Senin, 24 Januari 2011

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 8

Source : Sapphireblueoceanforsuju





HYE-NA’S POV

Jangan tanya apa-apa padaku tentang Paris! Aku benar-benar buta tentang Negara satu ini. Yang kutahu hanya menara Eiffel saja. Pengetahuanku benar-benar payah!
Kami baru saja sampai di hotel mewah yang sudah disewakan eomma Kyuhyun untuk kami. Presidental suite room. Hotel ini berbintang lima, jadi bisa saja harga sewa kamarnya per malam mencapai ratusan juta dan kami akan menginap disini selama dua hari. Astaga!
“Ini terlalu berlebihan! Berapa ratus juta yang dihabiskan eomma dan appa untuk bulan madu ini?” protesku.
“Tak usah khawatir. Kami punya terlalu banyak uang yang tidak tahu mau dikemanakan. Jadi ini saja belum seberapa.”
“Kau kan bisa memberikannya pada orang yang membutuhkan!” sungutku.
“Sudah. Lagian kenapa sih hanya seperti ini saja kau sudah heboh seperti itu?”
“Ani.”
Aku sudah kehabisan bahan pembicaraan dan mulai kelimpungan sekarang. Kami hanya tinggal berdua dan hal ini amat sangat mengganggu kenyamananku.
“Kau mau tidur denganku atau tidak?” tanyanya tiba-tiba.
Aku bisa merasakan darah mengalir deras ke wajahku. Apa-apaan dia?
“Bisa tidak sih kau berhenti berpikiran kotor seperti itu? Aku hanya menanyakan apa kau keberatan atau tidak tidur seranjang denganku karena kalau iya aku bisa tidur di sofa,” ujarnya sambil menatapku sinis.
“Eh… tidak. Tidak… apa-apa. Ini kan kau yang bayar,” kataku salah tingkah. Mukaku mau ditaruh dimana?
Tidak tahu apa yang harus dilakukan, aku mengambil pakaian dari koper yang kubawa lalu memutuskan untuk mandi. Itu lebih baik agar aku bisa mendinginkan isi kepalaku yang kotor ini!
***
KYUHYUN’S POV

Aku melihatnya masuk ke kamar mandi dengan tergesa-gesa. Setelah memastikan bahwa dia akan berlama-lama di dalam sana, aku mulai membenamkan wajahku ke dalam kedua belah tanganku. Bukan salahku jika aku berpikiran yang tidak-tidak, aku kan laki-laki normal. Lagipula namja mana yang tahan sekamar dengan seorang yeoja yang berstatus istrinya yang sah tapi tidak diperbolehkan menyentuhnya?
Sekitar 15 menit kemudian dia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah sehabis keramas. Wangi sabunnya menyebar- kemana-mana, membuatku hilang akal.
“Kau sudah selesai? Aku juga mau mandi,” ujarku, berusaha sekuat tenaga untuk menekan rasa gugup yang melandaku.
Aku melihatnya mengangguk lalu tanpa pikir panjang aku menyambar pakaian di bagian paling atas dalam koperku dan masuk ke dalam kamar mandi.
Hari ini benar-benar gila!
***
HYE-NA’S POV

Aku mendengarnya naik ke atas tempat tidur di sampingku, menahan nafas saat wangi tubuhnya mulai merasuki indera penciumanku. Aku berusaha untuk tidur dari tadi tapi tetap saja tidak berhasil. Mungkin karena tadi siang aku ketiduran di pesawat.
“Kau besok mau kemana?” tanyanya.
“Terserah, aku ikut saja. Aku kan tidak tahu apa-apa disini,” jawabku, memutuskan untuk tidak berbalik ke arahnya, karena aku yakin sekali kalau sampai itu terjadi, aku akan kehilangan kendali dan memeluknya.
“Kita ke museum saja. Atau mungkin kau mau melihat Sungai Seine?”
“Asal malamnya kita ke Eiffel, aku akan mengikutimu kemanapun.”
“Dasar yeoja!” gumamnya. Lalu kami terdiam lagi.
“Kyuhyun~a, aku tidak bisa tidur. Bagaimana kalau kau bernyanyi untukku?”
“Aku tidak mau nyanyi gratisan,” sahutnya.
“Ah, kau ini pelit sekali. Aku kan istrimu,” rajukku.
“Aku tidak haapal lagu nina bobo.”
“Lagu apa saja. Lagumu juga boleh.”
Sesaat diam, lalu akhirnya dia mengalah dan menyanyikan sebuah lagu untukku.
Mencintaimu seperti mencintai alam dengan seluruh makhluk hidupnya….
Memilikimu seperti memiliki dunia beserta seluruh isinya….
Menginginkanmu seperti menginginkan surga dengan segala kenikmatannya…
Menyayangimu seperti menyayangi diri sendiri dengan setiap kekurangan maupun kelebihannya….
Merindukanmu seperti merindukan oase di tengah beribu fatamorgana di padang pasir yang begitu tandusnya…
Sehingga kehilangan dirimu seperti kehilangan nyawa dengan beribu siksa yang menerpa sukma….

“Itu lagu baru?” tanyaku penasaran.
“Ne.”
“Kapan kau menciptakannya?”
“Beberapa… hari yang lalu.”
“Bagus sekali! Hei, bagaimana kalau kau nyanyikan lagu yang lain?”
“Kau ini cerewet sekali! Aku bernyanyi untukmu agar kau tidur, bukan merecokiku!”
“Bagaimana kalau lagu Benda Hidup Tercantik Di Jagad Raya saja?”
***
Kami berdua berjalan di sepanjang trotoar yang juga penuh dengan orang-orang yang akan pergi ke tujuannya masing-masing. Mereka berbicara bersamaan dengan bahasa yang sama sekali tidak kumengerti. Tadinya aku bahkan hampir mengira mereka ingin kumur-kumur.
“Pegang tanganku, kalau kau hilang bagaimana?”
Dengan wajah memerah aku mengulurkan tanganku lalu menggandengnya.
“Kau tahu tidak, pasti banyak sekali yeoja-yeoja yang iri denganku kalau mereka melihat aku gandengan tangan denganmu.”
“Kau kan istriku, jadi sudah sewajarnya.”
Aku tidak mendengar perkataannya, aku malah mendelik ke arah beberapa orang gadis yang lewat, yang dengan terang-terangan menatap Kyuhyun dengan sorot mata kagum. Tidak disini, tidak di Korea, selera semua orang sama saja!
“Lain kali kalau jalan denganku lebih baik kau pakai baju gembel saja!” ujarku geram.
“Kenapa?” tanyanya heran.
“Jangan bodoh! Kau tidak lihat apa kalau mereka semua terpesona padamu?”
Dia tertawa mendengar ucapanku. Dasar namja menyebalkan!
“Tapi pemilik sahku itu kan kau,” ujarnya. Dan tiba-tiba saja dia sudah merangkul pundakku.
Aku sedang berbunga-bunga saat sebuah suara lembut berteriak memanggil nama Kyuhyun. Kami berbalik dan seketika aku melihat jelmaan bidadari yang sesungguhnya. Gadis itu cantik sekali… membuatku 100% yakin tidak ada secuil pun cacat di tubuh indahnya. Senyumnya mengembang, membuatnya tampak seribu kali lebih cantik.
Aku melirik Kyuhyun, penasaran dengan yeoja yang sekarang sudah berdiri di hadapan kami ini. Tapi lagi-lagi wajhnya hanya datar-datar saja.
“Kyuhyun oppa, annyeonghaseyo! Aku tidak menyangka kita akan bertemu disini. Kau tambah tampan, ya!” serunya sambil memeluk tubuh Kyuhyun.
Sabar, Hye-Na! Sabar!
Aku berusaha menenangkan diriku. Tapi mana mungkin aku bisa tenang kalau suami jadi-jadianku dipeluk yeoja secantik ini!
Gadis itu melepaskan pelukannya kemudian ganti melirikku.
“Dia siapa?”
“Kenalkan, ini istriku,” ujar Kyuhyun sambil mempererat pelukannya di pundakku.
Aku bisa melihat raut wajah tidak percaya dan merendahkan di mata gadis itu. Sesaat dia melirikku dengan tatapan tidak suka lalu menatap Kyuhyun menuntut penjelasan.
“Apa-apaan ini? Mana mungkin yeoja ini istrimu? Setidaknya kau bisa mencari yeoja lain yang setara denganku, bukan yang seperti ini!” teriaknya marah.
“Terserah kau sajalah. Yang pasti aku sudah menikah. Oh, dan maaf, aku tidak sempat mengundangmu.”
Gadis itu memasang tampang merajuk kemudian merenggut tangan Kyuhyun dari genggamanku.
“Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Sebagai ganti rasa bersalahmu karena tidak mengundangku!”
“Kau tidak lihat aku sedang jalan-jalan dengan istriku?”
“Ya sudah, bawa saja dia! Bagaimana kalau kita makan? Aku yang traktir!”
Dia menarik tangan Kyuhyun sehingga aku dengan sangat terpaksa mengikuti langkah mereka dari belakang. Ini memang sudah sangat keterlaluan, tapi aku bisa apa? Aku kan tidak mau tersesat di kota besar seperti ini sendirian!
Mereka berdua terus saja berjalan walaupun Kyuhyun sesekali masih melirikku cemas. Tapi aku rasa itu hanya karena dia takut aku hilang dan kalau itu terjadi dia pasti tidak tahu bagaimana mempertanggung-jawabkannya kepada appaku.
Akhirnya mereka berbelok masuk ke salah satu restoran mewah, dan sudah tentu aku mengikuti mereka. Tapi….
“I’m sorry, Miss, you can’t come in. because in this place, you can’t wear jeans and slipper if you are a lady,” ujar penjaga restoran itu seraya mencegat langkahku.
Hanya gara-gara aku pakai jins dan sandal jepit aku tidak boleh masuk? Kesabaranku sudah habis sekarang!
***
KYUHYUN’S POV

Aku merasa tidak nyaman dengan kehadiran yeoja ini. Benar-benar menyebalkan! Ditambah lagi dia menarikku masuk ke dalam restoran mewah tanpa menanyakan pendapatku dulu.
Aku menoleh ke belakang mencari Hye-Na, tapi gadis itu tidak ada. Seketika kecemasan langsung melandaku. Kemana dia?
“Oppa, kau mau kemana?” teriak gadis sialan itu saat aku berlari meninggalkannya. Aku sama sekali tidak menghiraukan panggilannya sedikitpun, yang ada di otakku hanyalah bagaimana aku bisa menemukan Hye-Na secepatnya. Ada dimana dia?
“Do you see a girl who wear T-Shirt and jeans? She walks behind me, do you see her?” tanyaku kacau kepada pria Perancis penjaga pintu.
“Yes, Sir, I forbid her to come in because of her clothes.”
“Where did she go?”
“To that way, Sir.”
Pria itu menunjuk ke arah jalan raya tempat orang-orang berlalu-lalang. Aku bergegas mencarinya seraya bertanya kepada beberapa orang. Aku hampir putus asa saat tiba-tiba aku melihat seorang gadis mirip Hye-Na. Aku berlari menghampirinya tapi langsung kecewa lagi saat menyadari aku menemukan orang yang salah.
HP-ku berdering nyaring. Aku melirik nama si penelepon lalu mengangkatnya dengan hati dongkol.
“Waeyo, eomma?” tanyaku ketus.
“Kenapa kau? Kau bertengkar dengan Hye-Na?”
“Lebih parah dari itu. Dia hilang. Sudah dulu ya, aku mau mencarinya sekarang,” ujarku sambil menutup flap HP lalu melanjutkan pencarianku.
Cho Hye-Na, kemana kau?
***
HYE-NA’S POV

Hari sudah hampir malam dan aku mulai kelaparan. Aku duduk di atas sebuah kursi taman yang terletak di dekat menara Eiffel. Aku sudah nyaris ketakutan sekarang. Bagaimana kalau Kyuhyun tidak mau mencariku dan memutuskan untuk bersenang-senang dengan gadis itu? Lalu aku bagaimana? Ini sudah jauh sekali dari hotel dan aku tidak punya cukup uang untuk naik taksi. Walau ada pun aku tetap tidak bisa pulang ke hotel karena aku bahkan tidak tahu nama hotel tempat kami menginap. Bodoh sekali aku ini!
Kesialan yang lebih parah adalah HP-ku sedang di-charge di hotel dan walaupun aku berusaha menghubunginya juga tidak bisa. Aku tidak hapal nomor HP-ku sendiri!
Aku mulai meratapi ketololanku yang terlalu cepat emosi sehingga pergi meninggalkan restoran itu. Mau kembali juga percuma, aku tidak ingat jalannya.
Aku mengamati orang-orang yang lewat di depanku. Berharap seandainya aku adalah mereka. Dan tanpa sadar aku sudah menangis sesenggukan. Aku ini benar-benar menyedihkan.
Malam benar-benar datang dan semuanya menjadi gelap. Cahaya paling terang hanya berasal dari menara Eiffel. Keadaan ini terasa sangat mencekam untukku, tidak peduli sebanyak apapun orang yang berlalu-lalang.
Seakan kesialan ini masih belum cukup, tiba-tiba petir datang menyambar-nyambar lalu tetesan air hujan mulai jatuh membasahi tanah. Aku sama sekali tidak bergerak dari tempatku. Tidak masalah jika aku mati disambar petir, toh tidak akan ada yang memedulikanku. Biar Kyuhyun dibunuh oleh appaku kalau beliau tahu!
“Hye-Na?”
Aku mendengar suara familier itu, berpikir aku hanya berhalusinasi sehingga aku tidak berniat mengangkat wajahku yang terbenam di antara lututku yang tertekuk.
“Hye-Na~ya?”
Kali ini ada seseorang yang mengguncang-guncang tubuhku, membuatku terpaksa mendongak menatapnya.
Aish, kalau ini mimpi, ini sempurna sekali. Dia tidak mungkin terlihat setampan ini.
“Hye-Na~ya!” desaknya, mulai kesal denganku yang malah melongo menatapnya.
“Apa?” tanyaku tolol.
“Kau mau mati kedinginan disini?”
Cepat-cepat aku menggeleng.
“Ya sudah, cepat berdiri! Kita pulang.”
Aku mencoba bangkit lalu langsung terduduk lagi saat mendapati kakiku kram karena duduk dalam posisi yang sama selama beberapa jam.
“Huh, kau ini! Ayo naik!” ujarnya, tiba-tiba saja sudah jongkok di depanku. Setengah malu aku melingkarkan tanganku di lehernya, kemudian dia memegangi kakiku agar tidak terjatuh.
Aku membenamkan wajahku di pundaknya, menghirup nafas disana. Perasaan lega mulai menyelimutiku seiring dengan wangi tubuhnya yang memenuhi rongga hidungku.
Saat dia menyetop taksi aku mulai tersadar, perasaan marah tadi bahkan sudha menghilang entah kemana.
***
Aku menyandarkan kepalaku ke jok kursi dengan nyaman. Aku melihat Kyuhyun yang melepas jaketnya lalu memakaikannya ke tubuhku yang basah kuyup. Bahkan dengan rambut basah seperti itu dia masih terlihat seperti model iklan shampoo.
“Kenapa kau kabur seperti tadi? Aku panik tahu! Aku keliling kota mencarimu seharian!” omelnya.
“Gadis itu siapa?” tanyaku tak mengacuhkan ucapannya.
“Dia Eun-Ji.”
“Mantan pacarmu?”
“Dia menyukaiku. Aku sudah menolaknya berkali-kali. Awalnya sih aku masih sopan, tapi lama kelamaan dia mulai menjengkelkan. Aku sudah menghardiknya berkali-kali tapi dia tetap saja mengejarku.”
Jadi… gadis tadi sainganku? Aigoo, Hye-Na, saingan? Memangnya apa yang kau pikirkan?
“Dia kan cantik,” komentarku.
“Sifatnya tidak.”
“Kau kenal dia dimana?”
“Dia teman SMA-ku dulu lalu dia melanjutkan sekolah fashion kesini.”
Oh, sempurna sekali! Gadis itu benar-benar tanpa cacat, walau sikapnya amat sangat menjengkelkan!
“Dengar,” ujar Kyuhyun sambil memegangi wajahku dengan kedua tangannya. “Tidak peduli apapun yang terjadi, kau jangan pernah lagi meninggalkan aku seperti tadi. Kalaupun aku yang meninggalkanmu, kau harus tetap menungguku di tempat asal agar aku bisa menjemputmu. Aku tidak sanggup lagi menanggung kecemasan seperti tadi. Rasanya tidak enak, Hye-Na~ya.”
***
Keesokan harinya kami memutuskan untuk pulang ke Korea. Bukan kemauan kami sebenarnya, tapi eomma. Dia sepertinya khawatir sekali dengan keselamatanku dan kelihatannya dia tidak ingin lagi aku menghilang dari pengawasannya. Kami menuruti kemauannya hanya karena sudah lelah mendengar ceramahnya di telepon semalam. Dia sendiri yang menjemput kami di bandara bersama Ji-Yoo.
“Hye-Na~ya!” serunya sambil memelukku, lalu mengamati keadaanku. Setelah dia memastikan bahwa aku baik-baik saja, dia mulai mengomeli Kyuhyun.
“Kau ini! Lain kali jaga istrimu baik-baik! Arasseo?”
Kyuhyun hanya mengangguk pasrah lalu menoleh ke arah Ji-Yoo dan segera sibuk membicarakan pekerjaannya.
“Eh, Hye-Na~ya, bulan madumu berhasil tidak? Bagaimana? Kapan kau akan memberi eomma cucu?”
Aku memasang tampang minta tolong ke arah Kyuhyun, tapi lagi-lagi dia hanya nyengir menatap kesialanku. Menyebalkan!
***
“Kau mau kemana?” tanya Kyuhyun heran saat keesokan paginya aku sudah menjinjing tas dan laptop ke ruang makan.
“Kampus. Mau mencari bahan skripsi!” ujarku ketus seraya menyendok nasi goreng ke piringku.
“Salahmu sendiri, masa kau tidak menyimpannya ke flash-disk.”
“Aish, kau ini benar-benar!”
“Aduh, kalian ini, tidak baik kalau pagi-pagi sudah bertengkar. Kalian kan pengantin baru!” tegur eomma yang baru saja muncul setelah mengantarkan appa ke pintu depan.
“Kau mau kemana, Hye-Na~ya?”
“Ke kampus, eomma,” jawabku.
“Heh, Kyuhyun~a, antarkan dia!”
“Tidak usah, eomma, aku kan bisa bawa mobil,” tolakku, memikirkan keributan yang akan terjadi kalau Kyuhyun sampai muncul di kampusku.
“Sekalian saja. Aku juga mau ke studio, jadi kita searah,” kata Kyuhyun, membuatku menghembuskan nafas kesal.
***
“Berhenti disini saja. Kau tidak usah turun,” kataku seraya membuka pintu mobil lalu melangkah turun.
Dia menurunkan kaca mobil, nyengir ke arahku.
“Kau takut mereka mengerubungiku, ya? Pencemburu sekali,” ejeknya.
“Brengsek kau!”
***
Aduh, bagaimana ini? Kenapa komputernya rusak tiba-tiba?
Aku nyaris panik menyadari seluruh dataku hilang tiba-tiba. Aku sedang malas memakai laptop, makanya aku memutuskan memakai komputer Kyuhyun di kamar. Tadi aku tidak sengaja menekan sesuatu dan tiba-tiba saja semua file hilang. Masa aku harus mengulang semuanya lagi dari awal? Andwae!!!
“KYUHYUN~A!!!!” teriakku panik. “KYUHYUN~A!!!!”
“Apa? Kau ini berisik sekali!” omelnya, lalu mendekat ke arahku.
“Lihat, dataku hilang semua!” keluhku.
Dia meraih mouse lalu sibuk meng-klik sana-sini. Pikiran baru mulai memenuhi otakku. Masa bodoh dengan data itu, keselamatan jantungku lebih penting daripada apapun sekarang!
Aku masih duduk di atas kursi, sedangkan dia entah sengaja atau tidak meletakkan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri tubuhku. Wajahnya dekat sekali sehingga aku bisa mendengar tarikan nafasnya. Wangi tubuhnya hanya semakin memperparah keadaan.
Aku menoleh ke arahnya. Mencari masalah saja sebenarnya karena di saat yang bersamaan dia juga mendongak menatapku.
“Kau klik saja disini lalu….”
Aku tidak lagi menangkap ucapannya. Yang aku tahu hanyalah desah nafas kami yang semakin memburu dan entah siapa yang memulai duluan tiba-tiba saja bibirnya sudah melumat bibirku.
Aku benar-benar parah dalam hal ini. Aku mendekatkan tubuhku, mengalungkan lenganku ke lehernya. Mungkin karena terlalu banyak yang aku tahan-tahan selama ini, aku malah jadi kehilangan kendali sekarang.
“Hati-hati, sayang,” gumamnya saat aku menciumnya dengan ganas. Tapi berkebalikan dnegan ucapannya, tangannya malah meraihku semakin dekat.
Hahahaha… kalau aku tidak salah perkiraan, aku adalah yeoja pertama yang diciumnya. Mengherankan sekali, karena dia adalah pencium yang hebat.
Ciuman kami awalnya lambat, intens, tapi masih dalam taraf kewajaran, namun mendadak malah semakin ganas dan parah, lalu….
“Ehm, maaf, eomma mengganggu, hanya mau memberitahu kalau makan malam sudah siap. Tapi sepertinya kalian sedang sibuk, jadi teruskan saja. Eomma kan juga mau cepat-cepat punya cucu. Nanti kalau lapar kalian turun saja.”
Seketika aku tersadar bahwa cara tubuhku menempel ke tubuh Kyuhyun sama sekali tidak pantas untuk dilihat. Cepat-cepat aku menjauh darinya dengan wajah memerah menahan malu.
Eomma mengedip sambil tersenyum lebar ke arah kami lalu kembali menutup pintu, meninggalkan kecanggungan di antara kami berdua.
“Ehm, aku pikir aku… lapar…. Kau… mau ikut?” tanyanya gugup.
“Nanti saja,” ujarku serak.
Dia keluar dari kamar, membuatku bebas mengekspresikan ketololanku. Kepalaku masih pusing akibat ciuman tadi, tapi rasa maluku lebih mendominasi. Kalau eomma tadi tidak datang, lalu apa yang terjadi?
***
KYUHYUN’S POV

Aku menutup pintu kamar pelan lalu duduk menggelesor di lantai. Baru juga beberapa hari aku sudah kehilangan kendali seperti ini. Tapi tentu saja aaku dalam keadaan tidak terkontrol jika dia begitu dekat seperti tadi.
Tidak bisa terbayangkan apa yang akan terjadi akalu eomma tidak datang. Bisa-bisa aku malah menidurinya!
***
“Loh, kenapa kau turun sendirian? Hye-Na mana?” tanya eomma saat aku memutuskan untuk ikut makan malam dengan mereka. Aku tidak lapar sebenarnya, tapi akan jauh lebih baik jika aku tidak dekat-dekat Hye-Na sekarang.
“Dia… masih di atas,” ujarku dengan wajah memerah.
“Ah, eomma tadi mengganggu, ya? Maaf, maaf. Lain kali kalau kalian sedang begitu eomma tidak akan mengganggu lagi.”
Yah, aku harap ada lain kali.
***
HYE-NA’S POV

Aku berbaring gelisah di atas tempat tidur, sibuk memikirkan apa yang akan kulakukan jika Kyuhyun kembali ke kamar. Pura-pura sudah tidur? Memejamkan mata saja aku tidak bisa. Lagipula itu kekanak-kanakan sekali!
Belum sempat aku memutuskan, pintu kamar sudah terbuka dan Kyuhyun melangkah masuk. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Benar-benar memalukan!
Aku mendengarnya berbaring di sampingku, tahu bahwa dia juga tidak bisa tidur sama sepertiku. Aku mulai mencoba menghitung domba untuk membuatku bosan dan tertidur, tapi semua itu sia-sia belaka.
“Yang tadi itu… kalau kau tidak suka, lupakan saja…. Maaf kalau aku lepas kontrol,” ujarnya tiba-tiba dengan suara pelan.
“Ne, aku bisa mengerti. Mungkin tadi itu… hanya pengaruh… hormon,” sahutku, masih berbaring memunggunginya.
Tidak sampai sedetik dia sudah membalikkan tubuhku dan menatapku tajam.
“Oh, jadi kau pikir yang tadi aku lakukan itu hanya terdorong nafsu? Begitu? Sepertinya kau harus bisa membedakan, Cho Hye-Na, mana yang nafsu, mana yang tidak!” bentaknya dengan mata yang berkilat-kilat menahan marah.
Belum sempat aku berpikir jernih, dia sudah menciumku lagi dengan kekasaran yang tidak termaafkan. Dia menyentakkan tubuhku, menarik pinggangku mendekat. Belum siap dengan itu semua, aku hampir terkena serangan jantung saat lidahnya menelusup masuk ke dalam mulutku dan tangannya menjelajah tidak sopan di balik bajuku.
Tapi secepat hal itu terjadi, secepat itu pula dia menyelesaikannya. Aku masih setengah sadar saat dia mendorong tubuhku menjauh, bangkit berdiri, dan memandangku marah.
“Itu nafsu, kalau kau belum tahu!” ujarnya geram.
“Aku sudah bisa membedakannya sekarang!” semburku tak kalah marah.
Kami bertatapan murka selama beberapa saat lalu tanpa berkata apa-apa lagi dia berbalik keluar, membanting pintu dengan kasar. Aku harus menahan diri sekuat tenaga untuk tidak melempar sesuatu, berbalik menyumpahi diri sendiri yang bisa-bisanya menikmati ciuman barusan!
***
Aku terbangun pagi harinya, menyadari bahwa Kyuhyun tidak tidur disini malam tadi. Kegalauan mulai menyelimutiku, pertanda bahwa hari ini akan berjalan buruk.
Benar saja, saat aku berangkat ke kampus, eomma memberitahuku bahwa Kyuhyun sudah pergi ke Jepang untuk menjalani tur keliling Asia-nya. Aku bertanya kenapa Kyuhyun tidak berpamitan terlebih dulu kepadaku, dan eomma memberitahu alasan manis yang diberikan Kyuhyun padanya. Dia tidak mau mengganggu tidurku. Hah, ini pasti gara-gara pertengkaran besar kami semalam.
Kemudian aku mulai panik sendiri memikirkan bagaimana aku harus hidup hari ini dan untuk satu minggu ke depan. Seperti katanya dulu, hidup tanpanya sama sekali bukan hidup….
***
KYUHYUN’S POV

Pesawat yang akan membawaku ke Jepang baru saja lepas landas. Menerbangkanku pergi meninggalkan hidupku. Cih, hidup? Picisan sekali kedengarannya.
Aku teringat kejadian semalam saat aku lagi-lagi lepas kontrol. Wajar saja menurutku, kan dia yang mencari gara-gara duluan. Nafsu? Hah, yang benar saja! Kalau aku mengikuti nafsuku, dia sudah tidak perawan lagi sekarang!
Ngomong-ngomong tentang hidup, aku harus mulai mencari cara untuk bertahan hidup selama satu minggu ke depan. Aku menatap selembar foto di tanganku. Foto pernikahan kami yang mengabadikan kecantikannya yang tidak terjamah.
“Istri Anda cantik sekali,” ujar seorang pramugari yang sekarang berdiri di sampingku dengan senyum ramah tersungging di bibirnya.
“Ah, gomaweo,” sahutku, balas tersenyum padanya.
“Anda mau kopi?”
***
HYE-NA’S POV

Aku melangkah gontai di sepanjang lorong kampus, sama sekali tidak bernafsu untuk melakukan apapun. Sama sekali tidak memperhatikan apapun.
“Hye-Na~ya!”
Setengah malas aku mengangkat kepala untuk melihat siapa yang memanggilku barusan. Eunhyuk.
“Oh, annyeong!” sapaku tanpa semangat.
“Wo… kakak iparku sayang, wae geurae? Aneh sekali!” serunya seraya merangkul pundakku. Aku bisa membedakan pelukan ini dengan pelukannya yang dulu. Ini hanyalah sekedar pelukan persahabatan.
Dia menarikku ke taman kampus, mendudukkanku di atas kursi. Aku menurut saja, toh aku sudah kehabisan energi untuk menolak.
“Mau bercerita padaku?”
Ah, peduli setan, aku juga tidak sanggup menahannya sendirian. Maka sedetik kemudian aku sudah mencerocos tanpa jeda. Mengeluarkan semua unek-unekku.
“Dia itu keterlaluan sekali! Ini sudah hari ketiga tapi dia masih belum menghubungiku juga! Aku tahu dia marah, memangnya aku tidak, tapi aku ini kan istrinya, tidak peduli aku mneyukainya atau tidak, dia menyukaiku atau tidak. Apa dia sebegitu sibuknya sampai tidak sempat meluangkan waktu semenit saja untuk menghubungiku? Hanya untuk mengatakan basa-basi bahwa dia baik-baik saja juga tidak apa-apa!”
***
EUNHYUK’S POV

Aku mendengarkan semua curhatannya dengan penuh perhatian. Menyakitkan memang, tapi aku tahu aku bisa menghadapinya.
Kyuhyun tidak menghubunginya, itu khas dia sekali. Sesaat aku malah curiga, dia menikmati hal itu. Menilik dari sifatnya, dia hanya ingin membuat Hye-Na merindukannya.
Oh, tentu saja aku tidak akan membantunya menjelaskan semua ini. Aku masih sakit hati padanya.
“Kau seperti tidak tahu Kyuhyun hyung saja. Aku sendiri heran kenapa kau tidak memikirkan kemungkinan terburuk atas semua ini. Kau yakin dia tidak selingkuh?” godaku, menikmati reaksi wajahnya yang langsung berkerut marah.
“MWO?!”
“Lain kali Hye-Na~ya, cobalah untuk menonton TV atau membuka internet. Suamimu itu kan artis. Kau tidak tahu kalau Eun-Ji sudah pulang? Kau tahu Eun-Ji, kan?”
Melihat wajahnya yang memucat aku sudah tahu jawabannya.
“Aku lihat di internet, tidak sengaja juga sebenarnya, disana heboh berita tentang mereka berdua. Dimana ada Kyuhyun disitu ada Eun-Ji. Gadis itu mengikutinya terus-terusan. Walaupun sebenarnya akku tidak menyukai tabiat gadis itu, tapi namja mana yang tahan jika terus-menerus disodori gadis secantik itu? Lama-lama Kyuhyun juga bisa menyerah.”
Dia mematung saking syoknya. Dalam hati aku tahu hyung-ku itu sama sekali bukan jenis namja seperti itu. Dibanding gadis di hadapanku ini, Eun-Ji sama sekali tidak ada apa-apanya. Aku hanya ingin mempersulit keadaan Kyuhyun saja sebenarnya.
Hahahaha… jahat sekali aku ini!
***
HYE-NA’S POV

Eun-Ji datang? Eun-Ji? Mimpi buruk apa ini? Ini bahkan lebih dari sekedar mimpi buruk. Mereka berdua bersenang-senang sedangkan aku merana sendirian disini, berharap dia mengasihaniku!
Aku ini bodoh sekali! Tolol!
***
“Hai, Hye-Na~ya! Kau sudah pulang?” sapa eomma saat aku melangkah masuk ke ruang makan. Aku mengangguk, mengambil air dari kulkas, menuangkannya ke dalam gelas lalu meminumnya dalam sekali teguk.
“Kau kelihatannya stress sekali? Kenapa? Kau bisa cerita pada eomma.”
Aku tidak akan bisa bercerita padanya. Yang menyebabkan ini kan anaknya sendiri.
“Ani. Hanya masalah skripsiku, eomma.”
“Oh, begitu. Oh iya, tadi Kyuhyun menelepon. Aneh sekali, setiap dia menelepon kesini kau selalu sedang tidak ada di rumah. Tadi eomma menyuruhnya menelepon ke HP-mu saja, apa dia sudah melakukannya?”
“Ani,” ujarku. Dasar sialan!
“Biar eomma yang memarahinya nanti. Seolah masalah yang satu itu belum cukup saja! Berani-beraninya dia berkeliaran dengan yeoja lain seperti itu! Keterlaluan!”
Bahkan eomma saja sudah tahu!
“Itu kan hanya memperburuk imej-nya sendiri. Dari dulu eomma sudah bilang, jangan berhubungan dnegan yeoja itu, eh sekarang dia malah membawanya ke depan umum. Kalau dia melakukannya sebelum menikah sih masih wajar, tapi kan dia sudah menjadi seorang suami sekarang. Anak itu benar-benar!”
“Eomma, aku ke kamar dulu,” potongku, tidak sanggup lagi menampung semuanya.
***
EUNHYUK’S POV
Aku mengangkat HP-ku yang terus-menerus berdering dari tadi. Tersenyum saat tahu bahwa Ji-Yoolah yang menelepon. Sepertinya sebentar lagi aku bisa menyukainya.
“Yeoboseyo, Eunhyuk~a!” serunya penuh semangat setelah aku memencet tombol terima di HP-ku.
“Annyeong. Apa kabar?”
“Oh, tidak terlalu baik sebenarnya. Para wartawan ini benar-benar menyebalkan, mengikuti kami terus-terusan. Belum lagi si parasit yang satu itu, menempel terus-menerus seperti lintah.”
“Parasit?”
“Ne, yeoja sialan bernama Shin Eun-Ji itu! Kyuhyun bahkan sudah pindah hotel beberpa kali untuk menjauhinya, tapi sepertinya dia tidak mudah menyerah. Aku jadi mengkhawatirkan Hye-Na.”
“Oh, aku baru saja berbicara dengannya. Memanas-manasinya tepatnya. Sekarang aku rasa dia sedang bersemedi untuk mengutuk Kyuhyun,” ujarku sambil tertawa.
“Kau ini mencari masalah saja!” semprotnya. “Kyuhyun stress sekali akhir-akhir ini. Imej-nya sedang tidak baik di mata publik. Tapi kau tahulah, dia sama sekali tidak peduli. Aku sudah menyuruhnya menelepon Hye-Na untuk menjelaskan, tapi dia tidak mau melakukannya. Kau tahu apa yang dilakukannya setiap hari? Menatap foto pernikahan mereka. Aku pikir dia sudah nyaris gila sekarang.”
“Aku juga heran. Si Kyuhyun itu seperti bisa bernafas saja tanpa Hye-Na. Hye-Na juga sama saja, gengsinya terlalu tinggi untuk menelepon duluan.”
“Dia kan yeoja!” bela Ji-Yoo.
“Hei, kapan kau pulang?” tanyaku.
“Kenapa? Kau tidak mungkin merindukanku, kan?” godanya.
“Sedikit banyak iya,” akuku.
Dia terdiam selama beberapa saat.
“Hei, kau masih disana, kan?” tanyaku cemas.
“Ah… ne… ne,” sahutnya kacau. “Kau nyaris membuatku terkena serangan jantung. Sudah dulu, ya! Sepertinya aku sesak nafas. Sial!”
Aku tertawa lagi saat mendengar nada putus dari seberang. Dia benar-benar lucu, blak-blakan. Sekaligus mengangumkan.
***
HYE-NA’S POV

Sudah satu minggu sekarang. Aku berusaha tenang, tapi tetap saja tidak bisa. Aku sudah melakukan berbagai macam cara bahkan aku sudah memutuskan untuk menginap di rumah appaku, tapi tidak berhasil juga. Ya sudahlah, kalau dia pulang nanti aku tidak akan mengacuhkannya.
Aku membereskan barang-barangku yang bertebaran di atas meja perpustakaan dalam rangka membantuku mengalihkan pikiran. Aku memutuskan untuk pulang saja sekarang. Toh tidak ada lagi yang bisa dilakukan disini.
Aku berbaur dalam kerumunan para mahasiswa yang juga berjalan menuju gerbang. Melangkah menjauhi keramaian di hadapanku.  Lebih baik aku cari jalan lain saja. Lagian kenapa sih mereka itu? Apa yang mereka kerumuni?
“Hye-Na~ya!”
Aku mendengarnya! Kagum bagaimana perasaan nyaman itu langsung meliputiku dengan seketika. Suara familier yang sudah kuimpikan selama berhari-hari.
Aku berbalik. Merasakan kebutuhan untuk menatapnya, menghirup udara kehidupan lagi. Kerumunan itu menyebar, sehingga sekarang aku bisa melihatnya. Tentu saja wajah itu masih terlihat begitu tampan. Begitu mempesona. Lalu aku merasakan luapan kemarahan itu menguap begitu saja. Dengan begitu mudahnya, seakan-akan memang tidak pernah ada sebelumnya, digantikan dnegan rasa rindu yang meluap-luap, membuat nafasku tercekat.
Sekarang aku malah berusaha menahan diri untuk tidak menghambur ke dalam pelukannya. Aku melangkah perlahan ke arahnya, mengamati ekspresi yang tergambar di wajahnya. Aku tidak bisa membaca apa-apa, dia selalu bisa menyembunyikan perasaannya dariku.
Dia menyambut tanganku yang terulur ke arahnya dengan sebuah rangkulan erat yang sarat depresi, membuat tubuhku sedikit terangkat.
Kerumunan mahasiswa tadi terkesiap melihatnya. Gosip baru lagi bagi mereka. Cho Kyuhyun yang terkenal dingin ternyata sangat frontal dalam mengekspresikan emosinya.
Tapi aku sama sekali tidak memedulikan apa pendapat mereka. Masa bodoh jika mereka menganggapku tolol karena sudah jelas-jelas Kyuhyun selingkuh di belakangku. Yang aku tahu hanyalah tangannya yang masih memeluk pinggangku dan wajahnya yang terbenam di pundakku.
“Hai,” bisiknya. “Aku merindukanmu.”
Dan aku hanya butuh itu.
***
KYUHYUN’S POV

Aku menghirup wangi yang menguar dari tubuhnya. Bersyukur karena aku sudah bisa menghirup udara lagi sekarang. Bersyukur karena aku bisa menatap wajah yang ada dalam genggamanku ini.
Aku menyentuh setiap bagian dari wajahnya. Matanya, hidungnya, pipinya, memastikan bahwa dia baik-baik saja. Setelah puas, aku membuka pintu mobil, menyuruhnya masuk. Lalu beberapa detik kemudian mobilku sudah meluncur keluar dari pelataran kampus.
“Bagaimana kau bisa melihatku tadi? Kan ramai sekali!”
Aku terdiam sesaat. Benar, bagaimana? Aku hanya melihat rambutnya sekilas dan langsung saja yakin bahwa itu dia.
“Entahlah,” jawabku.
Kami terdiam lagi selama beberapa saat.
“Kau tidak mau bertanya apa-apa lagi padaku?” tanyaku penasaran.
“Kau mau aku bertanya apa?” tanyanya balik.
Aku tertawa frustasi. Aku tidak pernah tahu apa yang dipikirkannya.
“Eun-Ji misalnya?” pancingku.
“Kau bilang kau tidak tertarik padanya, jadi aku percaya saja. Kalau sekarang kau tertarik ya itu urusanmu.”
Aku setengah mati penasaran sekarang bagaimana jalan pikirannya. Apa dia benar-benar sama sekali tidak keberatan aku jalan dnegan yeoja lain? Hal ini benar-benar membuatku sengsara!
“Kapan kau pulang?” tanyanya.
“Baru saja. Dari bandara aku langsung kesini,” jawabku ketus.
“Lalu mobil ini?”
“Eunhyuk yang mengantarnya.”
“Tumben.”
“Dia menjemput Ji-Yoo.”
“Oh,” gumamnya sambil memalingkan wajah ke jendela.
Aku nyaris meledak sekarang! Dia sama sekali tidak cemburu padaku tapi malah bereaksi seperti itu saat tahu Eunhyuk dekat dengan yeoja lain? Menyebalkan!
***
“Sudahlah eomma, aku kan sudah aku tidak punya hubungan apa-apa dengan gadis itu! Berhenti merecokiku seperti itu!” teriakku kesal.
Hye-Na sudah naik ke atas, kelihatannya sengaja meninggalkanku berdua dengan eomma. Aku rasa dia sedang tertawa senang sekarang mendengarku dimarahi eomma.
“Tapi kau kan tidak tahu bahwa istrimu stress mendengar itu semua! Dia nyaris tidak makan berhari-hari, dua hari yang lalu dia bahkan pulang ke rumah appanya.”
Stress gara-gara aku? Yang benar saja! Melihat reaksinya tadi dia bahkan tidak memedulikan perbuatanku sama sekali. Palingan dia stress karena Eunhyuk sedang menjalin hubungan dengan Ji-Yoo.
“Oke, oke, aku akan minta maaf padanya. Tapi sekarang aku capek, aku mau istirahat,” selaku seraya naik ke atas.
Aku membuka pintu kamar, mendapatinya sedang membaca novel di atas tempat tidur.
“Dua hari lagi kita pindah ke apartemenku.”
“Terserah saja,” ujarnya tak peduli tanpa mengalihkan sedikitpun tatapannya dari buku bacaan itu.
“Kenapa sih kau tidak ada bosan-bosannya membaca buku itu berkali-kali?”
“Karena Edward Cullen juga tidak pernah bosan mencintai Bella. Dia suami terbaik yang pernah ada. Paling menawan, paling brilian, paling mengerti dan paling penuh cinta.”
“Itu hanya novel, Hye-Na.”
“Anggap saja nyata. Kau jangan merusak imajinasiku!” serunya kesal.
“Kalau kau mau suami seperti itu, menikah saja dengannya!” bentakku marah.
“Oh, tentu saja, aku lebih suka suami vampir daripada namja tidak bermoral sepertimu!”
“Jadi aku tidak bermoral, begitu?”
“Oh, kau baru tahu? Kasihan sekali!” ejeknya.
“Baik, begitu rupanya. Kenapa kau tidak minta cerai saja sekalian?”
Dia berdiri murka di hadapanku, menatapku marah.
“Aku masih bisa pakai akal sehat. Aku menyayangi eommamu bahkan lebih daripada kau sendiri!” teriaknya lalu berbalik meninggalkan kamar.
Oh, jadi begitu? Dia bertahan hanya karena eomma? Apa aku sebegitu menyedihkannya?
***
Perang dingin ini berlangsung pada hari berikutnya. Eomma merecokiku terus-menerus, menyuruhku meminta maaf pada Hye-Na. memangnya ini salahku?
Untung saja keesokan harinya aku bisa pindah dari rumah itu, diiringi perpisahan menyayat hati antara eomma dan Hye-Na. Menjijikkan!
“Sering-seringlah datang kemari, temani eomma. Dan kau Kyuhyun, jangan terus-terusan mengganggu Hye-Na. Kasihan dia!”
“Bela saja terus!” seruku kesal sambil memasukkan koper-koper ke dalam mobil. Eunhyuk membantuku. Dia baru saja pindah kesini kemarin.
Setelah semuanya selesai, aku naik ke dalam mobil, memencet klakson keras-keras, mengakhiri acara tangis-taangisan mereka. Aku menggertakkan gigi melihat Eunhyuk mengacak-acak rambut Hye-Na. Sial!
Hye-Na masuk ke dalam mobil sambil melambaikan tangannya ke arah eomma dan Eunhyuk.
“Perpisahan yang mesra sekali!” ejekku sambil menginjak pedal gas. “Seolah-olah kau akan pindah ke Antartika saja.”
Dia mendelik ke arahku lalu memalingkan wajah, memilih mengacuhkan ucapanku.
***
HYE-NA’S POV
Kami menempati kamar terpisah sekarang, yang hanya semakin memperparah keadaan. Dia pergi pagi dan pulang larut malam. Kadang-kadang dalam satu hari aku bahkan tidak melihat wajahnya. Membuatku sengsara saja! Sudah cukup aku tidak mendengar suaranya, masa melihat wajahnya juga tidak bisa?
Sampai pada suatu pagi dia mendatangi kamarku.
“Bagaimana kalau hari ini kita gencatan senjata? Aku membutuhkanmu,” ujarnya.
Selama kata butuh dilibatkan, aku tidak peduli yang lainnya.
“Kenapa?” tanyaku heran.
“Ng… hari ini ada pesta untuk merayakan peluncuran album baruku sekaligus ulang tahun perusahaan dan kurasa akan lebih baik kalau kau ikut. Untuk memperbaiki imej-ku.”
Imej. Hanya untuk itu ternyata.
“Apa aku harus dandan?”
“Ya, sebaiknya. Aku jemput kau jam 7. Aku harus mengikuti acara lain siang ini.”
“Terserah,” ucapku, berusaha terkesan tidak peduli.
***
Aku menelepon Ji-Yoo, meminta bantuannya. Untung saja dia tidak punya pekerjaan siang ini.
Dia datang jam 4 sore, membawa dua helai gaun. Satu untuknya dan satu untukku, beserta peralatan make-upnya yang sangat lengkap.
“Kau mau berangkat bersama kami?” tanyaku menawarkan.
“Tidak. Eunhyuk akan menjemputku,” ujarnya tersipu.
Aku tersenyum. “Beruntung sekali Eunhyuk bisa mendapatkanmu,” komentarku.
“Dengan sedikit kesabaran tentunya,” guraunya seraya mengulurkan gaun berwarna peach ke arahku. Aku beranjak ke kamar mandi, mengganti bajuku.
“Cantik sekali!” serunya saat aku sudah berada dalam sudut pandangnya lagi.
Setelah itu dia mulai sibuk merias wajah standarku. Memolesnya di sehgala tempat. Dia membiarkan rambut ikalku tergerai lepas, memberikan sentuhan jepitan bunga yang manis di atasnya.
“Luar biasa!” ujarnya sambil tersenyum puas, mengagumi hasil karyanya sendiri.
“Aku tidak secantik itu, kau tahu!” protesku malu.
“Itu kan menurutmu! Tunggu sampai Kyuhyun melihatnya!”
***
Seperti janjinya, Kyuhyun menjemputku tepat jam 7. Dan seperti biasa, dia juga tidak berkomentar apa-apa melihat penampilanku. Ji-Yoo berangkat 15 menit yang lalu, dijemput Eunhyuk tentunya.
Aku meliriknya sekilas. Dia selalu terlihat sangat tampan jika memakai jas. Warna hitam itu terlihat sangat kontras di kulitnya yang putih. Menyilaukan.
Dua puluh menit kemudian dia membelokkan mobilnya masuk ke pelataran gedung hotel berbintang lima, membukakan pintu untukku lalu mengulurkan tangannya untuk kugandeng. Seandainya hubungan kami tidak seperti ini, aku pasti sudah menjadi yeoja paling bahagia di seluruh dunia.
Aku berjalan susah payah dengan sepatu berhak 15 sentiku. Dasar Ji-Yoo, apa dia mau membunuhku?
Tidak seperti biasa, dia sama sekali tidak kelihatan tidak sabar denganku. Sesekali dia malah memegangiku saat aku kesusahan menaiki tangga, sedangkan aku memilih berkonsentrasi agar tidak terengah-engah karena sentuhannya.
Ramai sekali di dalam dan ada begitu banyak artis yang datang. Mereka tampak mewah dan gemerlapan, membuatku merasa tidak seharusnya aku berada disini.
“Jangan gugup. Tenang saja, aku tidak akan melepaskanmu,” bisiknya di telingaku. Bukannya tenang, hembusan nafasnya malah membuyarkan konsentrasiku.
Aku nyaris menangis saat melihat Eun-Ji melangkah anggun ke arah kami. Sia-sia saja aku berdandan habis-habisan, mendekati kecantikannya pun tidak.
“Hai, Kyuhyun oppa! bagaimana kalu kita berdansa? Musiknya bagus, kesukaanmu, kan?” ujarnya dengan suara lembut, membuat namja manapun pasti akan terpesona olehnya. Tapi tidak kali ini, aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
“Maaf, kalau kau belum tahu juga, aku akan memperjelasnya. Kyuhyun milikku. Jadi kalau kau mau berdansa dengannya, kau harus minta izin dulu padaku. Tapi kurasa tidak usah saja, toh aku tidak akan pernah sudi menyerahkannya padamu,” ujarku tajam.
Aku bisa mendengar Kyuhyun tertawa pelan di sampingku, merangkul pinggangku dari belakang. Aku bisa merasakan semua orang menatap kami, bahkan aku pikir para wartawan itu hampir meledak saking senangnya bisa mendapat berita baru.
Kyuhyun membungkuk, meletakkan dagunya di atas bahuku. Dia masih tertawa.
“Kau dengar, kan?” ujarnya senang. “Istriku melarangku. Jadi sudahlah, menyerah saja,” lanjutnya, membuat Eun-Ji berbalik dan meninggalkan kami dengan marah.
“Gomaweo,” bisiknya, membuatku terkesiap saat dia mengecup pipiku kilat. Oh, jangan besar kepala, Hye-Na, batinku memperingatkan diri sendiri. Dia hanya ingin memperbaiki imejnya saja!
***
Kami pulang hampir tengah malam. Aku melepaskan sepatuku, menjinjingnya dnegan tangan kiri. Kyuhyun membukakan pintu untuk kami. Merasa salah tingkah, aku baru akan memutuskan untuk langsung masuk ke kamarku, saat tiba-tiba saja dia sudah mencekal tanganku.
“Apa maksud perkataanmu tadi?” tanyanya sambil menatapku tajam.”
“Yang mana?” Aku balik bertanya bingung.
“Bahwa aku milikmu. Bahwa kau tidak sudi menyerahkanku pada siapapun.”
“Eh, itu… hanya agar dia tidak terus-terusan mengganggumu,” jawabku gugup.
“Dengar Hye-Na,” uajrnya tajam seraya menyentakkan tanganku, mendorongku sampai tersudut ke dinding. “Kau tahu? Aku memang tidak membabi-buta pada perasaanku. Aku mampu menahannya jika aku memang harus melakukannya. Tapi semua itu tidak lantas menjadikanku sebagai namja baik-baik. Mungkin kau menganggapku gila, atau mungkin juga aku sudah gila. Tapi tahukah kau sudah berapa kali aku membayangkan memelukmu? Ratusan! Walaupun aku tidak berusaha melakukannya dengan yeoja lain saking putus asanya. Jadi lain kali, lebih baik kau berhati-hati jika ingin memanas-manasi aku, mengerti?”
“Memanas-manasi bagaimana?” gagapku, merasa gugup dengan posisi kami yang terlalu dekat.
“Bersikap seolah-olah kau memberiku kesempatan, seolah-olah kau memang menginginkan aku.”
“Kesempatan apa?” tanyaku bingung. Aku bahkan nyaris tidak bisa berpikir waras sekarang.
Dia tidak menjawab, tapi malah menundukkan wajahnya ke arahku. Dengan dua tangan dia meraih wajahku, nyaris dengan kasar, dan tiba-tiba saja dia sudah menciumku, bibirnya yang tidak mau berkompromi melumat bibirku.
Benar-benar tidak ada alasan untuk perilakuku. Jelas-jelas mestinya aku tahu bahwa aku seharusnya mendorong tubuhnya. Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bereaksi seperti dulu. Bukannya tetap diam dengan aman, lenganku malah terangkat dan memeluk erat pinggangnya.
Bibirnya menciumku dengan lebih ganas, tangannya menyelusup masuk ke dalam helai rambutku dan mendekap wajahku erat-erat. Aku membalas ciumannya, jantungku berdebar-debar tidak berirama saat nafasku memburu, berusaha mencari oksigen. Aku bisa merasakan tubuhnya yang menempel di tubuhku. Tangannya meraba wajahku, membuatku benar-benar kehilangan kendali atas diriku sendiri.
Satu tangannya meluncur menuruni punggungku, mendekapku lebih erat lagi ke dadanya. Lidahnya menjelajahi lekuk bibirku dengan lembut. Dia mengangkat tubuhku dari lantai agar tidak perlu bersusah payah membungkuk untuk menciumku.
Kemudian pikiran baru mulai melintas di benakku. Ini tidak mungkin berhenti hanya sampai disini. Kami hanya berdua, tidak ada yang akan menghentikan kami. Tidak dia ataupun aku.
Dia meraupku ke dalam gendongannya. Bibirnya masih menciumiku dengan antusias. Aku bisa mendengarnya membuka pintu kamar. Jantungku mulai berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Aku mendengar suara kain robek. Apa itu gaunku? Atau kemejanya? Aish, memangnya aku peduli?


TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar