Senin, 24 Januari 2011

FF: I feel nothing to lose, Joo

oleh Fan Fiction Holic pada 23 Januari 2011 jam 20:22
ini FF req buat saya lho (admin junna)..

pertama tama saya ucapkan banyak terima kasih buat kak virginia syafrianni :)
dan anak buah nya dan fan fiction holic (on facebook)
fanfiction ini TOP, bagus, keren, mahal, dan touching bgt deh :))
thaks a lot ya, kak gina and FFH ::::::::::::::
________________________________________________


“jangan pernah menemuinya lagi!” teriak Sungmin pada sepupunya.
“mianhae oppa” jawab gadis itu gemetar.
“aku tidak suka kalau kau melihatnya!” tukas Sungmin tajam. Tiba - tiba suasana menjadi hening.
“Aku tidak pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya.” gadis itu tersenyum miris. “kau lupa, oppa?” Ia menegakan kepalanya. “kalau aku buta…”

Degg! Sungmin merasa bersalah telah mengucapkan kata-kata itu “ jeongmal mianhaeyo, Hyorin…” sesal Sungmin.


2 tahun kemudian

Seorang pria dengan setelah jas rapi duduk dengan nyaman diatas rerumputan di sebuah taman. Ia merebahkan tubuhnya sambil menatap langit.
“sudah 2 tahun ya…” gumamnya.
Ia memejamkan matanya sambil menghirup udara dalam-dalam. Tiba-tiba butiran air berjatuhan dari langit. Ia berlari kearah kanopi untuk berteduh. Ketika ia menoleh, ia melihat seorang wanita bertubuh mungil. Wanita itu tersenyum ke arahnya.
“annyeong! Joneun Kim Hyorin imnida.”
“errrrr…kim Junsu imnida.”
Mereka terdiam sejenak lalu Hyorin memutuskan untuk memecah keheningan.
“Hey, kau merasa tidak bahwa kita seperti sedang bermain drama?”
“Ha?” pria itu tercengang.
“iya, bertemu di tengah hujan. Meneduh berdua, romantis ya?” jawabnya penuh dengan semangat.
“sudah gila kali wanita ini! Cantik sih, tapi… agak aneh….” ceplos pria itu asal. Suaranya pelan sehingga Hyorin yang sedang asik mengamati hujan tak dapat mendengarnya.

~~~

“Hyorin? Kim Hyorin?” Tanya Heechul pada adiknya.
“iya! Orangnya aneh banget, hyung!” wajah Junsu terlihat polos ketika bercerita.
“bukannya dia buta?” Tanya Heechul lagi.
“ah! Enggak kok!”
“Tunggu sebentar, aku ada perlu.”
“mau kemana, Hyung? Aku titip makanan yaa!”
“Aisshh… iya-iya! Nanti kubelikan.”
Heechul segera pergi. Ia sekarang sedah berada di depan pagar besar yang melindungi rumah mewah didalamnya. Ia menekan bel,”ingin bertemu dengan siapa?” Tanya petugas keamanan rumah itu.
“Sungmin!” jawab Heechul.
Tak lama kemudian gerbang dibuka dan Heechul masuk.

“Heechullie!!!” Sungmin segera memeluk Heechul.
“Rasanya sudah bertahun - tahun aku tidak kesini.” ucap Heechul sambil melihat sekitar. Banyak yang berubah dan semakin mewah.
“5 tahun tepatnya!” potong Sungmin.
“ya, setelah lulus kuliah hehehe…” Heechul menyeringai.
“ada angin pa kau kesini?”
“Hyorin sudah bisa melihat?” Tanya Heechul to the point.
“iya, tahun lalu tiba-tiba ia minta matanya dioperasi. Aku juga heran kenapa. Padahal sebelumnya ia begitu takut.”
“oh, begitu. Ya sudah aku pulang dulu ya!”
“kau kesini hanya untuk menanyakan hal itu?”
“ iya, aku penasaran. Soalnya tadi dongsaengku bertemu dengannya.”
“Oh, baiklah. Hati-hati di jalan ya! Sudah malam.”
“Hey! Tenang saja! Aku kan bukan wanita!”
“Tapi kau cantik, hahahahaa…” ledek Sungmin
“Terserah!” Heechul mendengus kesal sambil keluar dari rumah tersebut.

~~~

Hyorin sedang asyik melamun di beranda kamarnya ketika tiba-tiba ada seorang pria tersenyum dan melambaikan tangan padanya. Ia berpikir sejenak, lalu bangkit dari duduknya.
“nugussaeyo?” teriaknya.
“aku Heechul! Kim Heechul!” sederet gigi berjejer rapi terlihat di wajah Heechul.
“Oppa! Aku akan segera turun!”

Mereka duduk di bangku halte bus. Waktu yang tersisa hanya 30 menit sampai bus yang menjemput Heechul datang.
“Sekarang katakan padaku dengan jujur. Apakah kau masih mencintai Doojoon?” dan apa alasan untuk…”
“ya…” ucapan Heechul terpotong oleh pengakuan Hyorin. “Aku masih mencintainya. Dan alasanku mengoperasi mata adalah hanya untuk dapat melihat sosoknya. Kau tahu, oppa? Aku sudah menunggu selama 2 tahun dan ia tidak pernah datang. Aku hampir putus asa, sampai suatu hari aku tersadar dan memutuskan untuk mencarinya.”

#Flash Back#

“Hei, manis! Kau sendirian saja?” goda seorang pria.
“yah!!! Jangan ganggu wanita itu atau kubunuh kau!” sergah pria lain. Para pengganggu itu pun lari kocar - kacir.
“Kau tidak apa-apa, agasshi?” Tanya pria sok pahlawan itu. Perempuan itu tersenyum simpul.
“Gamsahamnida” ucapnya sopan sambil membungkuk, pria itu duduk di sebelahnya.
“Doojoon imnida” ia mengulurkan tangan.
“Hyorin imnida” perempuan itu menjawab tapi tidak membalas uluran tangan Doojoon. Kemudian, Doojoon  menyadari ada yang aneh dengan mata Hyorin. Indah namun tatapannya menerawang dan tidak fokus.
“apakah kau mengulurkan tangan?” Tanya Hyorin memecah kesunyian dan membawa pikiran Doojoon kembali pada si empunya.
“Ah! Iya...”
“Mianhae, aku tak dapat melihatnya. Jadi aku tak tahu!”. Suaranya pelan dan terlihat semburat penyesalan di wajahnya.
“mau kuantar pulang?” tawar Doojoon.
“asal tidak merepotkanmu.” Jawabnya sambil tersenyum lagi.

Saat itu segalanya bermula…

#Flash Back end#

“kau masih ingin bertemu dengannya?” Tanya Heechul diiringi anggukkan pelan Hyorin.
“tapi bagaimana jika Sungmin oppa mengetahuinya?” mata Hyorin memancarkan keraguan.
“aku akan merahasiakannya.” Heechul menenangkan seraya mengelus kepala Hyorin sayang. Baginya Hyorin sudah seperti adik sendiri. Ia, Sungmin, dan Hyorin sudah saling mengenal sejak kecil. Namun 2 tahun ini mereka tak pernah bertemu. Bahkan mungkin Sungmin dan Hyorin tidak tahu bahwa ibu Heechul yang sudah 10 tahun single parent sudah menikah lagi dengan seorang pria dan kini ia memiliki dongsaeng bernama Junsu. Setelah menikmati kesunyian bersama sejenak, bus yang mereka tunggu datang. Heechul pun berpamitan dan melambaikan tangan ke arah Hyorin dari dalam dalam bus. Hyorin balas melambai lalu pulang dengan langkah gontai. Pikirannya penuh dengan berbagai pertimbangan, rasanya seperti ada beban berat yang menindih. Hyorin menarik napas panjang seraya mendekap tubuhnya yang bergetar. Entah karena suhu yang terlalu dingin atau karena ia sedang menahan butiran panas jatuh dari matanya.

~~~

Siang itu Hyorin sedang asyik berbelanja di sebuah mall. Matanya tertuju pada wedges berwarna gold  yang sangat menggoda. Ia segera masuk ke toko itu dan mencobanya. Ia memandangi kakinya yang indah. Kulit tropisnya sangat cocok dengan warna gold, terlihat kontras namun elegan.

“cantik!” puji seorang pria tiba-tiba.
“huh?” Hyorin menoleh dan mendapati si pria kanopi yang ia lupa namanya sedang berdiri di hadapannya.
“iya, sepatunya cantik!” pria itu menyeringai. Hyorin hanya terkekeh geli.
“Jadi hanya sepatunya yang cantik?” Tanya Hyorin.
“Mungkin”, pria itu tersenyum jahil. Hyorin memukul pelan lengannya sambil tertawa. Pria itu pun juga tertawa. Akhirnya mereka memutuskan makan siang bersama. Mereka bercengkrama dengan santai layaknya sepasang teman lama. Setelah mereka selesai makan Junsu pamit kembali ke kantornya. Hyorin yang masih ingin berbelanja menolak tawaran Junsu untuk mengantar pulang.Ia mamandangi punggung Junsu sambil menyunggingkan senyum kemudian tanpa sengaja Hyorin mengingat sesuatu gadis itu menjentikan jarinya.
‘ah! Aku ingat! Namanya Junsu! Kim Junsu!’ batinnya.
~~~

“Aku pulang !” teriak Hyorin di muka pintu.
“yah!!! Jangan berteriak !” hardik Sungmin.
“Oppa!”Hyorin segera berlari memeluk sepupunya.
“Hyorin~aah! Aku tidak bisa bernapas!” protes Sungmin.
“Oppa tidak ke kantor?” Tanya Hyorin.
“Ini aku mau pergi.”
“mwo?? Baru bertemu sebentar kau sudah mau pergi? Tega sekali!!”
“ya!! Aku sudah menunggumu selama dua setengah jam!”
“hehehehe mianhae oppa… ya sudah, hati-hati di jalan ya!” ucap Hyorin sambil nyengir memamerkan giginya yang putih dan rapi.
“iya!” Sungmin hanya bisa menggelengkan kepala.
“oh ya.. ada Heechul didalam. Katanya hari ini ia ingin meliburkan diri karena sedang malas ke kantor”, ujar Sungmin santai. Hyorin hanya bisa mengerutkan dahinya, ia heran pada Heechul yang dengan santainya bolos ngantor dan Sungmin yang dengan santainya menjelaskan. Begitu Hyorin tersadar ia sudah sendirian di ruang tamu, Sungmin sudah pergi. Ia pun segera berjalan penuh semangat ke kamarnya dan mendapati Heechul yang sedang duduk termenung di sofa.
“oppa!” panggilan Hyorin menyadarkan Heechul sembari meletakkan kantung belanjanya dengan asal.
“ya?” Heechul mengangkat wajahnya yang tertunduk.
“kapan kau akan mempertemukan aku dengan Doojoon oppa?” Tanya Hyorin ragu-ragu.
“sekarang !” Heechul menggandeng tangan Hyorin dan membawanya ke mobil baby Benz kesayangannya. Mereka duduk dan memasang seatbelt. Jantung Hyorin berdegup kencang. Ia meremas tangannya yang mulai berkeringat Heechul menatap Hyorin yang terlihat gugup. Pria cantik itu hanya dapat tersenyum kecut.

Mereka memarkirkan mobil di basement sebuah rumah sakit. Hyorin terlihat bingung. Heechul hanya terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun ke arah Hyorin, ‘mungkin ia ingin menjenguk temannya dulu’ pikir Hyorin. Ia mengikuti langkah Heechul memasuki ruang ICU. Mereka melepaskan sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah sakit, memakai baju seperti jubah berwarna hijau yang melapisi kemeja mereka, membasuh antiseptic ke tangan mereka dan terakhir memakai masker putih serta penutup kepala berwarna hijau. Heechul mulai berjalan lagi diikuti Hyorin dari belakang. Hyorin menghentikan langkahnya ketika ia melihat Heechul sedang memandangi sebuah pintu. Heechul menoleh ke arah Hyorin dan tersenyum . “ayo kita masuk” ucap Heechul pelan. Hyorin mengangguk. Mereka memasuki ruangan, Hyorin tercekat matanya terbelalak melihat selang dan alat bantu dimana - mana. “siapa dia, oppa?” Tanya Hyorin polos. Heechul tersentak dan terdiam sejenak.

“Doojoon” jawabnya yang lebih pantas disebut bisikan. Napas Hyorin terhenti sebentar, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis. Heechul tak tega membiarkan hidup Hyorin terhenti dalam bayang - bayang Doojoon, makanya ia harus sanggup melakukan ini semua. Agar Hyorin bisa segera melupakan Doojoon. Hyorin berlari keluar ruangan meninggalkan Heechul yang mematung di dalam. Ia menatap Doojoon. Hatinya perih, tak terasa air mata sudah menetes di kedua pipinya. Sahabat dan gadis yang sudah dianggap adiknya harus menghadapi akhir yang tragis. Ia mendekat ke arah Doojoon dan membisikkan kata “ironis”, akhirnya Hyorin dapat MELIHAT Doojoon. Meski tidak dalam keadaan yang diharapkan.

~~~

Brukk!!!
Tanpa sadar Hyorin menabrak sesuatu atau mungkin seseorang. Ia membungkukkan badan dan meminta maaf tanpa melihat wajah orang tersebut. Hyorin tahu ia yang salah karena berlari sambil menangis sehingga tidak memperhatikan jalan.
“Hyorin?” Hyorin menoleh.
“Junsu?” pria itu tersenyum, namun kemudian senyum itu lenyap ketika melihat mata sembab milik Hyorin.
“kau kenapa?” Junsu terlihat khawatir. Hyorin hanya menggeleng.
“baiklah kalau kau tak mau cerita, tak apa. tapi kumohon jangan menangis lagi. Aku sedih melihatnya.” Ucap Junsu pelan, sinar matanya meredup. Pikirannya melayang pada hal lain yang mengusiknya akhir – akhir ini.
Hyorin memandang Junsu sejenak kemudian segera menghamburkan diri ke pelukkannya. Ia menenggelamkan kepalanya di dada bidang Junsu dan menumpahkan air matanya. Junsu hanya terdiam seraya memeluknya dan mengusap lembut rambut Hyorin yang bergelombang. Entah mengapa Hyorin merasa nyaman dalam dekapan Junsu. Ia menghela napas panjang sebelum melepaskan diri dari rengkuhan Junsu yang hangat dan menenangkan.
“gomawo.” Ujar Hyorin tulus dengan suara serak.
“wah! Suaramu seperti Doraemon!” gurau Junsu. Hyorin sempat tercengang lalu tertawa keras. Puas sekali sampai membuat Junsu manyun yang mengakibatkan tawanya makin meledak. Ia sedikit heran dengan cara menghibur Junsu yang menurutnya agak aneh. Pertama ia membiarkan Hyorin menangis hingga ia merasa tenang, lalu tiba – tiba melucu walau guyonannya tak lucu. Padahal tadi suasananya sedang tidak mendukung untuk bergurau! ‘dasar aneh!’ batin Hyorin. Akhirnya Junsu mengantar Hyorin pulang dan sekali lagi Hyorin mengucapkan terima kasih

Hyorin menghempaskan tubuhnya di kasur dan memeluk bantal kuning kesayangannya. Ia berpikir sejenak. Rasanya ia sudah terlalu banyak menangis hingga cadangan air matanya habis, tubuhnya pun terlalu lelah untuk menangis lagi… hatinya masih sakit, namun tak setetes pun air mata keluar. Ia memejamkan mata, menghirup udara banyak – banyak dan menghembuskannya dalam satu kali hembusan kencang. Kemudian pikirannya mulai teralihkan pada Junsu ‘ngomong – ngomong apa yang ia lakukan di situ ya? Aku lupa menanyakan keperluannya di rumah sakit. Aigoo… jangan – jangan aku mengganggunya!’ Hyorin mulai merasa tak enak, ia ingin menghubungi Junsu tapi kemudian tersadar bahwa ia tak tahu nomor handphone pria itu. Astaga! Ia memang tak tahu apa – apa tentang pria itu! Ia bahkan tak tahu berapa umur pria itu. Yang ia tahu hanya nama pria itu Kim Junsu. Tak lama kemudian mata Hyorin sudah tak bisa diajak berkompromi lagi dan ia segera terlelap masih dalam pakaian yang sama dengan ketika ia pergi tadi.

~~~
Junsu yang baru saja selesai mandi berjalan menuju lemarinya dan mengambil piama biru muda yang membuatnya terlihat imut. Ia membuka laci meja yang terletak di samping kasurnya. Ia memandangi foto dirinya yang tengah memeluk seorang anak laki – laki yang sebaya dengannya. Ketika itu umurnya masih tujuh tahun. Matanya berkaca – kaca. ‘aku sudah menemukannya. Ia juga sudah menemukanmu. Maaf, membuatmu menunggu begitu lama. Butuh dua tahun untuk menemukannya. Aku tak tahu bahwa keberadaannya selama ini begitu dekat. Maafkan Hyungmu yang bodoh ini.’

#Flash Back#

“hyung…”
“ya?” jawab Junsu smbil menghadapkan badannya pada sepupunya.
“boleh aku minta tolong?”
“umm… tentu saja.” Sepupu Junsu berjalan menjauh dan segera kembali dengan menggenggam sebuah foto di tangan kanannya.

“itu foto siapa?” Tanya Junsu sambil memiringkan kepalanya.
“pacarku.”
“oh… cantik!” mereka saling menatap dan tersenyum tanda setuju.
“hyung, tadi kamu bilang kau akan menolongku kan?”
“iya.”
“yaksoke?”
“yaksoke!”
“err… kau tahu kan aku mengidap Alpha 1 – Antitrypsin Deficiency?”
“ya!!! Kau jangan manakut – nakutiku!”
“hyung, sepuluh tahun yang lalu dokter bilang penyakitku ini bisa menybabkan sirosis hati.” Junsu mulai resah mendengar penjelasan sepupu kesayangannya ini.
“lalu?” Tanya Junsu dengan suara bergetar.
“tiga tahun yang lalu aku divonis terkena sirosis hati, tepat seminggu setelah aku dan Hyorin memutuskan untuk berpacaran.” Junsu berusaha terlihat tegar dan menahan air mata yang sudah siap jatuh itu dengan sekuat tenaga. Ia tak ingin membuat Doojoon semakin sedih dengan melihatnya menangis. Walau saat ini ingin sekali rasanya Junsu menangis kejar sambil memeluk erat dongsaeng yang sangat disayanginya itu.
“lalu, setahun yang lalu aku mulai sering batuk sambil mengeluarkan darah, mimisan, dan memuntahkan darah. Kemudian seminggu yang lalu ketika aku sedang menjalani check up rutin, dokter bilang keadaan hatiku sudah semakin parah, hanya 25% yang berfungsi dengan baik. Sebenarnya sejak aku tahu aku menderita pengerasan hati, aku sudah mendaftarkan diri dan mencari pendonor yang cocok denganku kemana – mana, tapi hingga kini hasilnya nihil.” Tambahnya.
“biar aku yang mendonor!”
“bukan itu hyung yang aku minta…” mata Doojoon terlihat nanar.
“lalu apa yang kau inginkan?”
“pacarku itu tuna netra, ia tak pernah benar – benar melihat sosokku. Karena… ia memang tidak dapat melihat.”
“permintaanmu?”
“kalau suatu hari nanti ia sudah dapat melihat dan saat itu aku sedang dalam keadaan tak berdaya, aku ingin kau membawanya ke sisiku dan membuatnya melihatku. Aku ingin dia melihatku, pria yang meletakkan kebahagiaannya jauh diatas kebahagiaan dirinya sendiri, pria yang akan selalu menjaganya dengan sepenuh jiwa meski harus mengorbankan nyawanya sendiri, dan pria yang mencintainya segenap hati, meski hatinya sudah tak berfungsi dengan baik. Hehe…”
“mengapa kau berbicara seperti itu?”
“karena aku tak tahu sampai kapan aku dapat melangkahkan kakiku, menggerakkan tanganku, atau sekedar mengerjapkan mataku.” Junsu hanya bisa diam mematung.
“dan ketika aku sudah tidak bisa berada disisinya, tolong bantu ia bertahan. Hingga ia dapat berdiri tegak dan melangkah maju dengan kekuatannya sendiri.” Doojoon tersenyum getir.

#Flash Back end#

Memori itu melintas dengan jelas di kepala Junsu. Ingatan akan Doojoon yang tak pernah membeku. Terus mengalir dan mengusik perasaan Junsu.

~~~
Cahaya matahari pagi menembus jendela kamar Hyorin dan menyusup di sela – sela serat kain tirai yang menghalanginya. Sekarang sudah pukul sepuluh lebih lima menit. Hyorin segera menuju kamar mandi yang terletak di ujung kamarnya. Setelah berpakaian rapi ia menyantap sarapan yang sudah hamper menjadi makan siangnya. Hari ini hari minggu, ia ingin jalan – jalan ke taman dekat rumahnya. Ia suka memandangi keramaian dari tempat sepi yang nyaman dan agak jauh dari hingar – bingar. Biasanya pada hari minggu taman itu akan ramai pengunjung. Dari balita sampai manula. Ia memakai sneaker oren dengan tali abu – abu sambil bersenandung. Hyorin berpamitan dengan para pelayannya.
“hai!” sapa seseorang ketika Hyorin keluar gerbang rumahnya hendak menuju taman.
“Junsu? Apa yang kau lakukan disini?”
“aku ingin berbicara sebentar denganmu. Boleh?”
“hmm… baiklah. Kebetulan aku sedang ingin ke taman. Bagaimana kalau kita mengobrol disana saja?”
“oke.”

Mereka berjalan beriringan. Setelah sekitar lima belas menit, mereka sampai di taman dan segera mengambil tempat di dekat kotak pasir. Mereka duduk di bangku kayu yang dicat ungu. Hyorin tertawa dengan mata berbinar ketika memperhatikan anak – anak kecil bermain, bertengkar, kemudian berbaikkan dan kembali bermain dengan riang seolah pertengkaran mereka tak pernah terjadi.
“andai aku Peter Pan… aku ingin terus menjadi anak kecil, tanpa beban. Mudah memaafkan, mudah menunjukkan rasa sayang, mudah melupakan kesalahan dan menganggapnya tak pernah ada, mudah menangis, tapi mudah juga merasa lega setelahnya.” Hyorin menoleh pada Junsu yang sedari tadi diam menatap Hyorin.
“mengapa kau terus menatapku?”
“Junsu?”
Jangan – jangan kau suka padaku ya?” canda Hyorin. Ia mulai kehilangan akal. ‘hell-o? aku mengharapkan dialog! Bukan monolog! Jangan hanya menontonku berbicara sendiri seperti orang bodoh!’ umpat Hyorin dalam hati.

“iya, aku jatuh cinta. Pada waktu yang salah dan pada orang yang salah.”
“maksudmu?”
“apa kau masih mencintai Doojoon?”

Degg! Hyorin menatap Junsu tak percaya. Bibirnya bergerak namun tak satu pun kata keluar dari gadis bertubuh mungil itu.
“kau…”
“dia sepupuku.” Potong Junsu tanpa melihat Hyorin. Ia tak sanggup menatap Hyorin, wanita yang dicintai Doojoon dan juga dirinya.
“apakah ia dapat disembuhkan?” Tanya Hyorin yang kini memandangi tanah di sekitar kakinya.
“tidak jika dalam waktu dekat tak ada pendonor yang cocok dengannya.”

Junsu menoleh sepintas, hyorin menaikkan dan memeluk kakinya sambil membenamkan kepalanya. Hyorin menoleh dan menatap Junsu, keduanya saling menatap dengan mata berair. Keduanya sama – sama terluka.
“antar aku ketempatnya.” Ucap Hyorin pelan.

~~~
“Doojoon… bangun!” Hyorin mengelus kepala Doojoon.
“aku sudah datang, babo!”
“aku disini… melihatmu, seperti yang kau inginkan.”
“Doojoon, kumohon buka matamu…”
“namja babo! Kau berjanji tidak akan meninggalkanku dan akan terus disisiku menemaniku hingga aku yang meninggalkanmu terlebih dulu…”
“pembohong!”

#Flash Back#

“jagiya, kau kemana saja sih?” protes Hyorin.
“mianhae, aku membelikanmu hot chocolate.” Doojoon mengamit tangan Hyorin dan meletakkan cup tersebut perlahan agar tak jatuh.
“mianh, aku hanya takut jika ditinggal sendirian. Yang dapat kulihat hanya hitam kelam, jadi aku merasa was – was jika tak ada kau yang menggenggam tanganku dan menuntunku.”
“hmm, jeongmal mianhaeyo Hyorin~ah… aku janji tidak akan meninggalkanmu lagi.”
“nee, kau tidak boleh meninggalkanku, tidak boleh pergi dari sisiku, dan harus menemaniku!”
“arrasseo, princess! Aku janji!”
"jinja?"
"nee! aku tidak akan pergi kecuali kau yang meninggalkanku terlebih dahulu..." Hyorin tersenyum dan memeluk erat lengan Doojoon.
“Joon, aku ingin tahu bintang itu seperti apa.” Ujar Hyorin tiba – tiba membuat Doojoon tersedak.
“indah, Rin.”
“nanti kalau aku sudah bisa melihat kita pergi lihat bintang ya, Joon!”
“oke, princess!”
“yaksoke?”
“nee, yaksoke!”

‘namun keesokan harinya kau tak datang, Joon. Kau tak pernah menemuiku lagi…’

#Flash Back end#

“kita bahkan belum pergi melihat bintang bersama, Joon.”

Air mata Hyorin berjatuhan tak terkendali. Beberapa detik kemudian ia merasa tangan Doojoon yang sedang digenggamnya bergerak. Doojoon perlahan mengerjapkan matanya dan ia kini membuka matanya.
“Rin…” Doojoon terlihat susah payah memanggil namanya.
“mianhae… maaf karena aku tak bisa menepati janjiku.”
“gomawo… terima kasih karena sudah mau mencintaiku.”
“jeongmal saranghae, Rin… Haengbokhaeyo!” Doojoon menutup kembali matanya.

“aku sudah memaafkanmu, Joon. Jauh sebelum kau meminta maaf. Jeongmal bogoshippeo, Joon… aku begitu merindukanmu! Tapi aku tak ingin melihatmu terus seperti ini. Aku sudah ikhlas, Joon. Kau boleh pergi jika itu yang terbaik untukmu. Nado saranghae, Joon….”

~~~

Satu tahun kemudian…

Hyorin dan Junsu sedang berziarah ke makam Doojoon.
“ia adalah pria yang meletakkan kebahagiaanku jauh diatas kebahagiaan dirinya sendiri, pria yang selalu menjagaku dengan sepenuh jiwa meski harus mengorbankan nyawanya sendiri, dan pria yang mencintaiku segenap hati, ia mampu menerima segala kekuranganku.” Ucap Hyorin lirih.
“kau masih mencintainya?” selidik Junsu
“aku pernah mencintainya. Dan kenyataan itu tak kan pernah berubah. Tapi sekarang ia sudah pergi.” Hyorin menatap Junsu dan memeluk pinggangnya.
“kini kau yang berada disisiku.” Lanjutnya sambil menyenderkan kepala di bahu Junsu.

“apa Doojoon tidak akan marah melihat kita seperti ini?” Junsu terlihat sanksi.
“kau tahu kalimat terakhir yang Doojoon ucapkan padaku?” Hyorin menjauhkan kepalanya dan menatap mata Junsu. Pria itu menggeleng cepat.
“berbahagialah!” bisik Hyorin di telinga Junsu.
“saranghae, Junsu~ya…”
“nado saranghae, Hyorin~ah…”

~~~

“mianhae, oppa. Aku sudah salah paham. Aku tak tahu kalau kau melakukan itu semua demi melindungi perasaanku.” Ucap Hyorin.
“aniyo… gwenchana! Aku hanya tidak ingin kau terluka karena aku tahu semakin hari kau semakin mencintainya. Ketika ia memberitahukan tentang penyakitnya, sebagai sepupu yang sudah seperti kakakmu sendiri aku refleks bertindak overprotective.” Jawab Sungmin.
“sebenarnya aku juga ingin minta maaf karena tidak memberi tahu kalian tentang keadaan Doojoon. Ia memintaku merahasiakannya. Awalnya Doojoon berencana membuatmu berpikir bahwa ia telah mengkhianatimu. Ia harus dirawat dan tak bisa menemuimu. Tapi ternyata kau sangat keras kepala. Jadi terpaksa aku menceritakan yang sebenarnya.” Heechul meneguk teh yang dibuatkan Hyorin.
“hmm, gwenchana oppa… aku mengerti kok!” Hyorin tersenyum.
“saranghae, oppadeul!” Hyorin memeluk Heechul dan Sungmin.
“nado saranghae, Hyorin!” ujar Heechul dan Sungmin bersamaan.
“yah!!! Pelukkan untukku mana?” rajuk Junsu yang baru datang. Ia memajukan bibirnya.
“aissh… kau seperti anak kecil saja!” sergah Hyorin. Ia menghampiri Junsu dan mengecup pipi kirinya. Junsu tersenyum lebar seperti anak kecil yang diberi permen.
“hahahaha….” Terdengar suara tawa Heechul dan Sungmin. Mereka hanya menggelengkan kepala melihat tingkah dongsaeng – dongsaengnya itu.




Author : J (Fan Fiction Holic)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar