintainya. Dulu. Seperti gadis lain, aku juga terpukau dengan ketampanannya. Heran kenapa dia tidak bisa menyukaiku, padahal aku pikir aku sudah cukup cantik. Tapi lama-lama tidak lagi. Dia memang bersikap dingin kepada semua gadis. Yah, setidaknya aku bisa menjadi sahabatnya.” Ji-yoo menarik nafas.
“Yang ada di otaknya hanyalah secepat mungkin menjadi manusia. Dia yang paling hebat di antara kami. Bayangkan, 9 organ vital hanya dalam waktu 7 tahun! Dia benar-benar seperti orang gila mencari jantungnya. Dan saat dia menemukannya….” Ji-yoo diam sesaat. “Kau tahu lanjutannya. Waktunya tinggal 4 bulan lagi. Tepat di ulang tahunmu yang ke-17. Sebenarnya….”
“Apa?”
“Dia memilih mati. Kau tahu, kematian sangat menakutkan bagi kami. Tapi dia… yah aku tidak keberatan kalau harus memakannya.” Ji-yoo bergidik. “Aku tidak menyalahkanmu. Kau pasti tidak mau menjadi monster. Yah, siapa yang mau? Tapi tolonglah… saat kau menjadi curare, aku masih harus menemukan 5 organ vital lagi. Aku akan membantumu bertahan,” pinta Ji-Yoo dengan tatapan memohon.
“Pikirkan baik-baik, Hye-Na.”
***
Aku berguling kesana kemari di atas tempat tidurku. Lagi-lagi aku tidak bisa tidur.
Apakah aku mencintainya? Tapi untuk alasan apa? Masa hanya karena dia namja tertampan yang pernah aku lihat sepanjang umurku? Yang benar saja! Klise sekali alasanku!
Aku harus menemukan alasan yang cukup waras agar aku bisa menyerahkan hidupku untuknya.
Karena dia bisa membuatku tertawa mungkin? Huh, benar-benar menyebalkan!
***
KYUHYUN’S POV

Pagi ini aneh sekali. Seperti mimpi. Tiba-tiba saja dia tersenyum padaku. Aku sampai-sampai harus menenangkan diri dulu beberapa saat agar bisa membalas senyumnya.
“Apa kau tidak takut padaku?” tanyaku hati-hati.
“Takut apa?” tanyanya polos.
“Aku akan membunuhmu,” geramku.
“Ya sudah, bunuh saja!” ujarnya semangat. “Tapi sayang ini masih tanggal 18,” lanjutnya sambil nyengir.
“Aku tidak bercanda, Hye-Na~a!”
“Aku juga tidak, oppa!”
“Oppa? Apa yang terjadi padamu dalam waktu 24 jam, hah?” tuntutku.
Dia mengerlingkan matanya sambil tertawa.
“Apa yang akan terjadi kalau sekarang kau menciumku?” tanyanya masih dengan senyum lebar tersungging di bibirnya.
“Kau gila!” desisku.
“Aku akan lenyap karena sekarang bukan tanggal 15.” Dia menjawab sendiri pertanyaannya tadi. “Tapi apakah satu bulan lagi kau akan menciumku?” tuntutnya lagi.
“Itu sayangnya, tidak pernah terlintas di benakku!”
“Oh, mulai sekarang kau harus memikirkannya. Aku tidak keberatan kalau harus menjadi curare.”
Ucapannya membuatku naik pitam. Aku mendorongnya sampai tersudut ke dinding dan meletakkan kedua tanganku di sisi kepalanya. Penuh intimidasi.
“Dengar, Hye-Na~a, aku lebih memilih mati daripada menciummu!”
***
HYE-NA’S POV

Ada satu hal yang benar-benar aku yakini sekarang. Aku bersedia mati untuk namja yang baru aku kenal selama 3 hari. Kelihatannya aku benar-benar sudah gila!
Tapi namja itu… sayangnya tidak berniat sedikitpun untuk mengakhiri hidupku. Ya sudahlah, dia saja yang bodoh! Lebih baik aku menyelamatkan diriku hari ini. Pengambilan nilai olahraga yang seharusnya kemarin ditunda hari ini. Dan aku masih belum bisa menguasainya.
Kyuhyun mendekatiku. Tiba-tiba saja dia menarik lepas ikatan rambutku lalu mulai merapikan rambutku dan mengikatnya lagi dengan rapi.
Berada dalam dekapan tubuhnya yang wangi membuatku kehilangan akal sehat. Sepertinya dia sengaja sekali mengambil posisi ini. Mengikat rambutku sambil menatap wajahku tanpa henti.
“Rambutmu tadi awut-awutan sekali, Na-Ya,” gumanya. Na-Ya? Dia memanggilku Na-Ya? OMO, aku tidak boleh pingsan sekarang!
Dia menjulurkan tubuhnya sedikit hingga wajah kami hanya berjarak lima senti.
“Berjuanglah. Kalau kau berhasil aku akan memikirkan ucapanmu tadi,” bisiknya di telingaku.
“Pegang ucapanmu!” ucapku tegas.
***
Hari yang indah! Aku bisa memasukkan 2 dari 3 bola ke keranjang. Aku menghampiri Kyuhyun, nyaris melompat-lompat di sepanjang jalan.
“Bagaimana?”
“Hebat,” pujinya.
“Jadi?”
“Apa?” tanyanya polos.
“Kau bilang kau akan memikrkan permintaanku!”
“Aku bilang aku akan memikirkannya kalau kau berhasil memasukkan semua bola ke dalam keranjang. Tapi kau gagal memasukkan bolayang terakhir.”
“Kau curang! Bisa memasukkan 2 dari 3 saja sudah hebat sekali untukku! Bilang saja kalau dari awal kau memang tak berniat memikirkannya!” protesku.
“Baru kau satu-satunya yang bersedia menjadi monster dengan penuh semangat,” ujarnya geli.
“Aku tidak main-main, oppa! aku tidak mau kau mati!”
“Memangnya kenapa kalau aku mati?”
“Oh, yang benar saja! Bukankah sudah jelas sekali?”
“Apa?”
Just simply. You die, I die.
***
KYUHYUN’S POV

Demi Tuhan! Apa yang diucapkannya baarusan?
“Na-Ya, kau masih waras, kan?”
“100%.”
“Aku….”
“Oh, tenang saja oppa, aku belum gila,” potongnya. “Hanya mengungkapkan perasaan saja.”
“Tapi….”
“Masa kau menolakku? Kau masih punya waktu 4 bulan untuk memikirkannya, aku tidak buru-buru,” bujuknya.
“Aku memang tergila-gila padamu, tapi kau masih berhak mendapatkan pria lain yang lebih normal dariku.”
“Tapi menurutku satu-satunya hal yang eksis di bumi hanya kau!”
Apa lagi sekarang? Gadis ini benar-benar sudah gila!
“Na-Ya, kau tidak tahu apa yang akan menimpamu. Mungkin kau melihat aku dan Ji-Yoo baik-baik saja, tapi itu hanya kulit luar, Na-Ya.”
“Kalau kau dan Ji-Yoo bisa bertahan kenapa aku tidak?” tuntutnya.
Aku hanya bisa mengeluh putus asa dengan kengototannya.
“Lagipula oppa, hari ulang tahunku yang ke-17 akan menjadi malapetaka seumur hidup kalau kau mati,” lanjutnya lagi.
Aku geleng-geleng kepala melihatnya.
“Nikmati saja! Hidup itu tidak mudah, kan?” ujarnya nyengir.
“Boleh nanti malam aku ke rumaahmu? Kita harus membicarakan ini,” ucapku serius.
“Jam berapa?”
“Jam berapa ayahmu ada di rumaah?” tanyaku balik.
“Biasanya jam 7. Memangnya kenapa?”
“Aku kesana jam segitu.”
“Tapi kenapa harus ada ayahku?”
“Oh, bukankah lebih baik ada ayahmu untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan?”
“yang benar saja!” tukasnya.
“Masalahnya Na-Ya, akan sangat sulit sekali mengendalikan diri kalau kita hanya berdua.”
“Bagus sekali! Jadi tanggal 15 besok aku akan membuatmu kehilangan kendali!”
***
HYE-NA’S POV

Aku melenguh kesal. Aku sudah mengacak-acak lemariku sejak pulang sekolah tadi, tapi tetap saja tidak ada satu baju pun yang pantas kukenakan nanti. Benar-benar terlambat untuk menyesal karena keteledoranku yang tidak pernah memperhatikan penampilan. Apa sekarang? Bajuku hanya kaus oblong dan celana jins belel. Tidak ada pilihan lain.
Aku mengambil tank-top hitam dan pashmina kesukaanku. Satu-satunya baju bagus yang aku punya. Kalau kau mau tahu, aku tak pernah keluar rumah, makanya tidak punya baju bagus.
Aku memadukan keduanya dengan bawahan celana jins pendek. Oh ya sudahlah, toh dia tidak akan komentar. Jadi kenapa harus aku yang repot?
Aku membiarkan rambutku tergerai dan member bandana di atasnya. Memakai make-up tipis seperti biasa, tidak berniat untuk berdandan habis-habisan. Kalau dia memang menyukaiku, seharusnya dia mau menerimaku apa adanya.
Tapi kali ini aku melepas kacamata tebalku. Sebenarnya mataku normal-normal saja, hanya ingin memberi kesan bahwa aku orang yang jenius. Hahaha….
Hmmmmfh… satu masalah selesai tapi masalah lain datang. Aku terlalu gugup!!!!!!!!!! Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku meremas-remas tanganku cemas sambil melihaat ke pagar rumah. Aku duduk di teras, berharap bisa melihat kedatangannya.
10 detik lagi, batinku sambil melirik jam tangan. Itu kalau dia tepat waktu.
5, 4, 3, 2, 1….
Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di depan pagar rumahku. Dia mengacak-acak rambutnya sambil nyengir.
“Maaf, aku tidak tahu kau menunggu disini. Apa aku mengejutkanmu?” tanyanya sopan.
Aku menggeleng pelan, sudah terpesona lagi dengan ketampanannya.
“Kita serasi sekali, Na-Ya,” bisiknya di telingaku.
Aku menatapnya, memperhatikan penampilannya dengan cermat. Jujur saja, aku sebenarnya tidak pernaah memperhatikan apa yang dipakainya. Terlalu sibuk dengan wajahnya kurasa. Oh, kalau kau jadi aku, 100% matamu tidak akan tertarik lagi kepada hal lain, kecuali wajahnya.
Ngomong-ngomong serasi, warna baju kami sama. Dia memakai kemeja hitam dan celana jins. Dan rambutnya, aku suka sekali dengan caranya menyentuh rambut, keren sekali kelihatannya.
Lalu aku menatap matanya lagi, mata yang sedang menatapku terpesona.
“Mana kacamatamu?” tanyanya selama beberapa saat.
“Eh, mataku normal sebenarnya. Boleh Tanya sesuatu?”
Dia mengangguk.
“Kau lebih suka penampilanku yang mana?”
“Aku menyukaimu, jadi tidak akan pernah peduli seperti apapun penampilanmu. Mau kau acak-acakkan atau seperti nenek-nenek tua yang sudah reyot sekalipun, kau tetap akan kelihatan cantik di mataku. Aku suka jiwamu Na-Ya, termasuk raga yang membungkusnya. Tapi….”
“Apa?” tanyaku setengah sadar. Meleleh mendengar ucapannya.
“Bisakah besok kau pergi sekolah dengan penampilan seperti biasanya? Aku tidak ingin ada namja yang tiba-tiba menyadari kecantikanmu kemudian tertarik dan berhasil mencuri hatimu. Aku tidak ingin ada tandingan.”
Aku tertawa mendengar ucapannya. Setengah tak sadar sebenarnya. Polos sekali dia!
“Hei, oppa, walau ada tandingan sekalipun, aku pastikan 100% kau yang menang.”
“Tak tahu apa kau memang tolol atau memang benar-benar polos, mana ada orang yang lebih memilih monster daripada manusia normal?”
“Kau normal-normal saja menurutku.”
“Mengenyampingkan fakta bahwa aku bisa saja membunuhmu.”
“Banyak orang yang bisa membunuhku,” tukasku.
“Kau benar-benar keras kepala, Na-Ya!”
“Terima kasih,” ujarku nyengir.
“Mana ayahmu?”
“Di luar kota,” jawabku enteng.
“Kau tidak bilang!” desisnya marah.
“Kau hanya bertanya padaku jam berapa ayahku ada di rumah, lalu aku jawab jam 7 karena memang biasanya seperti itu. Tapi kau tidak bertanya apakah ayahku ada di rumah atau tidak.”
“Kau curang,” tuduhnya.
“Kau juga.”
Kyuhyun hanya diam.
“Kau tidak akan pulang, kan?” tanyaku cemas.
“Tidak, karena kita perlu bicara.”
“Baguslah!” ujarku lega. “Masuk?”
“Tidak, Na-Ya,” katanya memperingatkan.
“Oh, ya sudah. Aku hanya menawarkan,” ucapku sambil mengangkaat bahu.
Dia duduk di atas kursi, mencondongkan diri ke arahku. Dia pasti kelihatan mencolok sekali jika ada orang yang lewat di depan rumahku.
“Kita mau bicara apa?” tanyaku polos.
“Hidupmu.”
“Memangnya hidupku kenapa?”
“Tak sadarkah kau bahwa kau baru saja membahayakn nyawamu dengan memutuskan untuk jatuh cinta padaku?”
“Betul satu dari dua. Aku memang mencintaimu tapi tidak membahayakan hidupku.”
“Yang benar saja!” ejeknya.
“Lalu kau mau apa?” tukasku.
Dia menarik nafas panjang dan menatapku lekat-lekat.
“Bisakah kau tidak memintaku untuk menciummu?”
“Tidak,” tegasku.
“Ayolah, Na-Ya!”
“Aku bilang tidak ya tidak! Lagipula apa susahnya sih menciumku? Apa itu sangat menjijikkan untuk dilakukan?”
“Aku tidak ingin membunuhmu.”
“Siapa bilang kau membunhku? Kau hanya menjadikanku curare lalu dalam waktu beberapa tahun, jika berhasil, aku akan menjadi manusia lagi.”
“Itu kalau kau berhasil”
“Kalau tidak aku hanya akan mati. Setidaknya aku punya kenangan pernah bertemu denganmu, sedikit mengurangi rasa sakit menjelang kematian kurasa.”
Dia baru mau membuka mulut saat aku memotong ucapannya.
“Permintaanku tidak bisa diganggu gugat!” tegasku.
“Kalau begitu mudah saja Na-Ya, aku akan meninggalkanmu.”
“Oh, ya? Kita lihat saja nanti!” seruku pede. “Lagipula oppa, aku tidak yakin kau sanggup,” bisikku di telinganya.
***
KYUHYUN’S POV

Huh, dia benar-benar tahu kelemahanku! Tentu saja aku tidak sanggup meninggalkannya. Aku hanya menggertaknya tadi, berharap dia berubah pikiran. Sialnya, gadis ini benar-benar keras kepala!
Bisa saja aku mengulur-ulur waktu sampai batasnya habis. Tapi sepertinya dia lebih cerdik dari dugaanku. Benar-benar bersemangat ingin jadi monster.
“Terserah kau sajalah!” putusku.
“Oh, itu artinya kau resmi jadi milikku sekarang?” serunya girang.
Aku hanya terdiam, masih terpesona melihatnya.
“Aku benar, kan?” tanyanya memastikan.
“Aku milikmu,” ucapku tanpa sadar. Matanya benar-benar membuatku kehilangan akal sehat.
“Hah, beruntungnya aku, punya pacar tertampan di muka bumi.”
“Pembicaraan ini benar-benar merugikan!” kataku dengan nada sok serius.
“Benarkah?” Dia terduduk lunglai di atas kursi sambil menatapku tak percaya.
“Apa?” tanyaku, tambah bersemangat menggodanya.
“Kau bercanda, ya? Kau tidak benar-benar mencintaiku?” rajuknya.
Aku mengulurkan tangan, member isyarat agar dia duduk di pangkuanku. Dia menurut. Jemarinya yang lentik menyambut uluran tanganku.
Aku menatap matanya, menelusuri struktur wajahnya dengan telunjukku. Dia benar-benar jelmaan wanita terindah yang pernah kulihat. Sangat menyilaukan.
Aku bisa merasakan tangannya menelusup masuk ke dalam rambutku, tak berniat menghentikannya. Toh dia tidak akan melakukan apa-apa. Ini belum tanggal 15.
Dari jarak sedekat ini aku bisa mencium wangi rambutnya, mendengar detak jantungnya yang keras dan cepat dan nafasnya yang terengah-engah. Mensyukuri bagaimana pesonaku berdampak besar pada jaringan tubuhnya.
“Kenapa kau tidak menjawab?”  tanyanya setelah beberapa lama. Kelihatannya dia sudah bisa mengontrol pita suaranya lagi.
“Apa aku kurang begitu agresif menunjukkan rasa cintaku padamu?”
“Menurutmu?”
Wajahnya sudah begitu dekat sekarang. Kedua tangannya dikalungkan di leherku. Oh, sudah cukup! Aku bukan orang yang mempunyai cukup banyak kosakata untuk menggambarkan bagaimana parahnya dia merusak seluruh jaringan syarafku.
“Kau sedang menggodaku, Na-Ya?”
“Tidak. Sekarang bukan tanggal 15, oppa,” bisiknya. Nafasnya yang segar berhembus di wajahku.
Dia mengangkat tangannya untuk membelai wajahku, tapi aku menahannya, membuatnya mengernyitkan kening heran. Lalu aku mendorongnya menjauh.
“Sudah cukup main-mainnya, Na-Ya. Kau tidak bisa menyalahkanku kalau aku hilang kendali!”
“Tapi tadi kau boleh membelai wajahku!” protesnya.
“Aku angkat topi untuk pengendalian dirimu. Aku laki-laki, Na-Ya. Aku juga punya nafsu.”
“Itu tandanya kau normal!” sergahnya.
“Aku pulang,” tegasku.
Dia menatapku kesal. Seolah-olah aku begitu tak adil padanya. Membuatku merasa sangat bersalah seakan-akan aku baru saja membunuh seseorang.
“Aku akan kesini lagi besok,” ujarku, berharap dia sedikit tersenyum.
“Besok ayahku tidak ada,” ucapnya ketus.
“kalau begitu kau saja yang ke rumahku.” Aku masih tetap berusaha melakukan apa saja agar dia tersenyum lagi. Nanti saja aku urus konsekuensinya kalau dia mengiyakan. Tapi aku pikir dia pasti akan sangat menyukai gagasanku tadi.
“Dengan syarat kau bisa memastikan bahwa Ji-Yoo tidak mampir ke rumahmu, disengaja ataupun tidak,” katanya memperingatkan, seolah bisa membaca pikiranku. Aku memang baru saja berencana mengundang Ji-Yoo ke rumah, mengantisipasi terjadinya sesuatu. Tiba-tiba aku menyesali gagasan bodohku tadi.
“Baiklah,” keluhku.
Lalu dia tersenyum, membuat mataku lagi-lagi terkunci di wajahnya. Berkonsentrasi menatap mukjizat pribadiku. Tak mempedulikan lagi penyesalanku tadi.
Kemudian setengah sadar aku menunduk, menjulurkan tubuh untuk mengecup pipinya yang kontan merah padam saat tersentuh bibirku. Aku mengingatkan diri untuk sering-sering melakukannya. Wajahnya manis sekali saat sedang tersipu. Untung saja aku tidak langsung kejang-kejang saking terpananya.
“Samapi besok, Na-Ya.”
***
HYE-NA’s POV

Ingatkan aku untuk tidak membasuh muka! Dia benar-benar…. Ugh, setelah melakukan itu dia langsung menghilang. Tanganku hanya menggapai angin saat berusaha menjangkaunya.
Aku sudah duduk di depan cermin sejak dia pulang 3 jam yang lalu. Mematut-matut wajahku yang menurutku biasa saja, sama sekali tidak cantik, tapi berhasil membuat pria tertampan di bumi ini tergila-gila.
Aku masih bisa merasakan bibir lembutnya yang ragu-ragu saat mengecup pipiku. Itu pertama kalinya aku membiarkan seorang pria menyentuhku. Aku memang tidak pernah berdekatan dengan pria manapun selama ini. Semuanya serba pertama. Cinta, detak jantung yang berantakan, nafas yang tidak terkontrol. Semuanya. Aku harus ingat untuk mengambil nafas secara teratur saat berdekatan dengannya. Tapi sialnya, aku selalu lupa bagaimana caranya.
“Kyuhyun. Cho Kyuhyun….” Gumamku.
Semoga ayahku tidak tahu bahwa anaknya sudah benar-benar gila!

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar