Senin, 24 Januari 2011

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 7

Source : Sapphireblueoceanforsuju







HYE-NA’S POV

Aku mengamati satu persatu berpuluh-puluh baju pengantin yang berderet di hadapanku. Siang ini aku sedang mencari baju pengantin yang akan aku pakai nanti, ditemani oleh… ehm, calon ibu mertuaku. Demi Tuhan, dia baik sekali! Aku bahkan boleh memanggilnya eomma.
“Kau mau gaun pengantin yang bagaimana, Hye-Na?”
“Bagaimana kalau eomma saja yang memilihkan?” usulku sambil menggandeng tangannya lalu menariknya ke bagian sudut toko, tempat berbagai gaun pengantin yang paling baru berjejer rapi.
Dia tersenyum senang lalu mulai sibuk memilihkan gaun yang cocok untukku. Aku menatapnya, membayangkan betapa senangnya jika aku punya eomma. Kyuhyun beruntung sekali….
Dan saat aku memikirkannya itulah dia tiba-tiba saja muncul di hadapanku. Dia berjalan ke arah kami, membuat pikiranku mulai melantur kesana kemari.
Dia tampan sekali siang ini. Kemeja putih itu membalut pas tubuhnya yang atletis dan kacamata hitam itu… sebenarnya dia bisa terlihat setampan apa?
“Sudah selesai belum?” tanyanya setelah berhadap-hadapan dengan kami.
“Kau ini! Dasar!” gerutu eommanya.
“Aku harus membawanya sekarang, eomma!” protesnya.
“Memangnya mau kemana?” tanyaku heran.
“Kau pikir apa pendapat wartawan jika tahu aku tiba-tiba menikah? Mereka bisa berpikir bahwa aku menghamilimu. Kita akan membuat konferensi pers sekarang.”
Wajahku memerah mendengar ucapannya barusan. Namja ini benar-benar tidak tahu basa-basi sepertinya.
“Kyuhyun~a, sopan sedikit kalau bicara!” tegur eommanya.
“Gaunnya belum dapat juga?” tanyanya tanpa mengacuhkan perkataan eommanya sedikitpun.
Aku menggeleng.
“Dasar yeoja!” gerutunya. Dan tiba-tiba saja dia sudah menarik sehelai gaun pengantin lalu menyodorkannya ke arahku.
“Suka tidak?”
“Terlalu mewah,” ujarku dengan wajah semerah kepiting rebus. Apa-apaan dia?
“Tapi kau kan tahu bahwa ini bagus! Kau pikir aku tidak bisa membaca isi kepalamu?!” sergahnya lalu memberikan gaun itu ke pelayan toko.
Bagaimana dia tahu bahwa aku naksir sekali dengan gaun itu? Masa dia benar-benar bisa membaca pikiran?
“Tidak perlu dicoba dulu? tanya pelayan toko ittu sambil menatap Kyuhyun kagum. Berani sekali dia!
“Aku tahu ukurannya. Bungkus saja!”
“Kau!” geramku.
“Hmmfh… kalian ini ada-ada saja!” gerutu eomma Kyuhyun sambil melangkah keluar toko meninggalkan kami berdua.
“Eomma pulang dulu, Hye-Na~ya! Semoga konferensin persnya sukses!” serunya.
***
Aku menatap kaca dengan muram, memasrahkan wajahku dipreteli oleh tukang salon. Huh, mau konferensi pers saja harus dandan segala! Menyebalkan!
Aku melirik pakaian yang sekarang aku kenakan. Gaun terusan selutut berwarna hijau lembut. Sebenarnya menurutku sia-sia saja dia berusaha mendandaniku seperti ini, toh wajahku memang sudah tidak memadai. Lagipula kalau dia malu dengan penampilanku mengapa tidak cari yeoja lain saja?
“Sudah selesai, agasshi!” Suara itu membuyarkan lamunanku dan seketika saja aku menatap bayangan seorang perempuan cantik yang terpantul di kaca. Gadis itu cantik sekali, dengan polesan make-up yang tidak terlalu kentara. Lalu aku tersadar bahwa yeoja itu aku! Aku!
Aku berbalik saat melihat pantulan wajah Kyuhyun di belakangku, merasa sennag karena dia sejenak tertegun melihat penampilanku. Tapi dia sama sekali tidak berkomentar apa-apa dan malah menarik tanganku ke sudut ruangan lalu menyuruhku duduk di atas sofa.
“Kapan kau ulang tahun?” tanyanya tiba-tiba
“M… mwo?”
“Kita harus jaga-jaga, jangan sampai mereka curiga.”
“15 Juli 1989.”
“Aku 3 Februari 1987. Makanan dan minuman favoritmu?”
“Aku pemakan segala, kalau kau mau tahu!” ujarku sewot.
Dia hanya mengangkat bahu tak peduli.
“Ya sudahlah, lebih baik nanti kau diam saja. Arasseo?”
***
“Bisa ceritakan bagaimana pertemuan kalian?”
Itu pertanyaan pertama.
“Aku menabraknya di kampus. Laptopnya hancur, padahal dia harus menyerahkan skripsi siang itu. Lalu dia marah-marah padaku. Merecokiku setiap hari. Mengikutiku kemana-mana. Tapi lama-lama aku jadi terbiasa dengan kehadirannya. Kebetulan juga bahwa ternyata kami sudah dijodohkan sejak kecil. Dia menolak mentah-mentah tentu saja, sedangkan aku baru sadar bahwa sejak saat itu rasanya sulit sekali membayangkan hidup tanpa dia. Karena hidup tanpa dia… sama sekali bukan hidup.”
Terdengar suitan dan tepukan dimana-mana. Heran, kenapa dia tidak main drama saja? Aku kan tahu sekali bahwa kehadiranku malah membuatnya merana.
“Lalu sejak kapan kau memutuskan untuk menikahinya?”
“Sejak aku menabraknya waktu itu. Mungkin kalian tidak percaya, tapi… hanya sekali lihat aku langsung tahu bahwa yeoja inilah yang akan menjadi ibu dari anak-anakku. Yeoja inilah yang akan menua bersamaku. Setiap hari aku diliputi kecemasan bahwa dia akan menemukan namja lain yang lebih baik dariku, namja yang akan ikut menangis jika dia bersedih dan akan berusaha membahagiakannya setiap hari, sedangkan dia tidak tahu bahwa tidak ada namja manapun yang bisa mencintainya sebaik aku. Aku harus cepat mengambil keputusan sebelum namja itu datang dan merusak segalanya. Karena itu aku melamarnya.”
“Jadi dia tidak hamil?”
“Tidak. Yang benar saja! Kami sudah berhubungan cukup lama. Kalian saja yang tidak tahu. Lagipula kami sudah cukup umur untuk menikah.”
“Lalu bagaimana dengan karirmu?”
“Aku ingin orang menyukai laguku. Bukan statusku.”
Aku menatapnya kagum. Dari mana dia mendapat semua kosakata itu? Ngomong-ngomong dia tampan juga kaalau pakai jas.
“Nah, Hye-Na~ya, kenapa kau setuju menikah dengan Kyuhyun? Apa karena dia terkenal?”
Aku terdiam sesaat. Mencari kata-kata yang tepat.
“Bukankah sudah jelas sekali? Wanita bodoh mana yang akan melewatkan seorang Cho Kyuhyun?”
***
Mobil Kyuhyun sedang melaju kencang di jalanan saat melodi kesukaanku mengalun dari tape mobilnya.
“Kau juga suka lagu ini? Aku mendengarnya setiap malam tapi sampai sekarang masih tidak tahu juga siapa penyanyi dan judul lagunya,” ceplosku.
Dia tertawa kecil sambil menatapku kasihan.
“Itu laguku, Hye-Na~ya. Masa kau tidak tahu?”
Aku memalingkan wajahku menahan malu. Sial, bodoh sekali aku!
“Judulnya Benda Hidup Tercantik Di Jagad Raya, Hye-Na~ya,” ujarnya geli.
“Kau yang membuatnya?” tanyaku berusaha terdengar tidak peduli.
“Siapa lagi?” Dia balik bertanya.
Dia maasih tertawa-tawa saat mobilnya berhenti di depan rumahku.
“Kau bisa diam tidak?” geramku kesal. Aku membuka pintu mobil lalu menghempaskannya sekuat tenaga setelah aku berada di luar.
Kyuhyun menurunkan kaca mobilnya, menatapku dengan tampang serius.
“Ngomong-ngomong Hye-Na~ya, aku lupa bilang. Kau cantik sekali malam ini.”
Dan jantungku langsung berhenti berdetak.”
***
KYUHYUN’S POV

Aku masih saja tertawa geli di sepanjang perjalanan pulang. Gadis itu lucu sekali. Sekaligus cantik.
Aku mendandaninya bukan karena dia jelek atau apa, tapi karena aku ingin dia terlihat lebih percaya diri, agar dia sadar bahwa dia tidak sejelek apa yang diperkirakannya selama ini. Tapi ternyata dia jauh lebih cantik dari perkiraanku.
Aku membelokkan mobilku ke lapangan parkir apartemen. Tersenyumpada satpam jaga lalu cepat-cepat naik ke atas. Aku sudah capek sekali.
“Kau sudah pulang?” tanya adikku tanpa mengalihkan tatapannya dari TV.
“Mengherankan sekali kenapa seseorang selalu menanyakan hal itu kepadamu padahal sudah jelas-jelas kau ada di rumah,” ejekku.
“Basa-basi, tolol!” sungutnya.
Aku nyengir lalu membuka kulkas untuk mengambil minuman.
“Pemarah sekali! Kau masih stress, ya?”
“Dan kau kelihatan ceria sekali malam ini. Kau darimana, sih?”
“Konferensi pers.”
“Oh,” ucapnya paham. “Kelihatannya calon istrimu ini istimewa sekali sampai kau jadi seperti itu!”
“Mungkin. Yang jelas dia cantik sekali.”
“Tapi masa sih kau menyukainya? Cepat sekali. Setahuku kalian berdua kan dijodohkan.”
Aku hanya mengangkat bahu mendengar pertanyaannya.
“Lagipula kenapa sih kau menyetujui perjodohan ini? Masalah perusahaan kan sudah diputuskan bahwa yang akan mengurusnya.”
“Sepertinya eomma dan appa tidak mau begitu saja membiarkanku enak-enakkan.”
“Oh, ya? Dan ternyata calon istrimu kebetulan juga tidak mengecewakan, begitu? Beruntung sekali!” ejeknya.
“Kau mau kuberi saran tidak? Lebih baik kau lupakan gadis itu lalu mulailah mencari calon istri untuk dirimu sendiri. Aku tidak mau kau merecokiku terus!”
“Sialan kau!” ujarnya sambil melemparkan bantal sofa ke arahku.
***
HYE-NA’S POV

Ibu mertuaku menelepon tadi pagi, memintaku datang ke rumahnya siang ini, yang dengan senang hati langsung aku turuti. Maka disinilah aku sekarang, di rumah yang begitu besar dan mewah ini, sehingga aku sempat berpikir bahwa negeri dongeng itu memang ada dan Kyuhyun itu adalah pangeran berkuda putihnya.
Eommaku – boleh kan aku memanggilnya seperti itu?- sekarang sedang menghidangkan secangkir teh untuk kami berdua. Dia mengajakku ngobrol di gazebo yang terletak di taman belakang rumahnya. Pemandangan disini indah sekali. Dari kejauhan tampak danau yang mengalir tenang, dikelilingi pohon-pohon yang daunnya mulai berguguran. Taman yang besarnya nyaris menyamai lapangan golf ini dibuat berbukit-bukit, membuatku merasa bahwa mereka tidak perlu bersusah-payah pergi liburan.
“Bagus sekali bukan?” tanyanya yang langsung kubalas dengan anggukan.
“Sebenarnya eomma tidak pernah berencana untuk menuntut perjodohaan ini kepada ayahmu, tapi eomma sudah lelah, Hye-Na~ya. Maaf, karena eomma sudah merenggut masa depanmu dengan cara seperti ini. Keadaan Kyuhyun sudah cukup mengkhawatirkan eomma. Umurnya sudah 22 tahun tapi belum sekalipun eomma mendengar dia dia menjalin hubungan dengan wanita manapun. Dia seperti merasa sudah cukup dengan hidupnya. Tapi dia tidak pernah terlihat hidup, Hye-Na~ya. Dia jarang tersenyum, tertawa pun tidak pernah.”
“Lalu eomma memberitahukan perjodohan ini padanya. Tahu bahwa dia akan memberontak. Tapi saat dia melihat fotomu, entah kenapa dia jadi begitu bersemangat dan saat itulah eomma merasa ini akan berhasil. Dia hidup. Tak pernah terlihat semanusiawi sekarang. Dia menatapmu, Hye-Na~ya, dan cara dia menatapmu itu seolah-olah dia baru melihat surga untuk pertama kalinya. Mungkin kau tidak sadar, tapi eomma selalu memperhatikan. Dia memang selalu membentak-bentakmu, tapi itu adalah pertanda bahwa dia memperhatikanmu. Bahwa dia peduli. Dan itu sudah cukup bagiku.”
Aku terpana menatapnya. Masa sih Kyuhyun seperti itu? Perasaan dia selalu menatapku dengan ekspresinya yang ketus dan dingin itu.
“Nah, itu dia!”
Aku menoleh lalu melihatnya berjalan ke arah kami. Hari ini dia memakai baju kaus putih sederhana yang entah kenapa bisa membuatnya terlihat semakin tampan.
“Memangnya kau tidak ada konser atau apa? Masa kau di rumah setiap hari?” tanyaku heran.
“Sekarang memang tidak ada, tapi minggu depan jadwalku penuh. Jadi lebih baik kau memanfaatkan waktuku sebaik-baiknya sekarang.”
“Aku?”
“Memangnya kau tidak mau mengajakku kencan?” tanyanya sambil mencomot kue dari atas piring lalu memasukkannya ke dalam mulut, sedangkan aku terperangah kaget mendengar ucapannya.
Ibunya malah tertawa geli lalu memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
“Bagaimana kalau kita nonton? Atau mungkin kau mau pergi ke suatu tempat?” tanyanya lagi dengan nada yang terkesan tidak peduli.
Aigoo… aigoo!!! Aku bisa gila!
“Ya sudah, nonton saja kalau begitu,” putusnya lalu menarik tanganku pergi.
Oh, kupikir aku tidak akan rela cuci tangan hari ini.
***
Dia memakai kacamata hitam dan topi putih untuk menyamarkan wajahnya, tapi kupikir itu akan sia-sia saja. Dia terlalu mencolok, terlalu tampan untuk dilewatkan. Dan benar saja, sekelompok gadis yang sedang menunggu film diputar pun langsung menunjuk-nunjuknya dengan penuh semangat. Seseorang dari mereka mendekat ke arah kami lalu member tanda agar teman-temannya juga mendekat.
“Kyuhyun oppa, kami boleh minta foto bersama, ya?”
Kyuhyun mengangguk lalu dengan pasrah digilir kesana kemari untuk difoto. Kemudian setelah itu jadi begitu banyak gadis yang mengerubunginya. Aku memutuskan untuk menyingkir, tapi entah bagaimana dia tahu, karena tiba-tiba saja dia sudah menarik tanganku mendekat ke arahnya.
“Maaf, aku harus pergi dulu. hari ini jadwal kencanku. Tidak apa-apa, kan?” tanyanya sambil menyunggingkan senyumnya yang sudah pasti langsung membuat wanita manapaun rela melakukan apa saja untuknya.
Para gadis itu mengangguk dan sesaat kemudian Kyuhyun sudah menggandengku masuk ke bioskop yang sudah dibuka. Kami mendapat tempat tepat di tengah-tengah ruangan, strategis sekali untuk menonton. Tapi belum sampai 30 menit film diputar, aku sudah tidak tahan lagi untuk memprotes tindakannya.
“Kau ini kenapa?” desisku, merasa risih karena dari tadi dia bukannya menonton film tapi malah menonton aku!
“Hanya menatapmu, memangnya tidak boleh?” ujarnya enteng.
Ya Tuhan, lama-lama aku bisa jatuh cinta padanya!
***
Sepulang dari bioskop dia membawaku ke sebuah restoran mewah yang aku yakin harga makanannya seporsi kecil pasti ratusan ribu.
“Ini terlalu berlebihan, Kyuhyun~a,” bisikku.
“Ini diluar perkiraanmu,” katanya sambil menarikkan kursi untukku lalu memanggil pelayang yang datang membawakan buku menu.
Takut-takut aku melirik sedikit buku menu itu dan harga yang tertara disana jelas membuatku kaget. Dan Kyuhyun malah menertawakanku.
Aku menutupi wajahku dengan  buku menu itu lalu berbisik pada Kyuhyun.
“Ini murah sekali! Bagaimana kalau aku saja yang traktir?” tawarku.
“Mala mini milikku, Hye-Na~ya.”
“Tapi kan kau sudah mentraktirku nonton.”
“Tolong jangan membuat egoku terluka, Hye-Na~ya. Aku laki-laki.”
“Oke, oke! Kau ini dikasih enak malah tidak mau!” sungutku.
Aku menyebutkan pesananku lalu pelayan itu pergi. Merasa salah tingkah, aku memutar-mutar gelas di hadapanku.
“Oh, ada satu kejutan lagi,” ujarnya sambil bangkit berdiri.
“Kau mau kemana?”
“Hanya mau menunjukkan caraku. Aku tidak mau kau kehilangan sesuatu yang seharusnya kau miliki jika perjodohan ini tidak terjadi,” katanya penuh rahasia lalu pergi menghilang entah kemana.
Sesaat kemudian aku melihatnya sudah duduk di atas panggung yang disediakan khusus untuk penampilan musik live. Dia memegang gitar lalu mulai memetik senar-senarnya. Aku mendeangar teriakan dari meja sebelah, gadis-gadis di restoran ini mulai berteriak-teriak memanggil nama Kyuhyun. Sebenarnya seberapa terkenalnya sih dia? Huh, sepertinya mulai besok aku harus menonton TV.
Love, oh baby, my girl
Geudaen naui jeonbu
Nunbushige areumdaun naui shinbu
Shini jushin seonmul
(Cinta, oh sayang, gadisku
Kau adalah segalanya bagiku
Pengantinku yamg cantik mempesona
Kau adalah hadiah dari Tuhan)

Haengbokhangayo
Geudaeui ggaman nuneseo nunmuri heurejyo

Ggaman meori pappuri doel ddaeggajido
Naui sarang naui geudae
Saranghal geosul na mengsehalgeyo

(Apakah kau bahagia?
Air mata jatuh dari mata hitammu
Sekalipun rambut hitammu memutih
Cintaku, kau cintaku
Aku bersumpah aku mencintaimu)
Geudaereul saranghandaneun mal
Pyeongsaeng maeil haejugo shipeo
Would you marry me?
Neol saranghalgo akkimyeo saragago shipeo
(Mengatakan bahwa aku mencintaimu
Adalah apa yang ingin kulakukan setiap hari dalam hidupku
Maukah kau menikah denganku?
Mencintaimu dan menghargaimu, aku ingin hidup dengan cara ini)
Geudaega jamideul ddaemada
Nae pare jaeweojugo shipeo
Would you marry me?
Ireon naui maeum heorakhaejullae
(Aku ingin kau bersandar di bahuku
Setiap saat kau tertidur
Maukah kau menikah denganku?
Akankah kau memberi izin pada hatiku ini?)
Pyeongsaeng gyeote isseulge, I do….
Neol saranghaneun geol, I do….
Nungwa bigawado akkyeojumyeonseo, I do….
Neoreul jikyeojulge, my love….
(Aku akan berada di sampingmu di sepanjang sisa hidupku, aku bersedia….
Untuk mencintaimu, aku bersedia….
Tanpa menghiraukan salju dan hujan, aku akan berada disana untuk melindungimu, aku bersedia….
Biarkan aku menjadi satu-satunya pelindungmu, cintaku….)
Hayan dressreul ibeun geudae
Tuxedoreul  ibeun naui moseup
Balgeoreumeul matchumyeo geodneun uri
Jeo dainimgwa byeore, I swear
Geojitmal shireo uishim shireo
Saranghaneun daui gongjo, stay with me
(Kau memakai gaun pengantin putih
Aku memakai tuksedo
Kita berjalan serempak
Menuju bintang dan bulan, aku bersumpah
Tanpa kebohongan, tanpa kecurigaan
Gadisku tersayang, tetaplah bersamaku)
Uriga naireul meogeodo
Useumyeo saragago shipeo
Would you marry me?
Naui modeun nareul hamkke haejullae?
(Meskipun kita menua
Aku ingin hidup dengan terus tersenyum setiap hari
Maukah kau menikah denganku?
Apakah kau mau menghabiskan sisa hidupmu bersamaku?)
Himdeulgo eoryeowodo, I do….
Neul naega isseulge, I do….
Uri hamkehaneun manheunnaldongan, I do….
Maeilgamsahalge, my love….
(Melewati penderitaan dan kesulitan, aku bersedia….
Aku akan selalu berada di sampingmu, aku bersedia….
Begitu banyak hari yang akan kita habiskan bersama, aku bersedia….
Setiap hari hatiku akan selalu bersyukur, cintaku….)
Oraejeonbuteo neoreul wihae junbihan
Nae sone bitnanun banjirul badajwo
Oneulgwa gateun maemuro jigeume yaksok gieokhalge
Would you marry me?

(Aku telah menyiapkan cincin ini untukmu sejak lama
Tolong ambil cincin yang bersinar ini dari tanganku
Aku akan mengingat janji yang kita bagi dengan perasaan yang sama
Maukah kau menikah denganku?)
Naega geudaeyege deuril geoseun sarangbakke eobjyo
Geujeo geuppuningeol bojalgeoteobjyo
Seotulleoboigo manhi bujokhaedo
Naui sarang naui geudae jikyeojulgeyo
(Satu-satunya hal yang bisa kuberikan padamu hanya cinta
Hanya itu hal yang paling berharga yang aku punya
Aku tahu aku kekurangan dalam segala tapi tidak dengan cintaku
Aku akan memperlihatkannya dan aku akan melindungimu)
Hangajiman yaksokhaejullae
Museunil isseodo
Uri seoro saranghagiro geuppuniya
Nawa gyeorhonhaejullae, I do….
(Janjikan satu hal padaku
Tak peduli apapun yang terjadi
Kita akan tetap saling mencintai dan akan tetap seperti itu
Maukah kau menikah denganku? Aku bersedia….)
(Super Junior – Marry U)
Aku baru tahu bahwa suaranya bagus sekali. Aku sudah membuat reencana untuk membeli semua albumnya besok. Aku tidak mau jadi calon istri yang memalukan lagi!
Dia meletakkan gitarnya lalu meraih mikrofon.
“Maaf mengganggu acara makan malam kalian semua. Lima menit lagi kalian boleh melanjutkan. Han Hye-Na, aku tidak akan berbasa-basi dulu padamu. Aku akan memberimu tiga pilihan. Pilihan pertama, katakana iya dan kita segera menikah. Pilihan kedua, kau katakana tidak, lalu aku akan memaksamu mengatakan iya dan kita segera menikah. Pilihan ketiga, jika kau butuh waktu untuk memikirkannya, aku akan memberimu waktu satu hari untuk berpikir dan kita segera menikah. Bagaimana?”
Aku nyaris frustasi sekarang. Bukan hal aneh jika sebentar lagi aku jadi gila. Semua orang menatapku, membuatku merasa semakin gelisah.
“Kau hanya perlu mengangguk atau menggeleng, Hye-Na~ya,” ujarnya dengan nada geli.
Aku mendelik padanya lalu mengangguk. Aku tidak mau terlalu lama jadi pusat perhatian seperti ini.
Dia melangkah ke arahku kemudian duduk lagi di meja kami.
“Yakin kau tidak melupakan sesuatu?” ejekku.
“Sama sekali tidak,” katanya sambil merogoh saku jinsnya lalu mengulurkan sebuah kotak kecil ke arahku.
“Aku tidak mungkin melupakan hal terpenting, kan?” ujarnya.
“Ini… terlalu berlebihan,” keluhku.
Dia mengacuhkan ucapanku kemudian mengeluarkan cincin dari kotak itu.
“Tanganmu, Hye-Na~ya….”
Secara refleks aku mengulurkan tangan kiriku, lupa bahwa di jari manisnya sudah melingkar cincin lain.
“Maaf,” gumamku seraya menarik lepas cincin itu.
“Tunggu,” cegahnya. “Boleh aku lihat?”
Aku menatapnya bingung tapi tetap menyerahkan cincin itu padanya.
“Ini dari siapa?” tanyanya.
Aku mengangkat bahu.
“Mungkin aneh, tapi aku bahkan tidak tahu bagaimana bisa cincin itu ada padaku. Tapi karena aku suka ya aku pakai saja. Kenapa memangnya?”
“Entahlah. Rasanya aku pernah melihat cincin ini sebelumnya.”
Dia mengembalikan cincin  itu padaku lalu memasangkan cincin baru ke jari manisku.
“Suka tidak?”
Aku memperhatikan cincin pemberiannya. Emas putih dengan berlian yang membuatnya kelihatan begitu mewah. Hiasan rumit melingkari berlian itu. Kemudian aku mengangguk.
***
Aku memandang pantulan bayanganku di cermin. Tersenyum malu saat menyadari bahwa pipiku memerah dan dan mataku berbinar-binar bahagia. Bagaimana mungkin ibunya berpikir bahwa anaknya memiliki kelainan padahal dia sudah berhasil menawan hatiku habis-habisan?
Aku menatap cincin baru di jari manisku. Mengecupnya seperti orang gila. Cincin aneh itu sudah aku pasang lagi di jari manis tangan kananku, karena entah kenapa aku menganggap cincin itu sebagai symbol penting dalam kehidupan masa laluku, sebelum Kyuhyun masuk dan mempeorak-porandakannya.
Oh, Ya Tuhan, pernikahan ini benar-benar konyol!
***
KYUHYUN’S POV

“Bagaimana kencan istimewamu tadi?” selidik adikku saat aku baru melangkahkan kaki masuk ke ruang tamu.
“Kau tahu dari mana?”
“Eomma.”
“Menyenangkan.”
“Aku jadi penasaran seperti apa wajahnya.”
“Kenapa tidak kau lihat saja di TV atau majalah?”
“Aku tak punya banyak waktu. Kau kan tahu aku sedang sibuk menyelesaikan skripsi.”
“Oh, tapi tentunya kau punya waktu untuk menggangguku,” ejekku.
“Itu merupakan kesenangan bagiku, hyung. Aku tidak mau merana sendirian.”
Aku menghempaskan tubuh di sampingnya, menatap layar laptopnya yang sudah dipenuhi banyak tulisan.
“Kapan kau masuk kerja, Pak Direktur?” tanyaku sok peduli.
“Setelah kau kawin.”
“Dan itu berarti lusa?”
“Yah, cepat sekali bukan?”
Lusa? Aku akan menikahinya lusa? Aku tidak bisa membayangkan bisa secantik apa dia nanti di hari pernikahan kami….
***
EUNHYUK’S POV

Aku menyampirkan jasku asal-asalan. Bukan rahasia lagi jika aku tidak suka memakai pakaian resmi. Appa sudah mewanti-wantiku soal ini, dia bilang memangnya aku mau pakai baju kaus saat masuk kerja nanti?
Aku berusaha memasang dasiku seraya berjalan memasuki gedung hotel tempat pernikahan kakakku akan digelar.
Langkahku mendadak terhenti di depan pintu masuk. Sama sekali tidak memedulikan orang-orang yang menabrakku karena hal ini. Mataku tertumbuk pada tulisan yang terpajang di depan pintu itu.
Cho Kyuhyun dan Han Hye-Na? Hye-Na?
Brengsek! Pasti ada kesalahan! Kenapa aku tidak bisa menarik kesimpulan atas semua ini? Hye-Na yang tiba-tiba akan menikah, Kyuhyun hyung yang menyetujui perjodohannya. Kenapa aku tidak bisa emnghubungkan semuanya?
Bergegas aku menghambur masuk, tidak peduli tatapan bingung orang-orang yang melihat tingkahku. Gadisku akan menikah dengan hyungku sendiri? Aku tak akan membiarkannya!
***
HYE-NA’S POV

Aku ditinggal sendirian di ruangan ini setelah aku selesai dirias. Gaun pilihan Kyuhyun ternyata benar-benar pas di tubuhku. Dari tadi aku malah tidak ada henti-hentinya mengagumi diri sendiri, bertanya-tanya dalam hati bagaimana pendapat Kyuhyun nanti.
Tiba-tiba pintu ruang gantiku dibuka dengan kasar, sehingga terbanting dengan suara keras. Aku berbalik dan mendapati Eunhyuk berdiri di hadapanku, menatapku dengan sangar.
“Berani-beraninya kau menikah dengan hyungku!” teriaknya murka sambil menyentakkan tanganku, membuatku meringis kesakitan.
“Hyung?” tanyaku tak mengerti.
“Ya, dia itu hyungku! Kyuhyun itu hyungku! Sial!”
Informasi itu terserap di benakku. Refleks aku mengatupkan tanganku ke mulut sebagai reaksi terkejut.
“Oh, bagus! Jadi dia belum memberitahumu?” tukasnya sambil mengguncang-guncang tubuhku.
Lalu pemahaman baru terlintas di benakku. Aku menyakitinya…. Lagi. Seolah-olah belum cukup aku merajamnya, kemudian aku malah mendorongnya masuk ke dalam jurang penuh binatang buas.
“Mianhae. Mollayo,” ujarku lirih.
Dia menatapku dengan raut wajah putus asa kemudian mengguncang-guncang tubuhku lagi. Aku berusaha untuk tidak meringis kesakitan, karena aku memang pantas mendapatkannya. Aku bahkan tidak akan marah kalau dia menamparku atau mencaciku dengan segala macam makian yang dia tahu.
“Hentikan, Hye-Na~ya, kau harus membatalkan pernikahan ini. Masih ada waktu,” pintanya frustasi.
“Aku tidak bisa.”
“APANYA YANG TIDAK BISA?!” teriaknya dengan suara menggelegar, mencengkeram bahuku lebih keras. Aku tidak akan heran kalau tanganku sudah memar-memar sekarang.
“Enyahkan tanganmu dari tubuh gadisku!”
Aku memiringkan wajahku sedikit, memandang melewati bahu Eunhyuk. Dia berdiri di sana. Satu kakinya ditumpangkan ke kaki lain dan tangannya bersedekap di depan dada. Berkebalikan dengan posisi berdirinya yang tampak santai, ekspresinya tampak begitu kaku. Rahangnya mengeras dan matanya berkilat-kilat marah. Dia berbicara dengan suara yang begitu tenang dan lembut, tapi itu malah membuat kata-katanya terdengar lebih mengancam.
“Sekarang,” tegasnya.
Eunhyuk melepaskan cengkeramannya lalu berbalik menghadap Kyuhyun.
“Dunia ini kecil sekali bukan? Berkisar di tempat yang sama,” gumam Eunhyuk. Aku bisa mendengar kepedihan dalam suaranya dan rasa bersalah itu menghantamku lagi dengan telak.
“Apa aku perlu berlutut di hadapanmu untuk membuktikan ucapanku dulu?”
Kyuhyun seperti tersentak mendengar ucapan Eunhyuk. Dia menatap adiknya itu dengan kalut. Eunhyuk melangkah mendekati Kyuhyun lalu berhenti di sampingnya.
“Kurasa tidak. Jaga saja dia baik-baik untukku. Maaf, tapi aku minta tolong carikan alasan yang cukup masuk akal untuk eomma, aku rasa aku tidak sanggup melihatnya. Dan… Hye-Na~ya… semoga bahagia….”
Kata-katanya tersusun kacau, menggambarkan kegalauan hatinya. Sekilas dia menepuk bahu Kyuhyun pelan lalu beranjak keluar dari ruangan.
Kyuhyun menatapku. Lama sekali. Aku tidak bisa membaca ekspresinya. Baru beberapa menit kemudian dia mendekat dan memegangiku, membuatku tersadar bahwa tubuhku terasa sedikit limbung.
Dia menatapku tepat di manik mata, kemudian berbicara dengan suara lambat.
“Aku bisa… membatalkan pernikahan ini… kalau… kalau kau… mau. Aku tidak tahu kalian berdua…. Dia sangat mencintaimu, Hye-na~ya. Aku akan merasa sangat bersalah jika menyakiti hatinya.”
“Tidak,” desisku. Aku merasa mataku mulai basah, tetesan air mulai berusaha mendesak keluar. “Bagaimana… bagaimana denganmu… kau bisa….”
“Perseran dengan semua orang!” potongnya sambil mengacak-acak rambutnya frustasi. “Aku sudah menghancurkan hubungan kalian…. Aku….”
“Tidak… tidak!” sergahku.
Dia mendongak, mengerjapkan mata sesaat untuk memfokuskan pandangan.
“Pernikahannya bisa ditunda satu jam lagi. Jernihkan dulu pikiranmu, aku tidak mau kau menyesal,” putusnya.
“Tidak. Aku tidak apa-apa, oke? Kita sudah tinggal selangkah lagi, aku tidak mau merusaknya,” isakku dan sesaat kemudian tangisku meledak. Aku sudah menyakiti hati Eunhyuk dan hal itu membuatku depresi.
“Sudahlah, Hye-Na~ya. Tidak apa-apa.”
Cepat-cepat aku menghapus air mataku, melirik cermin untuk memastikan bahwa make-upku tidak luntur. Aku menarik nafas panjang, berusaha menenangkan diri.
“Aku sudah baikan. Kita keluar sekarang.”
Dia tampak enggan memenuhi permintaanku, tapi aku bersikeras menarik tangannya keluar ruangan. Aku bisa. Aku harus bisa. Aku tidak mau mengecewakan appaku.
***
KYUHYUN’S POV

Aku meliriknya cemas. Kekhawatiran melandaku bagai air bah. Aku merasa sangat egois. Kenapa aku tak pernah bertanya apakah dia punya pacar atau tidak? Selama ini aku hanya sibuk memikirkan keinginanku sendiri. Tidak pernah memikirkan apa yang dia inginkan.
Mereka berdua saling mencintai dan aku merusaknya hanya karena keenggananku untuk memimpin perusahaan. Apa-apaan aku ini?
“Aku jamin perusahaan appamu tidak akan bangkrut jika kita tidak jadi menikah,” bujukku.
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kau pikir bagaimana pendapat semua orang jika kita membatalkan semuanya? Appku? Orang tuamu?”
Dalam hati aku membenarkan ucapannya. Tapi berusaha mengintimidasi, aku memegangi kedua sisi wajahnya dengan tanganku, menatapnya dalam-dalam.
“Sekitar setahun setelah kita menikah, kau boleh meminta cerai padaku. Kapan saja kau mau. Toh pernikahan ini cuma menuntut pewaris keturunan. Kau bisa bilang aku mandul atau semacamnya, aku sama sekali tidak keberatan.”
Tawa frustasi keluar dari sela-sela bibirnya.
“Oke… oke… terserah kau saja. Jadi bagaimana kalau sekarang kau pergi, karena pengantin pria kan seharusnya tidak menemui pengantin wanita.”
Aku mengangguk, melepaskan tangannya yang masih berada dalam genggamanku. Oh, apakah aku sudah bilang? Dia mempesona sekali hari ini. Membutakan.
***
HYE-NA’S POV

Aku merasakan semua orang menatapku, menjadikanku pusat perhatian saat aku melangkah tegang ke tempat Kyuhyun berdiri. Acara pernikahan taddi pagi berlangsung sukses dan tidak ada terlalu banyak orang, hanya ratusan mungkin. Tapi sekarang? Apakah lima ribu orang itu sebanyak ini? Sekilas aku malah menyadari dengan ngeri bahwa ini bahkan belum mencapai setengahnya.
Aku berkonsentarasi menatap Kyuhyun yang sudah menungguku di ujung ruangan. Latar belakang ribuan kelopak bunga yang menjuntai, membuat pemandangan ini semakin dramatis. Daun-daun indah yang berguguran di sepanjang jalan menemani langkahku. Apa tema pesta ini? Musim gugur yang melingkupi para tamu? Sekaligus musim semi yang dihadirkan di sekitar tempat berdiri pengantin?
Dia tampan sekali. Berapa kali lagi aku harus terkejut saat mendapatinya menjadi lebih tampan dan lebih tampan lagi?
Tapi anehnya dia juga balas menatapku dengan sorot kagum yang sama. Seolah-olah aku ini bidadari dan dia memenangkan taruhan untuk mendapatkanku. Dia begitu mempesona sekaligus begitu terpesona.
Aku sempat menyesal karena tidak melirik kaca tadi saking tegangnya menanti momen ini. Dan sekarang semuanya terasa begitu kekanak-kanakan.
Memanfaatkan kesempatan, aku melirik cermin yang diapasang menutupi dinding, memantulkan semua keramaian ini. Dan aku terkesiap kaget mendapati bahwa aku bahkan puluhan kali lebih cantik daripada tadi pagi. Gaun putih ini mewah sekali dan dandananku terasa begitu pas dengan wajahku yang berseri-seri bahagia.
Tinggal tiga langkah lagi menuju Kyuhyun dan konsentrasiku langsung terpecah saat melihat senyum kemenangan yang tersungging di bibirnya. Aku memegangi ayahku erat-erat, takut dengan berbagai kesalahan yang mungkin saja terjadi. Takut aku terserimpet gaunku sendiri dalam ketergesaanku menggapai tangannya.
Sekilas aku teringat peristiwa 10 jam yang lalu saat kami mengucapkan janji pernikahan. Saat itu aku merasa seolah-olah dia sudah benar-benar jadi milikku. Suamiku. Kawan hidupku.
Sekarang dia mengulurkan tangannya ke arahku dan aku menyambut uluran tangannya itu dengan senyum bahagia. Oh, masa bodoh apapun yang dipikirkannya nanti. Aku tidak keberatan kalau dia berpikir bahwa aku ini wanita genit yang begitu cepat berpindah hati. Persetan dengan itu semua! Yang jelas sekarang aku berada di sampingnya. Aku yang mendapatkannya.
Para wartawan berebut meemotret kami berdua, sedangkan kami mulai sibuk meladeni antrian para tamu yang datang untuk menyalami kami. Seperti tidak ada habis-habisnya, aku terus menyalami mereka, tersenyum sampai sekitar satu jam kemudian. Saat antrian sudah mulai berkurang dan para tamu mulai riuh menikmati hidangan, aku menghempaskan tubuh ke atas kursi. Kelelahan.
Kyuhyun menyodorkan segelas air padaku yang langsung kusambut dengan rasa penuh terima kasih. Saat itulah seorang gadis mungil melangkah lincah mendekati kami. Dia manis sekali. Dan menilik dari wajahnya, dia seumuran denganku.
“Annyeong!” sapanya ramah seraya merangkul dan mencium pipiku.
“Choi Ji-Yoo imnida, manajer Kyuhyun,” ujarnya sambil melempar tatapan kesal ke arah Kyuhyun. “Kenapa kau tidak mengenalkannya padaku?” tuntutnya.
“Sekarang kan kau sudah kenal,” jawab Kyuhyun cuek.
“Huh, kau ini! Ya sudahlah, aku cari makan dulu, awas saja kalau makanannya tidak enak, kuhabisi kau!” serunya ke arah Kyuhyun lalu melambai kepadaku kemudian berlalu dari hadapan kami.
“Dia menyenangkan sekali,” gumamku terpesona.
“Tapi terkadang juga menyebalkan,” timpal Kyuhyun.
Aku menatap gadis itu lagi untuk beberapa lama, dia benar-benar penuh semangat. Bergerak lincah kesana kemari menyapa semua orang.
“Kau tidak naksir padanya?” selidikku.
Kyuhyun menggeleng, raut wajahnya menunjukkan bahwa dia menganggap pertanyaanku tadi konyol sekali.
“Dia naksir Eunhyuk.”
Aku menatap Kyuhyun, membuatnya tersadar sudah kelewatan.
“Maaf, aku lupa,” gumamnya pelan.
“Lupakan.”
***
Music familier mengalun merdu. Lagu kesukaanku. The Carpenters, Close To You. Beberapa tamu mulai bergerak ke tengah ruangan, berdansa dengan pasangannya masing-masing. Dan tiba-tiba saja Kyuhyun sudah berdiri di hadapanku, membungkuk sopan seraya mengulurkan tangan..
Dengan tegas aku menggeleng kuat-kuat.
“Aku tidak bisa,” elakku.
“Aku bisa,” ujarnya, menatap mataku dalam-dalam lagi. Dan lagi-lagi seperti biasa, dengan mudahnya aku tertawan.
“Kau curang!” tuduhku.
Dia nyengir dengan tampang polos lalu membantuku melangkah dengan segala keribetan gaun ini. Orang-orang member jalan agar kami bisa lewat.
“Pegang tanganku,” katanya mengarahkan.
Aku menurut lalu dia meraih tangan kiriku untuk diletakkan di bahunya. Tapi konsentrasiku lebih terfokus ke diriku sendiri agar tidak terengah-engah akibat dampak keberadaan tangannya di pinggangku.
Dia pedansa yang hebat dan dia sabar sekali mengarahkan gerakanku.
“Sejak kapan di pernikahan ada acara dansa-dansa segala?” protesku dengan suara rendah.
“Entah. Ini kan ide eomma. Dia suka pesta pernikahan anak temannya dan ingin menirunya.”
Kami terdiam lagi. Aku pikir aku harus memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya. Aku menghirup wangi tubuhnya dalam-dalam. Seperti wangi cologne, tapi bercampur lagi dengan wangi lain yang lebih pekat, wangi tubuhnya sendiri, dan aku benar-benar menyukainya.
“Kau sudah baikan?” tanyanya tiba-tiba.
Setengah sadar aku mengangguk. Musiknya sudah berganti dengan musik lain. Instrumental megah yang tidak kuketahui judulnya, tapi indah sekali. Kami berdua terus berdansa. Aku bahkan setengah yakin bahwa dia tidak sadar musiknya sudah berubah, karena dia dari tadi hanya menunduk menatapku.
“Ngomong-ngomong, eomma dan appa memberikan tiket bulan madu untuk kita.”
Aku mendongak menatapnya dan baru menyadari bahwa hal itu merupakan suatu kesalahan, karena lagi-lagi aku terperangkap dalam tatapannya.
“Eh, kemana?” tanyaku nyaris sinting.
“Paris,” ujarnya tak yakin. “Aku bisa membatalkannya kalau kau mau. Biar aku yang bicara pada eomma dan appa.”
“Jangan!” cegahku, lalu cepaat-cepat meralat sebelum dia berpikir yang tidak-tidak, “Kau pikir kapan lagi aku bisa kesana? Gratis lagi!”
Dia tertawa kecil melihat tingkahku.
“Hati-hati Nyonya Cho, kau hanya pergi berdua denganku.”
“Oh, ya? Lalu kenapa?” tantangku.
“Kau yakin bisa menjaga diri dari pesonaku?”
“Sialan kau!”
***
EUNHYUK’S POV

Aku menonton acara TV di hadapanku dengan tatapan nanar. Entah setan apa yang merasukiku sampai sanggup menonton resepsi pernikahan mereka yang diliput besar-besaran oleh seluruh stasiun TV. Aku merasa limbung saat melihat mereka berdua berdansa, melihat bagaimana cara Kyuhyun menatap Hye-Na, melihat bagaimana Kyuhyun menyentuh Hye-Na dengan kelembutan sedemikian rupa seolah-olah gadis itu adalah Kristal seharga milyaran won yang gampang pecah.
Mau tidak mau aku dengan sangat terpaksa mengakui… dia mencintai Hye-Na… lebih daripada aku, bahkan sebelum dia sempat menyadarinya.
***
KYUHYUN’S POV

Sudah lewat tengah malam saat kami sampai di rumah. Setelah segala macam tetek bengek pernikahan dan konferensi persnya akhirnya kami bebas juga.
“Jangan bangunkan dia. Gendong saja. Dia pasti capek sekali,” bisik eommaku lalu turun dari mobil bersama appa.
Aku melirik Hye-Na yang sedang tertidur pulas di jok mobil. Wajahnya polos sekali seperti malaikat jika sedang tidur seperti itu….
Aku turun dari mobil lalu membuka pintu penumpang dan menggendongnya turun dengan hati-hati. Eommaku membiarkan pintu rumah terbuka lebar untuk memudahkanku lewat. Aku menendangnya sampai tertutup kemudian menaiki tangga sampai ke lantai atas.
Aku membaringkan tubuhnya ke atas tempat tidur pelan-pelan, berusaha agar dia tidak terbangun. Aku menarik selimut untuk menyelimuti tubuhnya lalu merapikan anak-anak rambutnya yang berantakan, menyelipkannya ke belakang telinga.
Aku mendengarkan nafasnya yang teratur, mendengarkan detak jantungnya. Aku bahkan tidak tidur semalaman karena memperhatikannya!
***
HYE-NA’S POV

Aku terbangun keesokan harinya saat sinar matahari mulai menyelinap masuk lewat jendela kamar. Aku menggeliat sesaat, membuka mata lalu mengerjap bingung mendapati ruangan dimana aku berada sekarang.
Hye-Na babo, bisikku pada diri sendiri. Kau sudah menikah sekarang.
Aku mengedarkan tatapanku ke sekeliling, terpaku sesaat pada pintu kaca besar yang terbuka ke balkon, lalu beralih lagi ke dalam kamar yang super luas ini. Semua peralatan elektronik seperti TV, DVD, home theatre, kulkas mini, computer, dan rak-rak berisi beratus-ratus VCD dan DVD lagu-lagu tersusun rapi di kamar ini. Aku menatap foto Kyuhyun yang dipigura besar di dinding lama-lama. Ngomong-ngomong dimana dia?
Aku bangkit lalu membuka pintu di sudut kamar. Bahkan kamar mandinya begitu besar.
Aku membersihkan diri secukupnya, berharap aku tidak bau-bau amat karena tidak mandi. Aku kan tidak tahu dimana dia meletakkan pakaian-pakaianku.
Setelah merasa sedikit segar, aku turun ke bawah mencarinya. Dia sedang duduk sendirian di kursi meja makan, sama sekali tidak menyentuh sarapannya.
“Pagi,” sapaku.
Dia mendongak lalu tersenyum. Aku membalas senyumnya seraya menarik kursi dan duduk di hadapannya.
“Pagi sekali kau bangun,” selidikku.
Aku mendapati ekspresi gugup di wajahnya lalu menyadari sesuatu, ada lingkaran hitam di bawah matanya.
“Kau tidak tidur semalaman?” tanyaku.
Kegugupannya semakin menjadi-jadi. Dia mengacak-acak rambutnya gusar lalu menatapku.
“Aku… eh… belum terbiasa dengan… ng… kehadiranmu. Jadi… maaf, tapi… aku laki-laki. Agak sedikit sulit bagiku. Kuharap kau mengerti.”
Aku mengangguk lalu pura-pura sibuk mengoleskan selai kacang ke permukaan rotiku, berusaha menyembunyikan wajahku yang sudah memerah.
***
Siang harinya kami bertiga sudah duduk di ruang keluarga sambil menonton TV. Aku baru saja selesai mandi setelah aku menanyakan kepada Kyuhyun dimana letak pakaianku. Ternyata dia sudah menyusunnya ke dalam lemari karena tadi malam dia sedang tidak ada kerjaan untuk mengalihkan perhatian katanya, membuat wajahku lagi-lagi memerah.
Appa Kyuhyun masih di kantor dan baru pulang satu jam lagi saat makan siang. Eomma sedang memasak di dapur bersama pembantunya. Tadinya sih aku berniat membantu, tapi eomma melarangku, alasannya aku pengantin baru, jadi belum boleh melakukan apa-apa. Aku sih bersyukur karena hal ini, aku saja tidak bisa membedakan mana yang garam dan mana yang gula. Mungkin bisa, kalau aku mencobanya satu per satu.
“Ngomong-ngomong, kapan kalian akan pergi berbulan madu? Bagaimana kalau lusa? Minggu depan kan kau harus konser keluar negeri, Kyuhyun~a.”
“Terserah saja,” katanya kedengaran tidak peduli. Dia malah sibuk memuntir-muntir rambutku ke jarinya, membuatku sedikit kehilangan fokus.
“Eomma, aku pulang!” Terdengar seruan dari pintu depan. Aku tersentak kaget dan Kyuhyun juga ikut membeku di sampingku. Itu suara Eunhyuk.
Dia masuk ke dalam ruangan lalu duduk di samping eomma sambil tersenyum lebar.
“Kau ini! Kenapa kemarin tidak datang, hah?” seru eomma pura-pura marah.
“Aigoo, eomma! Memangnya Kyuhyun hyung tidak bilang? Aku kemarin pagi datang, tapi tiba-tiba ada temanku yang kecelakaan, jadi aku ke rumah sakit.”
“Tidak. Eomma tidak sempat menanyainya. Kau ini, kan malamnya kau bisa datang!”
“Tidak bisa, eomma. Keluarganya sedang di luar kota, jadi aku yang menjaganya. Aku kan tidak mungkin meninggalkannya. Kalau dia kenapa-napa bagaimana?”
“Kau ini! Banyak sekali alasan! Ya sudah, cepat kenalan dengan kakak iparmu!”
Eunhyuk menatapku lalu tersenyum.
“Aku sudah kenal. Kami dulu satu SMA dan sekarang satu kampus. Benar kan, kakak ipar?”
Aku mengangguk. Benarkah dia sudah pulih secepat itu?
“Oh, bagus itu! Bagaimana, Hye-Na? dia dulu tidak kenal, kan?”
Aku menggeleng dengan senyum dipaksakan.
“Ya sudahlah, eomma mau lihat masakan dulu. kalian mengobrollah.”
Eomma menghilang ke balik pintu, meninggalkan kami bertiga dalam keadaan canggung. Eunhyuk yang terlebih dahulu memecah kesunyian.
“Aku sudah tidak apa-apa. Tenang saja!”
Aku masih tidak berkata apa-apa saat tiba-tiba saja Ji-Yoo datang.
“Hai semua!” serunya, riang seperti biasa. Dia duduk di sampingku, lalu menatap Eunhyuk terang-terangan.
“Kau disini juga?”
Eunhyuk tersenyum lalu mengangguk.
“Aku akan pindah kesini. Mungkin Kyuhyun dan Hye-Na mau pindah ke apartemen dalam waktu dekat?”
Kyuhyun mengangguk. Yah, aku bisa memahaminya. Kalau disini terus, bisa-bisa dia tidak tidur setiap malam, lagipula lama-lama eomma bisa-bisa curiga.
“Tidak, tidak!”
Tiba-tiba saja eomma sudah kembali lagi seraya melayangkan tatapan marah kepada anaknya.
“Kalian belum boleh pindah pokoknya! Eomma kan masih mau bersama Hye-Na! Nanti sehabis kalian bulan madu, kau akan sibuk tur kesana kemari, masa kau mau meninggalkan Hye-Na sendirian di apartemen?”
“Tapi eomma….”
“Tidak! Tidak bisa pokoknya! Dan kau Eunhyuk~a, kau tinggal saja dulu di paartemen hyungmu, daripada dibiarkan kosong begitu saja. Lagipula kan lebih dekat dari kantor.”
Aku tersenyum dalam hati. Eomma mengerikan sekali kalau sednag marah seperti itu. Lagipula aku lebih suka disini. Masih ada eomma dan appa yang akan melindungiku. Daripada di apartemen, bisa-bisa Kyuhyun macam-macam.
Tidak, mungkin saja bukan Kyuhyun. Bisa jadi malah aku yang hilang kendali….
***
EUNHYUK’S POV
“Hei, Eunhyuk, kau mau menunjukkan padaku tempat-tempat yang bagus tidak? Aku ada tugas kuliah. Soal fotografi kau kan jagonya!”
Aku menatap Ji-Yoo, berpikir sesaat lalu mengangguk.
“Makan dulu! Eomma kan sudah capek-capek masak!” sergah eommaku.
Kami beraanjak ke meja makan. Appa baru saja pulang, jadi kami semua sudah lengkap.
Aku mengambil tempat di depan Hye-Na. hal bodoh sebenarnya karena membuatku berpikir yang tidak-tidak. Aku jadi membayangkan bagaimana jika seandainya dialah yang menjadi istriku. Aku pasti akan menjadi namja paling beruntung sedunia. Sebelum berkhayal terlalu dalam, aku langsung berusaha menyingkirkan pikiran itu jauh-jauh.
“Bagaimana, Hye-Na? suka tinggal disini?” tanya appaku.
“Lumayanlah, appa. Tapi rasanya rumah ini terlalu besar.”
“Hahaha… bisa saja! Oh ya, bagaimana rencana bulan madu kalian?”
“Lusa kami berangkat,” jawab Kyuhyun.
“Bagus itu! Nanti kalau perginya berdua, pulangnya harus bertiga!”
Aku tersedak demi mendengar ucapan itu. Cepat-cepat aku menyambar air lalu meneguknya sampai tandas. Aku bisa merasakan Hye-Na menatapku dengan perasaan tidak enak.
“Makanya kalau makan jangan buru-buru!” ujar ibuku sambil mengusap-usap punggungku pelan.
“Ji-Yoo~a, kau sudah selesai belum? Bagaimana kalau kita pergi sekarang?”
Seolah menyadari situasi, Ji-Yoo mengangguk lalu berpamitan dnegan mereka semua.
“Hati-hati di jalan,” pesan eommaku.
***

Aku mengamati Ji-Yoo yang sedang asyik bergerak kesana kemari untuk mengabadikan gambar bangunan-bangunan tua. Tapi lagi-lagi aku terjebak dalam kenanganku bersama Hye-na dulu disini. Saat dia bersedia menemaniku menghabiskan waktu seharian untuk memotret. Diam-diam sebenarnya aku malah keasyikan mengambil fotonya. Aku menghabiskan dua rol film waktu itu.
Aku kembali fokus  saat Ji-Yoo menghempaskan tubuhnya di sampingku. Dia menenggak air putih dari botol minumnya lalu menyeka keringatnya.
“Kau kuat sekali,” ujarnya tiba-tiba.
Aku mengernyitkan kening bingung.
“Kalau aku jadi kau, aku pasti akan merana dalam beberapa minggu ke depan. Aku jadi heran sebenarnya, bukankah kau sangat mencintai Hye-Na? Saking cintanya kau bersikeras mempertahankan hubungan kalian selama 4 tahun padahal kau tahu dia sama sekali tidak mencintaimu. Tapi sekarang kau malah sembuh dengan begitu cepatnya.”
Aku terkesiap mendengar ucapannya.
“Aku mengamatimu tahu! Oh, sudahlah, jangan pura-pura bodoh seperti itu!” serunya saat melihat tampang tololku. “Masa sih kau tidak tahu bahwa aku menyukaimu? Aku kan selalu mengikutimu secara diam-diam selama ini!”
Aku tidak bisa berkata apa-apa saking kagetnya.
“Ah, tidak usah dipikirkan! Santai saja! Tapi kau harus menjawab pertanyaanku tadi. Kenapa aku bisa sembuh begitu cepat? Siapa tahu aku bisa mempelajarinya darimu.”
“Aku hanya menyadari… bahwa ada orang lain yang akan mencintai Hye-Na lebih daripada aku. Yang bersedia menghabiskan hidupnya untuk membahagiakan gadisku. Maka aku melepaskannya….”
“Hanya begitu?”
“Ya, cintaku hanya sesederhana itu. Asal dia bahagia, itu saja sudah cukup. Aku suka caranya tersenyum kepada Kyuhyun. Dia bahagia. Mereka memang belum sadar, tapi lihat saja nanti, pasti tidak ada yang bisa mengalahkan cinta mereka.”
“Oh, kedengarannya mudah sekali. Tapi aku rasa itu pasti akan sangat sulit untuk dilakukan.”
“Memangnya kau mau mempelajarinya untuk apa?”
“Untuk melupakanmu,” ujarnya enteng sambil menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Dia tersenyum dan cahaya matahari yang menyusup lewat celah-celah dedaunan memantul di wajahnya.
“Bagaimana kalau tidak usah saja? Berusahalah sedikit lagi, siapa tahu kau bisa menawanku?”
TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar