Rabu, 16 Februari 2011

ngobrol yuk!!

annyeong k-pop readers >>
udah lama gak ketemu :) udah di baca FF nya ?? gimana ??
hahaii ~~
oh iya, ada yang mau kenal sama readers lain nya? curhat ? atau request FF ?
gampang !! tinggal klik aja tulisan 'ngobrol yuk!! mudah kan ?

kamu bisa ngobrol sama readers lain nya, admin nya dan bisa request tanpa di undi .. maksudnya langsung di kabulin ~~ so, ayo kita ngobrol reader ;-)

download lagu >>

U-Kiss - Man Man Ha Ni.mp3

Ukiss - Bingeul Bingeul (Round & Round).mp3

UKiss- Shut Up!.mp3

UKISS - What's This.mp3

Without You-Ukiss.mp3

Senin, 24 Januari 2011

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 10 ENDING

Source : Sapphireblueoceanforsuju







HYE-NA’S POV

Aku menatap Eun-Ji yang duduk di hadapanku. Hanya dengan memakai tank-top hitam dan celana jins saja dia sudah terlihat begitu mempesona. Kemudian aku ganti menunduk, menilai diriku sendiri. Jins belel dan kaus biasa bertuliskan ‘I DON’T CARE’ kesukaanku ini sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan dia.
Dia mengaduk lemon tea-nya sesaat lalu memutuskan untuk memulai pembicaraan denganku.
“Kau meminta cerai?” tanyanya padaku.
“Dari mana kau tahu?” selidikku.
“Temanku yang mengurus surat perceraianmu. Dan tiba-tiba dibatalkan begitu saja?”
“Kabar buruk bukan?”
“Tidak juga,” katanya seraya mengedikkan bahu. “Kalau boleh tahu apa alasannya?”
“Kukira dia tidak mencintaiku.”
“Oh!” serunya antusias. “Dan perceraian itu batal tentunya karena dia mengungkapkan perasaannya bukan?”
Aku mendelik menatapnya. Dia aneh sekali. Kenapa jadi semangat begitu? Bukankah seharusnya dia marah karena aku merebut Kyuhyun?
“Iya,” jawabku akhirnya.
“Jadi kau tidak tahu bahwa dia mencintaimu?”
Kali ini aku menggeleng.
“Kau mau dengar ceritaku tidak?”
Aku menatapnya heran lalu mengangguk.
“Eomma dan appaku ingin aku melanjutkan ssekolah keluar negeri. Tapi aku tidak mau. Entah kenapa rasanya bahagia sekali jika aku melawan mereka. Mereka sibuk sendiri dengan perusahaan, tidak pernah ada di rumah, tapi malah dengan seenaknya ingin mengatur hidupku. Maka aku bersikeras ingin melanjutkan SMA-ku disini. Pertengkaran besar, kau tahu?”
Dia menarik nafas sesaat, seakan sedang mengingat masa-masa itu lagi.
“Aku menang. Tentu saja. Setelah mengancam mereka bahwa aku akan kabur dari ruamh. Di sekolah itulah untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Pada Kyuhyun. Aku ingat sekali waktu itu dia begitu alergi terhadap yeoja. Hampir 50% dari seluruh yeoja di SMA itu menyukainya. Setiap hari ada saja yang menyatakan cinta padanya, wlaau akhirnya selalu ditolak dengan berbagai macam makian. Dari semuanya, akulah yang paling tebal muka, tidak henti-hentinya berusaha menarik perhatian dia.”
“Banyak dari yeoja-yeoja yang sakit hati itu mnegambil kesimpulan bahwa Kyuhyun itu gay, penyuka sesama jenis. Tapi anehnya dia juga tidak terlalu bergaul dengan anak laki-laki.”
“3 tahun setelah itu kami tamat. Aku diterima di Harvard tapi aku malah memilih sekolah fashion di Milan. Orang tuaku lagi-lagi menentang, tapi aku membuktikan pada mereka bahwa aku memang bisa, aku berbakat. Lalu setelah tamat aku mendirikan perusahaan mode di Paris.”
“Kemudian aku bertemu dengan kalian. Sekali lihat aku langsung tahu bahwa dia sangat mencintaimu, tapi kau sendiri dengan bodohnya malah tidak sadar. Aku terkejut sebenarnya saat tahu bahwa Kyuhyun bisa begitu dekat dengan seorang yeoja. Cara dia merangkulmu, tersenyum padamu, menatapmu, semuanya seperti bukan Kyuhyun.”
“Sampai kau menghilang waktu itu. Dia panik sekali. Aku belum pernah melihatnya sekacau itu. Waktu dia bertanya pada penjaga pintu, Bahasa Inggrisnya berlepotan sekali. Padahal tahukah kau Hye-Na~ya, Kyuhyun itu tipe orang yang sangat pandai mengendalikan emosinya. Orang tidak akan tahu kalau dia sedang marah, sedih, ataupun gembira. Ekspresinya selalu datar-datar saja.”
“Tidak juga. Dia selalu marah-marah padaku. Kadang-kadang dia juga sering tersenyum.”
“Itu artinya dia sudah membuka hatinya lebar-lebar padamu,” ujar Eun-Ji sambil tersenyum.
“Kau ini kenapa? Aneh sekali!” tanyaku heran.
“Aku ingin bertemu denganmu bukan untuk memberitahumu seberapa besar Kyuhyun mencintaimu, tapi aku ingin memberikan undangan. Aku akan menikah,” katanya dengan nada antusias. Dia mengambil sebuah undangan berwarna cokelat keemasan dari dalam tasnya lalu menyerahkannya padaku.
“Dia sahabatku sejak kecil. Tempat aku curhat betapa aku sangat mencintai Kyuhyun. Aku tidka bisa membayangkan betapa sakitnya dia selama ini. Sepulang dari pesta launching album Kyuhyun waktu itu aku benar-benar patah hati. Dia yang menghiburku. Lalu entah kenapa, taraaaa…. Ternyata kami sudah bertunangan!” serunya dengan wajah berbinar-binar bahagia.
“Hei, berjanjilah padaku kau akan datang bersama Kyuhyun, oke?”
Aku mengangguk, ikut merasakan kebahagiaan yang menguar darinya.
“Oh iya, kudengar anakmu namja. Kalau nanti aku hamil dan ternyata anakku yeoja, kau mau tidak menjodohkannya dengan anakku? Setidaknya kalau aku tidak bisa mendapatkan appanya, anaknya juga boleh!” guraunya, membuatku tertawa.
“Bisa diatur,” ucapku.

***

KYUHYUN’S POV

Aku lewat tengah malam dengan tubuh kelelahan, berjalan melewati ruang keluarga yang gelap. Laangkahku terhenti saat melihat tubuh Hye-Na yang sedang terbaring di atas sofa. Kuputuskan untuk menghidupkan lampu lalu menghampirinya.
“Hye-Na~ya?” panggilku seraya mengguncang-guncang tubuh gadis itu. Dia menggeliat sesaat sebelum membuka matanya.
“Hei, kau sudah pulang,” ujarnya serak sambil mengucek-ucek mata.
“Kenapa tidak tidur di dalam saja?”
“Aku menunggumu. Kau sudah makan?”
Aku menggeleng, teringat bahwa aku sama sekali tidak makan dari tadi siang.
“Ya sudah. Tadi eomma masak bulggogi. Kau pasti lapar,” katanya kemudian menarikku ke meja makan.
Dia emngambil piring lalu menyendokkan nasi untukku. Aku tersenyum dalam hati. Betapa sempurnanya hidupku sekarang. Keluargaku sudah lengkap.
“Tadi siang aku membuka internet,” ujarnya tiba-tiba. Aku menelan makananku lalu meraih gelas berisi air putih.
“Maaf, aku tidak tahu akibatnya jadi begini. Kau pasti kesusahan sekali tadi,” lanjutnya.
Aku menghela nafas pelan. Entah bagaimana para wartawan itu bisa tahu bahwa Hye-Na mengajukan cerai, padahal tuntutan itu sudah dibatalkan. Dan mereka merecokiku habis-habisan sepanjang siang. Tidak mau percaya bahwa aku tidak jadi cerai.
“Semuanya sudah beres. Tenang saja.”
Dia mengangguk pelan.
“Tadi siang aku bertemu Eun-Ji. Dia mau menikah. Dan dia ingin kita datang. Satu minggu lagi.”
“Huh, banyak sekali pasangan yang akan menikah akhir-akhir ini,” dengusku.
“Memangnya siaap lagi?”
“Kau tidak tahu? Eunhyuk dan Ji-Yoo kan juga mau menikah 2 minggu lagi. Terburu-buru sekali. Sudah tidak tahan sepertinya.”
“Hah, yang benar?” serunya tak percaya. “Masa mereka tidak memberitahuku?”
“Terlalu sibuk mengurus ini dan itu. Aku tahu juga karena Ji-yoo minta cuti.”
“Tapi setidaknya eomma kan bisa memberitahuku.”
“Eomma juga repot. Tadi dia menemani Ji-Yoo seharian, belanja perlengkapan pernikahan mereka,” jelasku.
“Pantas saja eomma dari pagi tidak kelihatan. Pulang-pulang langsung masuk kamar.”
“Sepertinya besok kau juga akan sibuk. Jaga diri, jangan terlalu diforsir. Arasseo?” nasihatku yang diikuti anggukan kepalanya.

***

HYE-NA’S POV

Aku menatap bayangan diriku di cermin. Lagi-lagi Ji-Yoo yang membantuku berdandan, sebagai balasan karena aku rela menemaninya berkeliaran kesana kemari mencari gaun pengantin.
Seperti biasa, dengan sedikit keajaiban, aku bisa terlihat cantik.
“Ternyata warna kuning itu bagus juga di tubuhmu,” ujar Kyuhyun yang tiba-tiba saja sudah muncul entah dari mana, memeluk pinggangku dari belakang. Wangi tubuhnya lagi-lagi merasukiku.
“Sepertinya sayang sekali kalau aku harus membagi kecantikanmu dnegan orang lain. Bagaimana kalau kita di rumah saja? Kita bisa melakukan hal lain,” godanya.
“Tidak, jangan macam-macam!” kecamku selagi bisa, selama aku masih dalam keadaan sadar.
Aku meloloskan diri dari dekapannya, mengambil tas jinjingku dari atas kasur lalu mendelik padanya.
“Kau mau pergi atau tidak?”

***

Kami datang tepat waktu, tapi ternyata sudah banyak undangan yang datang. Pesta pernikahannya benar-benar mewah sekali. Kelopak-kelopak bunga berserakan dimana-mana. Temanya seperti negeri dongeng. Ada Putri Salju, Cinderella, dan banyak lagi. Kalau orang yang tidak tahu pasti sudah mengira bahwa ini pesta ulang tahun anak umur tiga tahun. Tapi desainnya memang mewah dan elegan.
“Memangnya Eun-Ji itu artis? Kenapa banyak wartawan begitu?” bisikku pada Kyuhyun.
“Suaminya yang artis. Choi Siwon. Masa kau tidak tahu?”
“Aku kan jarang nonton TV.”
Para wartawan itu mulai mengerubungi kami. Bertanya ini itu tentang kasus perceraian yang kuajukan. Untung saja Kyuhyun langsung menarikku ke tempat Eun-Ji dan suaminya berdiri.
“Hai Hye-Na~ya, kau suka tidak dengan temanya? Aku sudah susah payah mendekornya, loh!” seru Eun-Ji girang saat aku sudah berdiri di hadapannya. Dia kelihatan cantik sekali dalam balutan gaun pengantinnya.
“Kreatif sekali,” pujiku.
“Yak, Kyuhyun oppa, kau pasti sennag kan terbebas dariku?” tuduhnya saat aku beralih memberi selamat pada suaminya. Dia namja yang tampan, cocok bersanding dengan kecantikan Eun-Ji yang luar biasa.
“Kenapa kau tidak membawa anakmu?” protes Eun-Ji.
“Dia sedang tidur. Eomma yang menjaganya,” jawabku.
“Kau masih ingat janji kita, kan?” godanya.
Aku tertawa lalu mengangguk, terpaksa pergi karena ada banyak orang yang juga ingin memberi selamat pada mereka berdua.
“Janji apa?” tanya Kyuhyun penasaran sambil mengikuti langkahku.
“Perjodohan anak kita. Pasti keren! Kalau anaknya yeoja kan kita bisa jadi besan. Anaknya seharusnya akan cantik sekali.”
Aku terkikik melihat wajah Kyuhyun yang melongo menatapku.

***

EUNHYUK’S POV

Setelah mengucapkan janji pernikahan pagi tadi, mala mini aku dan Ji-Yoo harus menjalani resepsi sialan ini! Yang benar saja, masa aku harus pakai jas sepanjang hari! Aku tidak peduli jas ini merk Armani atau apa, aku bersumpah akan segera membuangnya ke tong sampah setelah resepsi ini, membuatku gerah saja!
Tapi ada sedikit hiburan. Ji-Yoo cantik sekali mala mini. Oh, aku tahu dia dasarnya memang sudah cantik dan malam ini dia bertambah cantik seribu kali lipat.
Dia tersenyum gugup padaku, memegangi lenganku erat-erat. Aku menepuk punggung tangannya pelan, menenangkan. Dia ini aneh sekali, tadi waktu mengucapkan janji pernikahan dia sama sekali tidak gugup, eh sekarang malah seperti cacing kepanasan.
Hye-Na tergopoh-gopoh mendatangi kami seraya menggendong Jino. Dia juga tampak cantik. Aku sudah mulai bisa menganggapnya sebagai kakak ipar sekarang, dibantu oleh yeoja luar biasa di sampingku ini.
“Aku mau memberi selamat pada kalian sebelum para tamu tambah banyak. Huh, Cho Kyuhyun sialan itu malah menghilang entah kemana. Ah, biarkan saja!” cerocosnya lalu memeluk Ji-Yoo kemudian ganti menepuk lenganku pelan.
“Jaga Ji-Yoo baik-baik. Arasseo?”
Aku mengangguk. Jino menggapai-gapai ke arahku sehingga aku tidak tahan untuk mencubit pipinya yang menggemaskan.
“Jino~ya, tidak boleh! Ajjushi sedang jadi pengantin sekarang, dia tidak bisa menggendongmu. Nanti kau malah mengompol lagi!” omel Hye-Na, mengecup pipi anaknya sekilas.
“Kalian harus cepat-cepat punya anak, jangan anakku terus yang kalian monopoli! Masa di lebih dekat dengan kalian daripada aku!” protesnya.
“Kan kau sendiri yang sok sibuk mengurusi pernikahan kami,” balas Ji-Yoo.
“Aku kan tidak sempat mengurusi pernikahanku sendiri, jadi aku mau balas dendam sekarang! Keren, kan?”
Aku mencibir. Dasar Hye-Na, selalu saja membanggakan diri sendiri.

***

KYUHYUN’S POV

Eunhyuk memintaku jadi wedding singer dadakan. Sial, sejak kapan aku menyanyi tidak dibayar?
Aku naik ke atas panggung, menoleh kesana-kemari mencari sosok Hye-Na di antara lautan manusia. Dia sedang berdiri di sudut, asyik mengobrol dengan Eun-Ji. Dasar yeoja! Dulu bertengkar, sekarang malah seperti kembar siam. Pasti mereka sedang membicarakan tentang perjodohan itu lagi.
Aku mengambil gitar, duduk di atas kursi yang disediakan lalu mulai memetik senarnya.

I can’t believe I’m standing here
Been waiting for so many years
And today I found the queen to reign my heart
(Aku tidak percaya aku bisa berdiir disini
Telah menunggu selama bertahun-tahun
Dan hari ini aku telah menemukan seorang ratu yang akan memerintah di hatiku)

You changed my life so patiently
And turned it into something good and real
I feel just like I feel in all my dreams
(Kau mengubah hidupku dengan penuh kesabaran
Dan membuatnya mnejadi sesuatu yang indah dan nyata
Aku merasakan seperti apa yang kurasakan di seluruh mimpi-mimpiku)

There are questions hard to answer
Can’t you see?
(Ada banyak pertanyaan yang sulit untuk dijawab
Tidak bisakah kau lihat?)

Baby, tell me how can I tell you
That I love you more than life
Show me how can I show you
That I’m blinded by your light
When you touch me I can touch you
To find out the dream is true
I love to be loved by you….
(Sayang, beritahu aku bagaimana caranya aku memberitahumu
Bahwa aku mencintaimu lebih dari hidup
Tunjukkan padaku bagaimana caranya aku bisa menunjukkan padamu
Bahwa aku dibutakan oleh cahayamu
Saat kau menyentuhku aku bisa menyentuhmu
Untuk mengetahui bahwa semua mimpi itu benar
Aku mencinta untuk dicintai olehmu)

You’re looking kind of scared right now
You’re waiting for the wedding vows
But I don’t know if my tongue’s able to talk
Your beauty is just blinding me
Like sunbeams on a summer stream
And I gotta close my eyes to protect me
Can you take my hand and lead me from here, please?
(Kau terlihat takut sekarang
Kau menanti janji pernikahan
Tapi aku tidak tahu apakah lidahku bisa bicara
Kecantikanmu saja membutakanku
Seperti sinar matahari pada aliran musim panas
Sehingga aku harus menutupi mataku untuk berlindung
Bisakah kau menarik tanganku dan memimpinku dari sini?)

I know they gonna say our love’s not strong enough to last forever
And I know they gonna say that we’ll give up because of heavy weather
But how can they understand that our love is just heaven sent?
We keep on going on and on cause this is where we both belong
(Aku tahu mereka akan berkata bahwa cinta kita tidak cukup kuat untuk bertahan selamanya
Dan aku tahu mereka juga akan berkata bahwa kita akan menyerah karena situasi yang berat
Tapi mana mungkin mereka mengerti bahwa cinta kita adalah kiriman dari surga?
Tapi kita terus dan terus bertahan karena ini adalah tempat milik kita berdua)

Marc Terenzi – Love To Be Loved By You

Hye-Na tersenyum padaku saat aku menuntaskan melodi terakhir. Aku sama sekali tidak memedulikan tepuk tangan dari para tamu. Yang aku tahu hanyalah dia yang sedang berdiri disana, paling berkilau di antara ratusan gadis lainnya.
Aku memberi kode pada pelayan untuk melaksanakan perintahku. Sebuah kejutan kecil untuk istriku tersayang.

***

HYE-NA’S POV

“Maaf Nyonya, ini ada kiriman dari suami Anda.”
Seorang pelayan berdiri di hadapanku, mengulurkan sebuah amplop berwarna putih. Aku mengambilnya, tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih.
Aku berjinjit mencari Kyuhyun. Tapi dia tidak kelihatan dimanapun.
“Ayo buka!” seru Eun-Ji semangat.
Aku merobek amplop itu, mengeluarkan isinya. Dua lembar tiket ke Paris?
“Bulan madu kedua. Yang pertama kan tidak sukses,” ujar Kyuhyun yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangku.
Eun-Ji nyengir bersalah ke arah kami, mengacungkan jari telunjuk dan jari tenganhya membentuk tanda damai.
“Dalam rangka apa?” tanyaku dengan nada memprotes. Dia kan tahu aku tidak suka kemewahan. Membuang-buang uang seperti ini.
“Ulang tahunmu. Ulang tahun pernikahan kita. Masa kau lupa?”
“Romantis sekali!” cetus Eun-Ji dengan nada mengejek kemudian berlalu pergi untuk mencari suaminya.
Wajahku sudah memerah sekarang. Bodoh sekali aku! Masa aku bisa melupakan hal-hal sepenting itu?
“Mianhae,” gumamku.
“Hmm, tidak usah dipikirkan. Jino mana?”
“Eomma,” ucapku tak jelas.
Dia menatapku lalu tersenyum, menepuk tanganku untuk menenangkan.
“Kan sudha kubilang, tidak apa-apa. Oke?”
Aku mengangguk, berusaha menyingkirkan perasaan bersalahku. Dia sudah memberi terlalu banyak sedangkan aku? Apa yang sudah kulakukan untuknya?

***

HYE-NA’S POV

Taraaa… Paris again! Dan tetap saja tempat ini masih semempesona biasanya! Menakjubkan!
Agak egois mungkin karena hanya untuk kesenangan semata, kami harus menitipkan Jino pada eomma. Tapi aku bisa tenang karena da sepasang pengantin baru yang dnegan senang hati mau mengurus anakku. Dua pasang sebenarnya karena Eun-Ji juga mendesak kami berdua untuk memperbolehkannya merawat Jino selama satu hari. Ngomong-ngomong, ternyata dia adalah yeoja yang menyenangkan. Heran kenapa dia dulu bisa semenyebalkan itu.
Hari pertama disini kami berkeliling kota, melihat Sungai Seine, museum Madam Thussaud (sayang sekali belum ada patung lilin Robert Pattinson disana! Padahal aku kan ingin berfoto dengannya! Sekedar patung lilin juga tidak apa-apa. Mungkin aku akan memohon pada Kyuhyun untuk liburan ke Forks, tempat syuting Twilight. Untuk menghibur diri aku berfoto dengan patung lilin Daniel Radcliffe), ke stadion bola, dan banyak lagi! Aku tidak bisa mengeja nama tempatnya.
Hari kedua?
“Aku tidak mau!” teriakku, memprotes waktu Kyuhyun membawaku ke restoran super mewah tempat aku diusir dulu itu.
“Tenanglah, tidak apa-apa.” Kyuhyun berusaha menenangkanku.
“Kau tidak lihat? Aku pakai sandal, Kyuhyun~a!”
“Peraturannya sudah berubah,” ujarnya singkat lalu menarik tanganku masuk. Penjaga pintu waktu itu mengangguk sopan ke arahku. Sama sekali tidak menampakkan wajah mencelanya dulu padaku.
“Bagaimana bisa?” tuntutku, terbelalak saat melihat bahwa restoran itu kosong melompong tanpa pengunjung.
“Aku sudah membelinya,” ujar Kyuhyun dengan nada terdengar biasa-biasa saja, tidak peduli sama sekali.
“Gila!” teriakku syok.
“Investasi jangka panjang. Aku tidak akan menyia-nyiakan uangku untuk hal-hal tak berguna, Hye-Na~ya.”
Aku hendak membuka mulut untuk protes tapi dia sudah memotong ucapanku duluan.
“Dan aku sudah menyumbang ke panti asuhan.”
Huh, dia benar-benar sudah memikirkan segalanya.

***
Jujur saja, makanannya enak sekali! Pantas saja restoran ini begitu mewah.
Aku menyilangkan sendokku di atas piring setelah selesai makan, meneguk air putih untuk melancarkan pencernaan.
“Hei, aku sudah mendapatkan lirik untuk laguku waktu itu. Kau mau dengar tidak?”
Aku mengangguk antusias. Dia beranjak pergi dari hadapanku, duduk di depan sebuah grand piano dan sedetik kemudian sudah memainkan nada-nada indah dari tuts-tutsnya.

Aku ingin menjadi mentari, tapi kau terlalu bercahaya sehingga sinarku menjadi mati….
Aku ingin menjadi bintang, tapi aku takut ditolak malam, karena sudah ada kau… benderang yang sanggup menandingi bulan…
Aku ingin menjadi pangeranmu, tapi kau tidak berniat memilikiku…
Maka aku bertanya pada angin, apakah kita ada di takdir kehidupan?
Karena jika tidak di dunia aku akan mengejarmu sampaai ke alam baka…
Apabila tidak berhasil juga, aku akan menyusulmu ke surga…
Atau meminta kita dipersatukan di panasnya api neraka….

***

Setelah permohonan disertai paksaan sedemikian rupa, akhirnya dia mau mengalah dan mengikutiku ke Eiffel!
“Masa kau tidak bosan juga?” protesnya padaku.
“Yah, kemarin kan aku kurang menikmati,” ujarku mengajukan pembelaan.
Kami duduk di kursi taman yang langsung menghadap ke Eiffel. Dia menyusulku setelah membeli du gelas kopi Starbucks untuk kami berdua.
“Lalu apa yang akan kita lakukan? Melihat cahaya lampu Eiffel? Benar-benar kencan yang romantic!” ejeknya.
“Bagaimana kalau kau bercerita?” usulku.
“Cerita apa? Putrid Salju? Atau Cinderella?
“Ceritakan apa yang kau rasakan dari awal kita bertemu. Aku penasaran sekali…” cetusku, tidak mempedulikan ejekannya.
Dia mengerutkan kening sesaat.
“Kau tanya, aku jawab,” putusnya.
“Apa pendapatmu waktu kita pertama kali bertemu?”
“Jujur, aku berpikir bahwa kau  adalah wanita paling menarik yang pernah kulihat. Dan yang mengherankan adalah entah mengapa aku merasa bahwa aku sangat merindukanmu. Aku pergi waktu itu karena tidak mau lepas kendali dan memelukmu.”
Wow….
“Lalu… waktu di apartemenmu, kenapa kau menciumku?”
“Aku… agak kaget waktu melihatmu. Di saat-saat seperti itu, laki-laki akan sedikit… hilang kendali… dan… eh… kau mengerti kan kalau aku bilang laki-laki itu lebih mengandalkan nafsu?”
Aku mengangguk, sama sekali tidak habis pikir bagaimana mungkin wanita sepertiku bisa membuatnya bernafsu.
“Kenapa kau setuju menikah dneganku?”
“Sudah kubilang, aku merasa memiliki ikatan yang sangat kuat denganmu…. Seolah-olah aku sudah mengenalmu bertahun-tahun, mencintaimu setiap hari. Aku malah sempat berpikir bahwa aku mengalami amnesia.”
“Kalau ketertarikanmu padaku sebesar itu, kenapa waktu itu kau berusaha membatalkan pernikahan kita?”
“Pertaruha besar sebenarnya. Di satu sisi aku tidak ingin kau dan Eunhyuk berpisah gara-gara aku. Tapi di sisi lain aku begitu egois, begitu menginginkan kehhadiranmu. Aku hanya ingin bersikap gentleman saja, berharap kau menolak membatalkan pernikahan kita. Dan untung saja iya.”
“Bagaimana kalau tidak?”
Dia menatapku dan mengangkat bahunya.
“Mungkin aku akan berusaha mengubah pikiranmu. Mengiba-iba kalau perlu.”

***

Aku mneutup telingaku dari segala hiruk-pikuk beribu-ribu orang di gedung ini. Gila, ternyata Kyuhyun seterkenal ini!
Aku menoleh ke sekeliling, yeoja-yeoja yang berteriak memanggil nama Kyuhyun, T-Shirt bertuliskan “Kyuhyun, Saranghae!”, serta spanduk dan balon.
Hari ini aku memutuskan untuk menonton konser Kyuhyun, tanpa sepengetahuannya. Hanya ingin tahu seberapa dahsyatnya pengaruh suamiku itu di industri musik Korea. Ini bahkan lebih parah daripada apa yang pernah kubayangkan.
Kyuhyun muncul di panggung dalam balutan jas semi formal dan kaus putih, diiringi dnegan teriakan dari para penggemarnya. Dia seribu kali lebih tampan dari biasanya. Dan… aku mneyukai fakta bahwa dia adalah milikku.
Nekat, aku ikut berteriak dengan para penggemarnya, sampai tenggorokanku terasa sakit. Suaranya benar-benar bagus. Dan penampilannya benar-benar memukau.
Satu jam kemudian konser berakhir. Aku memutuskan keluar belakangan daripada tergencet-gencet orang lain.
“Hai!”
Aku berbalik cepat dan mendapati Kyuhyun sudah berdiri di hadapanku. Aku melongo kaget, setengah sadar saat Kyuhyun menarikku keluar dari kerumunan.
“Bagaimana kau tahu?” tuntutku setelah berhasil mengendalikan diri. Aku memakai topi dan kacamata hitam, sehingga mustahil dia bisa mengenaliku. Masa dia bisa menyadari kehadiranku di antara beribu orang itu?
Dia mengedikkan bahu.
“Molla. Aku hanya merasa aku mendengar suaramu. Lalu tiba-tiba saja kau sudah ada dalam jarak pandangku.”
Dia… Cho Kyuhyun…. Tidak bisakah dia berhenti membuatku sesak nafas?

***

Aku naik ke atas tempat tidur setelah menidurkan Jino. Kyuhyun tersenyum padaku lalu mengulurkan sebuah amplop.
“Apa lagi ini?” protesku, mengambil amplop tersebut kemudian membukanya.
Teriakanku menggema sedetik kemudian. Aku memeluk Kyuhyun lalu mengecup bibirnya sekilas.
Tiket ke Amerika plus voucher menginap di Forks selama satu minggu! FORKS!!!
“Aku baru tahu bahwa kau benar-benar tampan sekali!”
“Kau tidak mau protes?” ejeknya.
“Tidak akan. Oh, akhirnya aku akan bertemu Edward Cullen, pria dengan ketampanan paling spektakuler di muka bumi!”
“Hye-Na~ya, beberapa detik yang lalu kau bilang aku tampan, lalu sekarang kau malah memuji ketampanan pria lain,” ujarnya dnegan nada memprotes.
Aku nyengir ke arahnya.
“Itu lain cerita, Kyuhyun~a! Kau suamiku, sedangkan dia hanya idolaku. Apa yang kau cemburui?”
“Itu artinya ada namja lain di otakmu.”
Aku sama sekali tidak pernah memberitahunya bahwa aku ingin sekali ke Amerika, tapi dia tahu… dia selalu tahu….
“Saranghae…” bisikku.
Dia tampak berpikir sesaat kemudian tersenyum.
“Sepertinya bisa dimaafkan,” kata Kyuhyun seraya meraihku ke dalam pelukannya.

***

KYUHYUN’S POV

Lima hari menjelang keberangkatan kami ke Amerika, aku memberinya sebuah kejutan lagi.
“Bagaimana?” tanyaku meminta pendapatnya. “Kau suka tidak?”
Dia terdiam, memandang bangunan elegan di depan kami. Sebuah rumah sederhana yang begitu manyatu dengan alam. Sungai kecil mengalir di halamannya, dengan jembatan yang terhubung dengan teras rumah. Taman bunga yang indah, air mancur mini, serta jalan setapak yang terhubung dengan halaman belakang rumah, dimana terdapat danau dan gazebo sebagai tempat menghabiskan waktu bersama.
Kemudian dia menggeleng.
“Kau tidak suka?”
“Kata suka itu tidak pantas Kyuhyun~a. aku jatuh cinta pada rumah ini!” serunya antusias.
Aku mengecup keningnya seraya mengelus kepala Jino yang sednag menatapku dengan mimik wakjahnya yang lucu.
“Eomma tidak akan keberatan, kan?” tanyanya was-was.
“Tentu saja tidak. Malah dia yang menyarankan agar kita membeli rumah. Dia tidak suka kita tinggal di apartemen. Lagipula letaknya kan tidak terllau jauh dari rumah eomma. Hanya 15 menit. Dia bisa sering-sering kesini.”
Dia mengernyit lalu menatap rumah itu lagi.
“Aku yakin aku tidak pernah kesini sebelumnya, tapi kenapa aku merasa bahwa aku begitu mengenal rumah ini?”
Aku tertawa, kemudian mengacak-acak rambutnya.
“Kau tahu kenapa aku membeli rumah ini? Karena aku juga merasakan hal yang sama. Tempat ini familier sekali. Seperti kembali ke rumah.”
Dia mengangguk setuju, memegangi tangan Jino yang mulai asyik memuntir-muntir rambutnya.
“Di ujung sana ada apa?” tanyanya tiba-tiba seraya menunjuk jalan setapak di sudut halaman.
Aku berfikir sesaat, ingin memberikan jawaban lain padanya. Dia menatapku, menuntut jawaban. Saat itulah aku melihat sinar matahari memantul dari wajahnya… begitu menyilaukan… seperti hawa…. Lalu aku mulai bicara tanpa sadar.
“Tidak peduli di ujung sana ada apa… asal bisa bersamammu… semua tempat adalah surga….””

END

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 9

Source : Sapphireblueoceanforsuju




HYE-NA’S POV

Aku terbangun kaget keesokan harinya saat menyadari ranjang di sampingku sudah kosong. Aku menarik selimut untuk menutupi tubuhku, merasakan luapan kegembiraan yang menggebu-gebu di sekujur tubuhku. Lalu sedikit rasa malu.
Aku meraih secarik kertas yang tergeletak di atas bantal.

Maaf, aku ada acara pagi ini, sengaja tidak mau membangunkanmu. Ah… dan terima kasih untuk malam terindah dalam hidupku….

-Kyuhyun-

Aku tersenyum membaca kalimat terakhir dalam suratnya. Manis sekali….

***

KYUHYUN’S POV

Aku menghembuskan nafas pelan. Aku tidak ada pekerjaan yang terlalu penting sebenarnya pada hari ini, aku hanya merasa harus meninggalkannya karena tidak tahu harus berkata apa saat dia terbangun nanti.
Bagaimana kalau dia menyesal? Bagaimana kalau ternyata dia sama sekali tidak sudi hal itu terjadi? Aku sama sekali tidak siap dengan semua penolakannya nanti.

***

HYE-NA’S POV

Aku mengangkat HP-ku yang dari tadi terus menerus berdering nyaring. Tersenyum saat tahu siapa yang menelepon.
“Hai,” ujarku gugup, teringat lagi tentang kejadian semalam.
“Hai. Bisakah kau memesan makanan dari restoran untuk mala mini? Untuk sekitar 20 orang. Eomma tadi menelepon, katanya hari ini ada acara kumpul keluarga dan mereka ingin melkaukannya dia apartemen kita.”
Aku tersenyum sinting, menyukai caranya menggunakan kata kita.
“Baiklah.”
“Ya sudah. Annyeong!”
Telepon di seberang terputus begitu saja. Aku mengerutkan kening, kenapa dia jadi aneh seperti itu?

***

Eomma, appa, Eunhyuk, dan Ji-Yoo sudah datang. Appaku menyusul beberapa menit kemudian. Kami semua sibuk menyiapkan ruangan, menata makanan di atas meja. Aku mulai agak panik sekarang, kenapa Kyuhyun belum datang juga?
Dia baru datang sekitar jam 8, saat semua orang sudah berkumpul. Setelah ganti pakaian, dia bergabung dengan kami. Meminta maaf atas keterlambatannya.
Aku menatapnya dari seberang ruangan. Sweater biru dan celana jins putih itu membuatnya tampak amat sangat tampan. Tapi ada yang salah sepertinya. Dari tadi tidak pernah sekalipun dia menatap ke arahku.
Kepercayaan diriku mulai runtuh. Apa dia menyesal karena melakukannya?
Salah seorang bibi Kyuhyun yang sedikit sinis hanya semakin memperburuk keadaan.
“Lihat, sepertinya kalian ini aneh. Kurasa perjodohan berakibat tidak baik bagi mereka. Mereka tidak cocok jadi suami istri. Coba pikir, bagaimana mungkin gadis ini belum hamil sampai sekarang? Atau jangan-jangan kau masih perawan?” selidiknya ke arahku. “Apa Kyuhyun tidak sudi menyentuhmu?”
“Young-Ri, jaga bicaramu!” tegur eomma marah.
Aku bangkit berdiri.
“Maaf, kurasa kalian butuh tambahan minuman, biar kuambilkan,” ujarku, lalu menghilang ke arah dapur.
Aku bersandar pada meja dapur. Mencoba menenangkan diri. Sesaat kemudian Kyuhyun sudah muncul di hadapanku. Aku menunduk, menolak menatapnya.
“Gwaenchana?” tanyanya khawatir.
Aku mendongak, menatapnya kesal.
“Bagaimana mungkin aku tidak apa-apa?” ujarku ketus.
Dia mendekat, memegangi lenganku. Aku menepisnya dengan kasar.
“Tidak perlu repot-repot mencemaskanku. Dari tadi kau sama sekali tidak mau melihatku, kan? Kenapa? Apa aku menijikkan?” semburku marah.
Dia menatapku tajam. Aku mnedengar suara-suara mendekat.
“Belum apa-apa mereka sudah bertengkar!” seru Young-Ri ajjumma.
“Kupikir kita harus memperlihatkan sesuatu,” ujar Kyuhyun seraya mendudukkanku ke atas meja sehingga wajahku sejajar dengannya. Aku terkesiap saat dia menciumku, bertepatan saat ajjumma masuk ke dapur.
“Dasar anak muda!” gumamnya lalu pergi meninggalkan kami. Tapi aku tidak memedulikannya. Aku malah sibuk memikirkan tentang ciuman ini. Ciuman ini aneh. Dingin. Seolah-olah dia dengan sangat terpaksa melakukannya.
Dia mendorongku, menegakkan tubuhnya dengan kaku.
“Terima kasih,” gumamnya.
“Sama-sama!” ujarku ketus.

***

Keesokan paginya aku memutuskan untuk berbicara padanya. Aku sudah memikirkannya semalaman, berusaha mencari jawaban, tapi tak mendapatkan apa-apa.
Aku membuka pintu kamarnya. Kosng. Aish, dia bahkan tidak mau bertemu denganku.
Satu minggu lewat dengan keadaan yang sama. Aku nyaris gila dengan ini semua. Pada malam ke-7, aku memutuskan untuk menunggunya pulang. Ini benar-benar sudah kelewatan. Tengah malam aku mendengar pintu masuk terbuka. Aku menghidupkan lampu, mendapatinya terkesiap kaget saat melihatku.
“Aku mau bicara,” ujarku dingin.
“Ini sudah malam, Hye-Na~ya. Besok saja,” elaknya.
“Oh, dan besok subuh-subuh kau sudah pergi lalu baru pulang lewat tengah malam. Kau pikir aku tidak tahu isi otakmu?!”
“Oke, kau mau apa?” tanyanya, terpaksa mengalah.
Aku terdiam, mencari kata-kata yang tepat.
“Kau menyesal dengan apa yang terjadi malam itu.”
Dia menatapku dengan raut wajah frustasi.
“Menyesal? Dan kau tidak?” teriaknya.
“Dan kenapa aku harus menyesal?” Aku membalikkan pertanyaannya.
“Bukan hal aneh kalau kau berpikir bahwa tidak seharusnya kau tidur denganku. Karena aku bukan namja yang pantas untukmu mungkin? Kau kan tidak menyukaiku.”
“Oke, kita harus melalui tahap pura-pura ini. Aku sama sekali tidak menyesal tidur denganmu. Jelas?”
“Sekarang memang tidak, allu bagaimana kalau kau hamil? Kau akan meneriakiku karena membuat tubuhmu membesar, melahirkan anak yang sama sekali tidak kau inginkan.”
“Aku bukan gadis seperti itu! Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan tapi bisa-bisanya kau menuduhku seperti itu! Mungkin kau yang menyesal karena meniduriku, dilanda ketakutan bahwa kau akan menjadi seorang ayah di saat karirmu sedang menanjak, bahwa seorang anak hanya menambah sesak hidupmu saja!” teriakku.
Dalam sekejap dia sudah berdiri di hadapanku, menarikku ke dalam pelukannya.
“Kita harus melewati semua kepura-puraan ini, kan?” gumamnya. “Aku sudah bilang bahwa itu malam terindah dalam hidupku, aku sama sekali tidak keberatan menjadi ayah asalkan itu berasal dari rahimmu. Aku hanya ketakutan bahwa kaulah yang menolak itu semua. Baguslah kalau tidak.”

***

Dia mengantarku ke kampus keesokan paginya, membukakan pintu untukku lalu memaksa untuk mengantarku sampai ke dalam. Seandainya dia mencintaiku, pasti ini semua akan semakin sempurna.
Semua orang memperhatikan saat dia mengecup keningku pelan lalu berbalik pergi setelah memastikan bahwa aku akan baik-baik saja.
Baru saja dia menghilang, seseorang langsung merusak hari indahku.
“Oh, manis sekali!” ujar Jin-Rin, salah seorang mahasiswi tercantik di kampus, seraya bertepuk tangan pelan, disertai dengan pengikut-pengikut setianya.
“Tidak tahu apa Kyuhyun itu buta atau memang bodoh sehingga memperistri yeoja sepertimu! Masih mending selingkuhannya si Eun-Ji itu, setidaknya dia cantik. Sedangkan kau? Aku sebagai fans terberatnya menyesali hal ini.”
Dia mendekatiku, menatapku sadis.
“Lihat wajahmu,” ujarnya seraya memegangi daguku dengan tangan kanannya. “Pembantu di rumahku saja masih jauh lebih cantik darimu.”
Lalu tiba-tiba saja dia mendorong tubuhku dengan kasar sampai kepalaku terbentur ke dinding. Aku merasakan sakit menderaku tanpa ampun. Perutku terasa mual mencium bau darah. Aku mendengar orang-orang mulai berteriak panik, kemudian semuanya gelap.

***

KYUHYUN’S POV

Belum sampai satu menit aku keluar dari gerbang kampus, aku melihat HP-nya tergeletak di atas jok kursi penumpang. Aku memutuskan untuk berbalik arah, berniat mengembalikan HP itu padanya.
Baru saja turun dari mobil, aku mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. Aku mempercepat langkahku, berlari panik ke arah kerumunan orang-orang. Benar saja, aku melihat Eunhyuk sedang menopang tubuh Hye-Na. darah mengalir dari kepalanya.
“Biar aku saja,” uajrku saat Eunhyuk berdiri untuk mengangkat tubuh Hye-Na. dia menyerahkan Hye-Na padaku, mengikuti langkahku ke mobil.
“Apa yang terjadi?” tanyaku, memberi kunci mobil ke Eunhyuk, menyuruhnya mengemudi. Aku lebih memilih menjaga Hye-Na di kursi belakang.
“Jin-Rin mengganggunya. Yeoja tercantik di kampus. Mengatainya yang tidak-tidak. Kalau Hye-Na tidak pantas untukmu. Yeoja sialan! Biar aku yang mengurusnya nanti,” ujar Eunhyuk geram.
“Tidak. Biar aku saja. Aku akan membuatnya menyesal.”

***

“Ji-Yoo~a, aku tidak bisa ke studio sekarang,” kataku setelah Ji-Yoo mengangkat teleponnya.
“Kenapa?”
“Aku ada di rumah sakit sekarang, jadi….”
“Siapa yang sakit? Istrimu?” selanya sebelum aku sempat menjelaskan apa-apa.
Aku tersenyum.
“Bukan. Mukjizat pribadiku,” ujarku sambil menutup telepon.

***

Aku membuka pintu ruangan dokter yang memeriksa Hye-Na. Dia menyuruhku menemuinya tadi.
“Silahkan duduk,” katanya, menunjuk kursi di depan mejanya.
“Ada masalah?” tanyaku cemas.
“Masalah besar. Besar sekali,” ucapnya dengan suara lebar.
Dokter sialan, batinku. Istriku sakit dia malah tertawa.
“Selamat, istri Anda hamil. Anda akan segera menjadi seorang appa.”

***

HYE-NA’S POV

Aku membuka mataku perlahan, mengerjap saat cahaya matahari terasa menyilaukan mataku. Rasa sakit yang berdenyut-denyut di kepalaku digantikan rasa butuh yang sangat untuk menatap wajahnya.
Dan Tuhan mengabulkan permintaanku.
Kyuhyun menunduk di atasku, senyum lebar tersungging di bibirnya. Oh, dia bahkan terlihat lebih tampan dari mimpiku tadi.
“Hai, kau sudah bangun,” ujarnya seraya mengusap kepalaku. Sentuhannya terasa menenangkan.
“Hmm.” Aku menggumam, meliriknya curiga. “Ada yang ingin kau katakan?” selidikku, membuat senyumnya bertambah lebar.
“Beberapa hari yang lalu kau sudah bilang ini tidak akan menjadi masalah,” ujarnya lalu menyentuhkan bibirnya sekilas ke keningku.
“Apa?” tanyaku tak sabar.
“Bagaimana menurutmu kalau aku jatuh cinta pada seseorang?”
Aku merasakan tubuhku ditusuk berates-ratus jarum sekaligus.
“Bagus. Siapa?” tanyaku berpura-pura tidak mempermasalahkan ucapannya.
“Aku belum tahu siapa dia. Sepertinya kita harus menunggu 9 bulan lagi.”
“9 bulan?” ulangku tak percaya. Sebuah pemahaman baru melintas di benakku. Aku nyaris tidak bisa berkata apa-apa saking kagetnya.
Setelah berhasil menenangkan diri, aku menatapnya.
“Kau tidak mau memelukku?” tanyaku menawarkan. Kali ini aku yang tersenyum lebar.
Dia menunduk, melingkarkan tangannya dengan hati-hati di sekeliling tubuhku. Senyum bahagia melintas di wajahnya.
Anak… seorang anak sedang tumbuh di rahimku. Darah dagingnya….

***

KYUHYUN’S POV

Aku turun dari mobil lalu berjalan memasuki kampus Hye-Na. aku kesini untuk memberi pelajaran pada gadis sialan bernama Jin-Rin itu. Dia harus mendapat balasan atas perlakuannya terhadap istriku.
Hye-Na sendiri sekarang sedang dimonopoli oleh eommaku. Beliau memaksa kami pindah lagi ke rumahnya agar dia bisa menjaga Hye-Na saat aku tidak ada. Aku sama sekali tidak keberatan, ide itu cukup bagus untuk keselamatan anak kami.
“Kau tahu Jin-Rin ada dimana?” tanyaku pada seorang gadis yang kebetulan lewat. Dia mematung saking syoknya menatapku. Aku harus menunggu beberapa saat sampai dia bisa mengendalikan diri dan menjawab pertanyaanku.
“Di kan… tin,” ucapnya terbata-bata.
“Terima kasih,” sahutku sambil tersenyum padanya.
Aku berghegas ke arah kantin, bertanya lagi pada seseorang karena aku tidak tahu seperti apa wajah si Jin-Rin itu. Aku memutuskan bertanya pada seorang namja sekarang, agar tidak terlalu banyak menghabiskan waktu.
Dia menunjuk seorang yeoja yang duduk di sudut kantin. Dia sedang tertawa-tawa bersama para pengikutnya, menurut dugaanku.
Aku menelitinya dari jauh, mencaci dalam hati. Apa cantiknya dia?
“KYUHYUN OPPA?!” serunya kaget saat aku sampai di hadapannya. “Ayo duduk!” katanya seraya memberi kode kepada teman-temannya untuk memberikan kursi mereka kepadaku.
“Tidak perlu,” ujarku dingin. “Aku pikir tidak perlu basa-basi untuk bicara padamu, aku takut kau tidak bisa mencerna ucapanku. Dengar, aku tidak peduli apapun pendapatmu tentang Hye-Na, tapi dia istriku. Walaupun aku disuruh memilih di antara seratus gadis seperti kau, aku tidak perlu pikir panjang lagi untuk memilihnya. Kau bahkan tidak memiliki seperseribu dari kesempuranaannya. Kau hanya yeoja yang mengagung-agungkan kecantikan tapi otakmu kosong dan hatimu busuk seperti sampah. Merana sekali namja yang mau jadi kekasihmu. Kusarankan lebih baik kau bercermin terlebih dahulu sebelum mengata-ngatai orang lain. Jujur saja, kau sama sekali tidak menarik minatku,” kataku sinis lalu melangkah pergi meninggalkannya yang mematung kaku dengan wajah syok menahan malu. Aku tertawa dalam hati memikirkan nasibnya di kampus hari-hari ke depan. Seisi kampus mendengar ucapanku dan bukan hal yang aneh jika dia menjadi bahan olok-olokan setelah ini. Aku bahkan berani bertaruh dia tidak akan sanggup memunculkan batang hidungnya lagi di tempat ini.

***

HYE-NA’S POV

“Hai,” sapaku saat melihat Kyuhyun muncul di pintu kamar.
Dia tersenyum, mendorong pintu kamar hingga tertutup kemudian duduk di sampingku.
“Kau sudah baikan? Masih pusing?”
Aku menggeleng.
“Kau dari mana?” tanyaku.
“Dari kampusmu. Memberi pelajaran pada yeoja sialan itu.”
“Yang benar?! Kau ini! Seharusnya tidak perlu seperti itu!” seruku kaget.
“Dia memang pantas menerimanya,” ujar Kyuhyun seraya mengedikkan bahu tidak peduli. “Kau sudah makan?”
Lagi-lagi aku menggeleng. “Tidak, aku tidak nafsu makan,” jelasku.
“Nanti… seandainya kau ngidam, tolong jangan yang aneh-aneh, oke?”
Aku tertawa geli melihat ekspresinya.
“Oke, tenang saja.”

***

6 bulan berlalu. Diiringi keanehan-keanehan baru dalam hidupku. Kyuhyun yang setiap pagi bangun membuatkan susu untukku, Kyuhyun yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi, Kyuhyun yang rela meninggalkan pekerjaannya untuk mengurusku, sampai-sampai aku sempat mengira bahwa dia mencintaiku, yang kemudian dihempas kenyataan kalau dia hanya tidak ingin terjadi apa-apa terhadap anaknya.
Hari ini wisudaku. Cukup dadakan sebenarnya karena kupikir skripsiku tidak akan selesai tepat waktu. Tapi hidupku memang selalu beruntung sepertinya. Sayang sekali appaku tidak bisa datang hari ini karena kesibukannya. Tidak apa-apa juga, toh ada eomma yang menemaniku.
Tapi brengseknya, suamiku yang sialan itu sama sekali tidak tampak batang hidungnya dari tadi. Acara baru saja selesai dan masih tidak ada juga tanda-tanda bahwa dia akan datang.
“Hye-Na~ya, eomma mau ke toilet sebentar. Toiletnya di sebelah sana, kan? Kau tunggu saja disini, sebentar lagi supir datang,” kata eomma sembari bergegas pergi.
Aku mengangguk, menyandarkan kepalaku ke sandaran kursi taman, terpaksa menutupi mata untuk menghindari cahaya matahari yang menyilaukan. Kemudian tiba-tiba saja cahaya itu menghilang, dihalangi oleh seseorang yang menunduk di atasku.
Aku membuka mata, mendesah lega saat mendapati bahwa dialah yang berada di ahdapanku.
“Kupikir kau tidak akan datang,” ejekku.
“Tadi ada urusan di kantor. Selesainya memang tepat waktu, tapi tadi ada kecelakaan di jalan, jadi macet,” jelasnya seraya menyodorkan sebuket bunga ke arahku.
Aku mengambilnya dengan antusias, membenamkan hidungku ke dalam keharuman bertangkai-tangkai bunga lili putih itu.
“Kau tahu darimana bunga kesukaanku?”
“Sedikit merendahkan diri sebenarnya. Aku bertanya pada Eunhyuk. Dan dia benar-benar menyebalkan!” desis Kyuhyun geram.
“Kau suka? Awas saja kalau tidak!” ancamnya.
Aku tertawa lalu mengangguk senang. Dan tiba-tiba saja dia sudah menunduk lalu memberi kecupan ringan di bibirku.
Aku berharap aku bisa terbiasa dengan hal ini, tapi nyatanya tidak pernah. Setiap sentuhannya berakibat fatal pada seluruh jaringan syarafku dan itu benar-benar memalukan.
“Siapa gadis pertama yang kau cium?” tanyaku penasaran. Tempat dan waktu yang salah sebenarnya, tapi masa bodohlah, aku tidak bisa menyimpan pertanyaan ini lebih lama lagi.
“Kau,” sahutnya enteng.
“Tapi kau belajar darimana? Masa bisa semahir itu?”
Dia tertawa geli mendengar ucapanku. “Kemampuan alami,” katanya, terlihat puas pada diri sendiri.
“Memangnya kau tidak merasakan apa-apa saat menciumku?” tanyaku lagi.
“Kalau kau?”
“Jawab dulu pertanyaanku!” bentakku kesal.
“Aku akan menjawab kalau kau juga menjawab pertanyaanku tadi terlebih dahulu,” ujarnya menyebalkan.
“Jujur saja, rasanya seperti candu,” akuku setelah beberapa saat.
“Wah, Hye-Na~ya, ini tempat umum, loh!” guraunya.
“Sialan kau! Kau mau menjawab pertanyaanku atau tidak?” gertakku.
“Aku namja, tentu saja menciummu memberi dampak besar untukku. Kau tidak tahu saja bagaimana sulitnya mengontrol diri saat minggu-minggu pertama pernikahan kita. Kau terlalu menggoda soalnya.”
Aku memalingkan wajahku ke arah lain, malu mendengar ucapannya. Aku menggoda? Astaga, dia pasti sudah gila!

***

Kandunganku sudah mulai membesar. Untung saja aku tidak ngidam yang aneh-aneh. Yang paling parah hanya waktu aku ngidam makan ddubbokki tengah malam, sehingga Kyuhyun harus berkeliling mencarinya. Tapi gilanya, aku malah tidak nafsu lagi melihatnya saat makanan itu sampai di hadapanku. Dan anehnya, Kyuhyun sabar sekali menghadapiku.
Sialnya, malam ini aku menginginkan hal lain yang sebenarnya mudah, tapi begitu memalukan untukku.
“Kyuhyun~a,” panggilku, berusaha menekan harga diriku sampai ke tingkat paling minimum.
Dia menoleh dari komputernya, memutar kursinya menghadap ke arahku.
“Aku….”
“Kau ngidam lagi?” tebaknya melihat gelagatku.
“Sepertinya,” uajrku dengan wajah memerah.
Merasa penasaran, dia berdiri lalu duduk di sampingku. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Kamar ini tiba-tiba saja terasa panas.
“Jangan marah,” pintaku.
“Tergantung.”
“Pada?”
“Apa yang kau inginkan,” jawabnya.
Dengan rikuh aku beringsut sedikit mendekatinya, berlutut di atas tempat tidur. Sekilas aku bertanya dalam hati, bagaimana mungkin aku memiliki suami setampan ini?
Aku melihat alisnya berkerut heran saat aku mengalungkan tanganku ke lehernya. Aku menunduk, dnegan hati-hati menempelkan bibirku ke bibirnya.
“Kau memintaku agar jangan marah? Seharusnya kau memperingatkanku agar tidak lepas control, Hye-Na,” gumamnya di sela-sela ciuman kami.
Dia mendudukkanku ke atas pangkuannya, membiarkanku yang mengambil alih. Tapi aku terlalu malu untuk melakukannya, sehingga akhirnya dia mengambil inisiatif. Perlahan dia membuka bibirku, berhati-hati menelusupkan lidahnya. Beberapa detik kemudian kami saling menjauh, terengah-engah mengambil nafas.
“Hanya ciuman?” tanyanya memastikan.
Aku mengangguk malu lalu mengambil jarak darinya.
“Kau mau tidak bernyanyi untukku? Hanya sampai aku tertidur,” pintaku.
“Aku punya lagu baru, tapi belum ada lirik. Mau dengar?”
Aku mengangguk. Dia mengambil gitar yang tersandar di sudut ruangan lalu memainkan melodi asing yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Iramnaya menenangkan.
Huft, bisakah seseorang memberitahuku bagian mana dari dirinya yang tidak mempesona?

***

KYUHYUN’S POV

“Hai, saengil chukhahae!” seru Hye-Na saat aku baru membuka mata, terbangun dari tidurku.
“Memangnya sekarang tanggal berapa?” tanyaku seraya merentangkan tangan, meregangkan otot-ototku.
“3 Februari,” katanya.
Dia duduk di sampingku, menyodorkan segelas teh dan roti bakar.
“Romantis sekali,” ejekku, memajukan tubuhku sedikit untuk mengecup keningnya.
“Kau mau hadiah apa?” tanyanya dengan wajah memerah.
Aku memutar otak sesaat.
“Bagaimana kalau siang nanti kau memasak untukku?”
“Eh, ng… yang lain saja bagaimana? Aku tidak bisa memasak,” ujarnya gugup.
“Tapi waktu itu kau menawarkan diri untuk membantu eomma memasak.”
“Itu hanya basa-basi. Aku tahu eomma tidak akan membiarkanku melakukannya.”
“Tidak, kau harus melakukannya untukku. Ini kan hari ulang tahunku, aku boleh minta apa saja!” kataku disambut erangan panik darinya.
“Tidak boleh memintta bantuan pada eomma,” tukasku mengingatkan.
“Huh, lebih baik aku melupakan ulang tahunmu saja tadi. Akibatnya buruk sekali!”

***

Dia mengantarku sampai ke depan mobil, masih dnegan tampang cemberutnya.
“Jangan lupa memasak. Nanti aku pulang waktu makan siang.”
“Bagaimana kalau tidak enak?” rajuknya.
“Aku orang yang menghargai kerja keras, Hye-Na. bagaimanapun rasa masakanmu nanti, aku akan tetap memakannya, jadi tenang saja.”
Dia mendengus kesal, marah akan kegagalan usahanya untuk membujukku.
Aku tersenyum dan mengecup keningnya.
“Aku pergi dulu,” ucapku sambil mengacak-acak rambutnya.
“Hmm… hati-hati,” balasnya.
Aku mengangguk.
“Jaga anak kita baik-baik, oke?” pintaku, mengelus perutnya sekilas lalu berbalik pergi.

***

HYE-NA’S POV

Aaaaaargh!!! Sial! Aku harus masak apa?!! Mampus! Merebus air saja aku belum pernah! Astaga, ini benar-benar menyebalkan!

***

Aku menatapnya deg-degan saat dia menyendok ramyeon buatanku. Yups, ramyeon! Dengan kerja keras yang tidak bisa dibandingkan dengan apa pun. Mulai dari merebus air dan tetek bengek lainnya.
“Hye-Na~ya,” gumamnya setelah suapan pertama sudah ditelannya. “Kau parah sekali.”
“M… mwo? Kau!” geramku.
Dia mengerlingkan matanya lalu menyodorkan mangkuk mie rebus itu kepadaku, menyuruhku mencobanya. Takut-takut aku menyendok ramyeon itu lalu menyuapkannya ke dalam mulutku. Refleks aku nyengir ke arahnya.
Dia menatapku putus asa, menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Terlalu banyak air. Rasanya benar-benar tawar,” sergahnya tak percaya. “Kau… lebih dari sekedar sangat parah.”
“Kan sudah kubilang aku tidak bisa!” seruku mengajukan pembelaan diri.
“Tidak usah berteriak-terika begitu, aku kan hanya memberi komentar,” katanya seraya melanjutkan acara makannya tadi.
“Sudahlah, tidak usah dimakan,” cegahku. “Aku tidak mau kau sakit. Tadi eomma sudah membuatkan jajangmyeon kesukaanmu. Kau pasti lapar, kan?”


***

Satu setengah bulan lagi berlalu. Diiringi dengan kejadian-kejadian aneh lain yang belum pernah aku alami sebelumnya. Periksa kandungan secara rutin, USG (anak kami laki-laki), serta belanja perlengkapan bayi. Aku juga sudah mulai terbiasa dengan kehadiran para wartawan yang begitu menggebu-gebu untuk mendapatkan berita.
Sekarang… hmmmmfh… Aaaaargh!!! 15 menit lagi aku akan melahirkan! Astaga, aku benar-benar gugup! Ya Tuhan, bagaimana mungkin aku menjalani ini semua? Hal yang peling kutakuti di atas dunia ini adalah jarum suntik dan darah! Mereka membuatku mual!
“Tenanglah, Hye-Na~ya,” ujar Kyuhyun seraya menyeka keringat yang mengalir di keningku dengan tisu. Tangan kirinya menggenggam erat tanganku.
“Tenang, tenang! Coba kalau kau yang melahirkan!” semprotku.
Aku melihatnya tersenyum maklum.
“Aku sudah belajar kesabaran. Kuharap sebentar lagi aku bisa lulus dengan nilai memuaskan,” gumamnya di telingaku, bertepatan dengan saat dokterku memasuki ruangan.
“Oke, waktunya sudah tiba, Nyonya Cho. Kalau bisa Anda harus mengejan sekuat tenaga, bagaimana? Anda sudah siap?”
Aku mengangguk, merasakan genggaman tangan Kyuhyun yang semakin menguat.
“Berusahalah,” bisiknya.
Tidak usah kuceritakan saja bagaimana sakitnya penderitaan itu. Bahkan melebihi berkali-kali lipat daripada apa yang pernah kubayangkan. Yang membuatku bertahan hanyalah keberadaan Kyuhyun di sampingku, dan bahwa aku sedang menyabung nyawa untuk melahirkan anak kami, bukti sah bahwa aku mencintainya….

***

Berbulan-bulan aku memimpikan saat-saat ini. Saat dimana Kyuhyun menyerahkan anak kami ke tanganku. Saat dimana aku menggendong anak itu. Dia tampan sekali. Dan anehnya, walaupun dia memiliki bentuk hidung dan bibir sepertiku, hal itu sama sekali tidak memperburuk tampilannya, tapi malah menyempurnakan wajahnya yang sudah sempurna.
“Namanya siapa?” tanyaku pada Kyuhyun.
“Kau mau aku yang memberi nama?” Dia menatapku tak percaya.
Aku mengangguk.
“Bagaimana kalau… Jino? Cho Jinho?”
“Bagus. Aku suka. Itu saja.”
Dia mengelus kepalaku, menatap anak kami yang sedang tertidur pulas dalam gendonganku.
“Terima kasih, Hye-Na~ya…” bisiknya, mengabulkan seluruh mimpi burukku. Menghempaskanku kembali ke bumi. Waktunya sudah tiba….

***

Beberapa bulan terakhir aku memikirkan banyak hal. Alasan utamanya menikahiku hanyalah untuk mendapatkan keturunan yang akan meneruskan perusahannya kelak. Dan dia sudah mendapatkannya sekarang. Ditambah kata-kata terima kasih darinya tadi membuatku semakin yakin hidup bahagiaku berakhir sudah. Dia tidak membutuhkanku lagi….

***

KYUHYUN’S POV

Dua minggu kemudian…

“Kyuhyun~a, cepat pulang! Hye-Na hilang dan tiba-tiba saja ada surat aneh yang datang!” seru eommaku saat aku baru saja mengangkat telepon.
“Hilang? Surat? Surat apa?” tanyaku panik.
“Surat cerai.”

***

Aku meremas surat sialan itu sampai hancur. Apa-apaan ini? Cerai? Apa yang ada di otak yeoja itu?
“Eomma tidak tahu dia dimana?”
Eommaku menggeleng, sibuk menenangkan Jino yang dari tadi menangis.
Aku meraih HP-ku, mencoba menghubungi appa Hye-Na. terdengar nada sambung di seberang sana dan sesaat kemudian suara appanya menjawab.
“Appa, apa Hye-Na ada disana?”

***

HYE-NA’S POV

Aku berjalan gontai di sepanjang trotoar menuju rumahku. Otakku rasanya hampir meledak saking stressnya. Aku baru saja mengambil keputusan terbesar sekaligus terburuk dalam hidupku. Yang berakibat pada kematian seluruh syarafku. Kalau ada manusia yang seperti mayat hidup, akulah orangnya.
Aku mendorong pintu pagar sampai terbuka. Melihat mobil Ferrari hitam terparkir di halaman rumahku membuatku refleks melangkah mundur keluar pagar. Tapi belum sempat aku mencapai pagar, aku mendenagr suara dingin yang menghentikanku. Setajam silet walaupun masih terdengar tenang dan terkontrol. Aku terpaku, dia belum pernah berbicara dengan nada seperti itu padaku.
“Jangan jadi pengecut, Hye-Na.”
Aku berbalik, mendapatinya sedang bersandar di bagian belakang mobilnya. Dan yang membuatku syok adalah dia merokok. Tampangnya tampak acak-acakan walaupun masih lebih tampan daripada namja manapun yang pernah kulihat.
Dia membuang rokoknya ke tanah, menginjaknya sampai hancur. Lalu dia melaangkah ke arahku, mencengkeram tanganku dengan kasar, menarikku masuk ke dalam rumah.
Appaku sedang di luar negeri dan aku pikir tidak ada yang bisa menyelamatkanku dari amukannya. Dia benar-benar terlihat hampir meledak sekarang saking murkanya.
Dia membanting pintu sampai tertutup, mendorongku sampai tersudut ke dinding.
“Apa yang kau lakukan?” bentaknya.
“Cerai,” jawabku, berusaha mengumpulkan keberanian.
“Wae?” tanyanya dengan suara bergetar menahan marah.
“Kau kan menikahiku hanya untuk mendapatkan keturunan. Aku sudah memberikannya, jadi kau bisa menceraikanku sekarang.”
Dia mencengkeram bahuku lebih kuat, membuatku meringis kesakitan.
“Brengsek, aku mencintaimu! Tak tahukah kau?”
Aku terhenyak kaget, mencoba menyerap ucapannya barusan.
“Persetan dengan perasaanmu padaku! Aku tidak peduli kalau kau menjalin hubungan dengan namja manapun di dunia ini, tapi tolong jangan memperlakukanku seperti ini! Tolong bertahanlah! Tidak apa-apa kalau aku harus hidup walaupun setiap hari kau menyakitiku, itu jauh lebih baik daripada hidup tanpamu. Aku butuh eksistensimu untuk bernafas, Na~ya….”

***

Aku terlalu kalut untuk mendengar semua pengakuannya. Coba pikir, bagaimana mungkin namja sesempurna ini mencintaiku? Kalau ini lelucon, semuanya benar-benar sudah kelewatan.
“Aku terbiasa denganmu itu benar. Takut kau pergi juga benar. Aku terobsesi padamu, itu bisa kupertanggungjawabkan, jadi tolong, berusahalah untuk mencintaiku. Aku bisa memberimu waktu seumur hidup kalau perlu.”
Aku jatuh terduduk di lantai. Membenamkan wajahku ke atas lutut. Dia memintaku untuk belajar mencintainya? Yang benar saja! Ini bahkan sudah melampaui tahap tergila-gila!

***

KYUHYUN’S POV

Aku memandangi tubuhnya yang terpuruk di lantai. Apa susah sekali baginya untuk belajar mencintaiku? Untuk mencoba bertahan di sisiku? Tapi tentu saja, dengan segala keegoisanku, aku tidak sanggup melepaskannya…. Aku bisa hidup tanpa dia, mungkin aku akan jadi setengah gila kalau itu terjadi, tapi aku tidak mau hidup tanpa dia, karena aku tahu bagaimana akibatnya untukku.
Aku berlutut di hadapannya, menarik tubuh yang rapuh itu ke dalam pelukanku. Aku bisa mendengarnya menangis terisak-isak, tidak beraksi apa-apa terhadap perlakuanku.
“Kau tidak bisa?” tanyaku, menghabiskan tenaga untuk menabahkan diri kalau dia menolakku, walaupun tahu itu sia-sia saja. Aku akan hancur kalau itu sampai terjadi.
“Kau tidak mungkin mencintaiku,” ujarnya dengan suara teredam karena dia membenamkan wajahnya di dadaku.
Aku membalas ucapannya dengan sebuah tawa frustasi.
“Tidak mungkin mencintaimu, hah?” ulangku. “Oh, jadi kau gadis seperti itu, yang harus diberi tahu dulu baru bisa mengerti? Bukankah aku sudah menunjukkannnya dengan begitu gambling padamu? Kau tidak bisa melihatnya?”
Dia menggeleng, mengangkat wajahnya untuk menatapku. Matanya basah, emmbuat egoku terusik. Namja macam apa yang berani membuat gadis yang dicintainya menangis seperti ini?
“Meminta cerai padamu, itu bunuh diri sebenarnya,” katanya. Dia menatap mataku lurus-lurus. “Aku hampir mati karena mencintaimu, tak tahukah kau?”

***

Gadis yang ada di pelukanku ini mencintaiku? Gadis yang bersinar-sinar begitu mempesona ini mencintaiku?
“Kukira ucapan terima kasihmu setelah aku melahirkan itu adalah ucapan perpisahan. Rasa terima kasih karena aku sudha memberimu keturunan dan kau sudah tidak membutuhkan aku laagi di sisimu. Aku tahu suatu saat nanti itu akan terjadi, mengira aku mungkin sudah siap sekaligus tahu bahwa aku tidak akan pernah mungkin bisa siap untuk meninggalkanmu.”
“Ucapan perpisahan?” potongku. “Itu adalah ucapan terima kasih karena kau bersedia mempertaruhkan nyawa untuk anak kita, Na~ya.”
“Aku setiap hari dilanda ketakutan bahwa kau akan meninggalkan aku. Tersiksa sendiri dengan cintaku. Merasa bahwa kau tidak pernah peduli. Aku terus-terusan mencintaimu, sedangakan….”
Aku menyela ucapannya dnegan satu ciuman yang panjang dan dalam. Menyalurkan kelegaan yang menguar dari hatiku. Bahwa dia juga mencintaiku… tersiksa karena takut kehilanganku…. Sebuah kesalahpahaman yang manis….

***

Malam kedua ini bahkan jauh lebih sempurna daripada malam pertama yang dulu. aku bebas mengapresiasinya sekarang, tanpa takut adanya penolakan.
Sinar rembulan yang masuk lewat jendela kamar membuat wajahnya bercahaya menyilaukan. Sudahkah aku bilang bahwa istriku ini cantik sekali?
Dia tertidur pulas. Menarik nafas dengan teratur. Sedangakan aku hanya mengamatinya. Bahkan mungkin aku bisa bilang bahwa aku tidak akan pernah bosan menontonnya tidur seumur hidupku….

***

HYE-NA’S POV

Aku membuka mataku dan langsung mendapati wajahnya berada hanya beberapa senti di depanku. Aku jadi heran, kenapa Tuhan menghabiskan waktu membuat wajah jelek jika Dia dengan sebegitu mudahnya bisa menciptakan sesuatu seindah ini?
“Kau mau kemana?” tanyanya dengan suara serak sambil emnarik pinggangku lagi ke arahnya saat aku bermaksud turun dari tempat tidur.
Oh, gila! Sentuhannya di kulitku membuat kekacauan sistem syaraf dan pembuluh darah dalam tubuhku.
“Jino. Aku merindukannya.”
Refleks dia tersenyum ke arahku, membebaskanku dari dekapannya, yang jujur saja sangat sulit untuk dilakukan.
Dia mengernyit heran saat aku tetap juga tidak bergerak turun dari tempat tidur.
“Apa?” tanyanya tidak paham.
“Aku tidak pakai apa-apa, Cho Kyuhyun!” seruku tertahan, merasa malu. “Setidaknya cobalah untuk berbalik atau tutup matamu!” sergahku
“Oh, yang benar saja!” ejeknya. “Aku kan sudah lihat semua.”
“Itu beda! Tadi malam kan gelap!” protesku tak mau kalah.
“Aish, ara, ara.”
Dia berbalik ke dinding sehingga aku bisa langsung meraih baju dari dalam lemari lalu berlari masuk ke kamar mandi. Benar-benar pagi yang sinting!

***

Aku tersenyum menatap Jino yang menggapai-gapai ke arahku, berusaha lepas dari gendongan eomma. Aku meraihnaya dan dia langsung menatapku dengan antusias, mengeluarkan senyum lucunya.
“Dia rewel terus. Tidak mau makan dari kemarin. Minum susu pun susah,” jelas eomma.
“Maaf,” ucapku yang dibalas dengan kibasan tangan eomma.
“Sudahlah, lupakan saja! Yang penting kau sudah pulang sekarang!”
Aku mengangguk, membawa Jino ke atas untuk menyusuinya. Tadi setelah mengantarku, Kyuhyun langsung pergi lagi karena ada konser. Dia sibuk sekali akhir-akhir ini, sepertinya penjualan album barunya melonjak naik.
Sekitar dua puluh menit kemudian, saat Jino sudah tertidur pulas, HP-ku berbunyi. Nomornya tidak kukenal.
“Yeoboseyo?”
“Hye-Na~ya, bisa kita bertemu?”
Tidak mungkin salah lagi. Suara selembut itu pasti suara Eun-Ji.
“Tennag saja, aku sedang tidak bernafsu membunuh.”

TBC

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 8

Source : Sapphireblueoceanforsuju





HYE-NA’S POV

Jangan tanya apa-apa padaku tentang Paris! Aku benar-benar buta tentang Negara satu ini. Yang kutahu hanya menara Eiffel saja. Pengetahuanku benar-benar payah!
Kami baru saja sampai di hotel mewah yang sudah disewakan eomma Kyuhyun untuk kami. Presidental suite room. Hotel ini berbintang lima, jadi bisa saja harga sewa kamarnya per malam mencapai ratusan juta dan kami akan menginap disini selama dua hari. Astaga!
“Ini terlalu berlebihan! Berapa ratus juta yang dihabiskan eomma dan appa untuk bulan madu ini?” protesku.
“Tak usah khawatir. Kami punya terlalu banyak uang yang tidak tahu mau dikemanakan. Jadi ini saja belum seberapa.”
“Kau kan bisa memberikannya pada orang yang membutuhkan!” sungutku.
“Sudah. Lagian kenapa sih hanya seperti ini saja kau sudah heboh seperti itu?”
“Ani.”
Aku sudah kehabisan bahan pembicaraan dan mulai kelimpungan sekarang. Kami hanya tinggal berdua dan hal ini amat sangat mengganggu kenyamananku.
“Kau mau tidur denganku atau tidak?” tanyanya tiba-tiba.
Aku bisa merasakan darah mengalir deras ke wajahku. Apa-apaan dia?
“Bisa tidak sih kau berhenti berpikiran kotor seperti itu? Aku hanya menanyakan apa kau keberatan atau tidak tidur seranjang denganku karena kalau iya aku bisa tidur di sofa,” ujarnya sambil menatapku sinis.
“Eh… tidak. Tidak… apa-apa. Ini kan kau yang bayar,” kataku salah tingkah. Mukaku mau ditaruh dimana?
Tidak tahu apa yang harus dilakukan, aku mengambil pakaian dari koper yang kubawa lalu memutuskan untuk mandi. Itu lebih baik agar aku bisa mendinginkan isi kepalaku yang kotor ini!
***
KYUHYUN’S POV

Aku melihatnya masuk ke kamar mandi dengan tergesa-gesa. Setelah memastikan bahwa dia akan berlama-lama di dalam sana, aku mulai membenamkan wajahku ke dalam kedua belah tanganku. Bukan salahku jika aku berpikiran yang tidak-tidak, aku kan laki-laki normal. Lagipula namja mana yang tahan sekamar dengan seorang yeoja yang berstatus istrinya yang sah tapi tidak diperbolehkan menyentuhnya?
Sekitar 15 menit kemudian dia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah sehabis keramas. Wangi sabunnya menyebar- kemana-mana, membuatku hilang akal.
“Kau sudah selesai? Aku juga mau mandi,” ujarku, berusaha sekuat tenaga untuk menekan rasa gugup yang melandaku.
Aku melihatnya mengangguk lalu tanpa pikir panjang aku menyambar pakaian di bagian paling atas dalam koperku dan masuk ke dalam kamar mandi.
Hari ini benar-benar gila!
***
HYE-NA’S POV

Aku mendengarnya naik ke atas tempat tidur di sampingku, menahan nafas saat wangi tubuhnya mulai merasuki indera penciumanku. Aku berusaha untuk tidur dari tadi tapi tetap saja tidak berhasil. Mungkin karena tadi siang aku ketiduran di pesawat.
“Kau besok mau kemana?” tanyanya.
“Terserah, aku ikut saja. Aku kan tidak tahu apa-apa disini,” jawabku, memutuskan untuk tidak berbalik ke arahnya, karena aku yakin sekali kalau sampai itu terjadi, aku akan kehilangan kendali dan memeluknya.
“Kita ke museum saja. Atau mungkin kau mau melihat Sungai Seine?”
“Asal malamnya kita ke Eiffel, aku akan mengikutimu kemanapun.”
“Dasar yeoja!” gumamnya. Lalu kami terdiam lagi.
“Kyuhyun~a, aku tidak bisa tidur. Bagaimana kalau kau bernyanyi untukku?”
“Aku tidak mau nyanyi gratisan,” sahutnya.
“Ah, kau ini pelit sekali. Aku kan istrimu,” rajukku.
“Aku tidak haapal lagu nina bobo.”
“Lagu apa saja. Lagumu juga boleh.”
Sesaat diam, lalu akhirnya dia mengalah dan menyanyikan sebuah lagu untukku.
Mencintaimu seperti mencintai alam dengan seluruh makhluk hidupnya….
Memilikimu seperti memiliki dunia beserta seluruh isinya….
Menginginkanmu seperti menginginkan surga dengan segala kenikmatannya…
Menyayangimu seperti menyayangi diri sendiri dengan setiap kekurangan maupun kelebihannya….
Merindukanmu seperti merindukan oase di tengah beribu fatamorgana di padang pasir yang begitu tandusnya…
Sehingga kehilangan dirimu seperti kehilangan nyawa dengan beribu siksa yang menerpa sukma….

“Itu lagu baru?” tanyaku penasaran.
“Ne.”
“Kapan kau menciptakannya?”
“Beberapa… hari yang lalu.”
“Bagus sekali! Hei, bagaimana kalau kau nyanyikan lagu yang lain?”
“Kau ini cerewet sekali! Aku bernyanyi untukmu agar kau tidur, bukan merecokiku!”
“Bagaimana kalau lagu Benda Hidup Tercantik Di Jagad Raya saja?”
***
Kami berdua berjalan di sepanjang trotoar yang juga penuh dengan orang-orang yang akan pergi ke tujuannya masing-masing. Mereka berbicara bersamaan dengan bahasa yang sama sekali tidak kumengerti. Tadinya aku bahkan hampir mengira mereka ingin kumur-kumur.
“Pegang tanganku, kalau kau hilang bagaimana?”
Dengan wajah memerah aku mengulurkan tanganku lalu menggandengnya.
“Kau tahu tidak, pasti banyak sekali yeoja-yeoja yang iri denganku kalau mereka melihat aku gandengan tangan denganmu.”
“Kau kan istriku, jadi sudah sewajarnya.”
Aku tidak mendengar perkataannya, aku malah mendelik ke arah beberapa orang gadis yang lewat, yang dengan terang-terangan menatap Kyuhyun dengan sorot mata kagum. Tidak disini, tidak di Korea, selera semua orang sama saja!
“Lain kali kalau jalan denganku lebih baik kau pakai baju gembel saja!” ujarku geram.
“Kenapa?” tanyanya heran.
“Jangan bodoh! Kau tidak lihat apa kalau mereka semua terpesona padamu?”
Dia tertawa mendengar ucapanku. Dasar namja menyebalkan!
“Tapi pemilik sahku itu kan kau,” ujarnya. Dan tiba-tiba saja dia sudah merangkul pundakku.
Aku sedang berbunga-bunga saat sebuah suara lembut berteriak memanggil nama Kyuhyun. Kami berbalik dan seketika aku melihat jelmaan bidadari yang sesungguhnya. Gadis itu cantik sekali… membuatku 100% yakin tidak ada secuil pun cacat di tubuh indahnya. Senyumnya mengembang, membuatnya tampak seribu kali lebih cantik.
Aku melirik Kyuhyun, penasaran dengan yeoja yang sekarang sudah berdiri di hadapan kami ini. Tapi lagi-lagi wajhnya hanya datar-datar saja.
“Kyuhyun oppa, annyeonghaseyo! Aku tidak menyangka kita akan bertemu disini. Kau tambah tampan, ya!” serunya sambil memeluk tubuh Kyuhyun.
Sabar, Hye-Na! Sabar!
Aku berusaha menenangkan diriku. Tapi mana mungkin aku bisa tenang kalau suami jadi-jadianku dipeluk yeoja secantik ini!
Gadis itu melepaskan pelukannya kemudian ganti melirikku.
“Dia siapa?”
“Kenalkan, ini istriku,” ujar Kyuhyun sambil mempererat pelukannya di pundakku.
Aku bisa melihat raut wajah tidak percaya dan merendahkan di mata gadis itu. Sesaat dia melirikku dengan tatapan tidak suka lalu menatap Kyuhyun menuntut penjelasan.
“Apa-apaan ini? Mana mungkin yeoja ini istrimu? Setidaknya kau bisa mencari yeoja lain yang setara denganku, bukan yang seperti ini!” teriaknya marah.
“Terserah kau sajalah. Yang pasti aku sudah menikah. Oh, dan maaf, aku tidak sempat mengundangmu.”
Gadis itu memasang tampang merajuk kemudian merenggut tangan Kyuhyun dari genggamanku.
“Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Sebagai ganti rasa bersalahmu karena tidak mengundangku!”
“Kau tidak lihat aku sedang jalan-jalan dengan istriku?”
“Ya sudah, bawa saja dia! Bagaimana kalau kita makan? Aku yang traktir!”
Dia menarik tangan Kyuhyun sehingga aku dengan sangat terpaksa mengikuti langkah mereka dari belakang. Ini memang sudah sangat keterlaluan, tapi aku bisa apa? Aku kan tidak mau tersesat di kota besar seperti ini sendirian!
Mereka berdua terus saja berjalan walaupun Kyuhyun sesekali masih melirikku cemas. Tapi aku rasa itu hanya karena dia takut aku hilang dan kalau itu terjadi dia pasti tidak tahu bagaimana mempertanggung-jawabkannya kepada appaku.
Akhirnya mereka berbelok masuk ke salah satu restoran mewah, dan sudah tentu aku mengikuti mereka. Tapi….
“I’m sorry, Miss, you can’t come in. because in this place, you can’t wear jeans and slipper if you are a lady,” ujar penjaga restoran itu seraya mencegat langkahku.
Hanya gara-gara aku pakai jins dan sandal jepit aku tidak boleh masuk? Kesabaranku sudah habis sekarang!
***
KYUHYUN’S POV

Aku merasa tidak nyaman dengan kehadiran yeoja ini. Benar-benar menyebalkan! Ditambah lagi dia menarikku masuk ke dalam restoran mewah tanpa menanyakan pendapatku dulu.
Aku menoleh ke belakang mencari Hye-Na, tapi gadis itu tidak ada. Seketika kecemasan langsung melandaku. Kemana dia?
“Oppa, kau mau kemana?” teriak gadis sialan itu saat aku berlari meninggalkannya. Aku sama sekali tidak menghiraukan panggilannya sedikitpun, yang ada di otakku hanyalah bagaimana aku bisa menemukan Hye-Na secepatnya. Ada dimana dia?
“Do you see a girl who wear T-Shirt and jeans? She walks behind me, do you see her?” tanyaku kacau kepada pria Perancis penjaga pintu.
“Yes, Sir, I forbid her to come in because of her clothes.”
“Where did she go?”
“To that way, Sir.”
Pria itu menunjuk ke arah jalan raya tempat orang-orang berlalu-lalang. Aku bergegas mencarinya seraya bertanya kepada beberapa orang. Aku hampir putus asa saat tiba-tiba aku melihat seorang gadis mirip Hye-Na. Aku berlari menghampirinya tapi langsung kecewa lagi saat menyadari aku menemukan orang yang salah.
HP-ku berdering nyaring. Aku melirik nama si penelepon lalu mengangkatnya dengan hati dongkol.
“Waeyo, eomma?” tanyaku ketus.
“Kenapa kau? Kau bertengkar dengan Hye-Na?”
“Lebih parah dari itu. Dia hilang. Sudah dulu ya, aku mau mencarinya sekarang,” ujarku sambil menutup flap HP lalu melanjutkan pencarianku.
Cho Hye-Na, kemana kau?
***
HYE-NA’S POV

Hari sudah hampir malam dan aku mulai kelaparan. Aku duduk di atas sebuah kursi taman yang terletak di dekat menara Eiffel. Aku sudah nyaris ketakutan sekarang. Bagaimana kalau Kyuhyun tidak mau mencariku dan memutuskan untuk bersenang-senang dengan gadis itu? Lalu aku bagaimana? Ini sudah jauh sekali dari hotel dan aku tidak punya cukup uang untuk naik taksi. Walau ada pun aku tetap tidak bisa pulang ke hotel karena aku bahkan tidak tahu nama hotel tempat kami menginap. Bodoh sekali aku ini!
Kesialan yang lebih parah adalah HP-ku sedang di-charge di hotel dan walaupun aku berusaha menghubunginya juga tidak bisa. Aku tidak hapal nomor HP-ku sendiri!
Aku mulai meratapi ketololanku yang terlalu cepat emosi sehingga pergi meninggalkan restoran itu. Mau kembali juga percuma, aku tidak ingat jalannya.
Aku mengamati orang-orang yang lewat di depanku. Berharap seandainya aku adalah mereka. Dan tanpa sadar aku sudah menangis sesenggukan. Aku ini benar-benar menyedihkan.
Malam benar-benar datang dan semuanya menjadi gelap. Cahaya paling terang hanya berasal dari menara Eiffel. Keadaan ini terasa sangat mencekam untukku, tidak peduli sebanyak apapun orang yang berlalu-lalang.
Seakan kesialan ini masih belum cukup, tiba-tiba petir datang menyambar-nyambar lalu tetesan air hujan mulai jatuh membasahi tanah. Aku sama sekali tidak bergerak dari tempatku. Tidak masalah jika aku mati disambar petir, toh tidak akan ada yang memedulikanku. Biar Kyuhyun dibunuh oleh appaku kalau beliau tahu!
“Hye-Na?”
Aku mendengar suara familier itu, berpikir aku hanya berhalusinasi sehingga aku tidak berniat mengangkat wajahku yang terbenam di antara lututku yang tertekuk.
“Hye-Na~ya?”
Kali ini ada seseorang yang mengguncang-guncang tubuhku, membuatku terpaksa mendongak menatapnya.
Aish, kalau ini mimpi, ini sempurna sekali. Dia tidak mungkin terlihat setampan ini.
“Hye-Na~ya!” desaknya, mulai kesal denganku yang malah melongo menatapnya.
“Apa?” tanyaku tolol.
“Kau mau mati kedinginan disini?”
Cepat-cepat aku menggeleng.
“Ya sudah, cepat berdiri! Kita pulang.”
Aku mencoba bangkit lalu langsung terduduk lagi saat mendapati kakiku kram karena duduk dalam posisi yang sama selama beberapa jam.
“Huh, kau ini! Ayo naik!” ujarnya, tiba-tiba saja sudah jongkok di depanku. Setengah malu aku melingkarkan tanganku di lehernya, kemudian dia memegangi kakiku agar tidak terjatuh.
Aku membenamkan wajahku di pundaknya, menghirup nafas disana. Perasaan lega mulai menyelimutiku seiring dengan wangi tubuhnya yang memenuhi rongga hidungku.
Saat dia menyetop taksi aku mulai tersadar, perasaan marah tadi bahkan sudha menghilang entah kemana.
***
Aku menyandarkan kepalaku ke jok kursi dengan nyaman. Aku melihat Kyuhyun yang melepas jaketnya lalu memakaikannya ke tubuhku yang basah kuyup. Bahkan dengan rambut basah seperti itu dia masih terlihat seperti model iklan shampoo.
“Kenapa kau kabur seperti tadi? Aku panik tahu! Aku keliling kota mencarimu seharian!” omelnya.
“Gadis itu siapa?” tanyaku tak mengacuhkan ucapannya.
“Dia Eun-Ji.”
“Mantan pacarmu?”
“Dia menyukaiku. Aku sudah menolaknya berkali-kali. Awalnya sih aku masih sopan, tapi lama kelamaan dia mulai menjengkelkan. Aku sudah menghardiknya berkali-kali tapi dia tetap saja mengejarku.”
Jadi… gadis tadi sainganku? Aigoo, Hye-Na, saingan? Memangnya apa yang kau pikirkan?
“Dia kan cantik,” komentarku.
“Sifatnya tidak.”
“Kau kenal dia dimana?”
“Dia teman SMA-ku dulu lalu dia melanjutkan sekolah fashion kesini.”
Oh, sempurna sekali! Gadis itu benar-benar tanpa cacat, walau sikapnya amat sangat menjengkelkan!
“Dengar,” ujar Kyuhyun sambil memegangi wajahku dengan kedua tangannya. “Tidak peduli apapun yang terjadi, kau jangan pernah lagi meninggalkan aku seperti tadi. Kalaupun aku yang meninggalkanmu, kau harus tetap menungguku di tempat asal agar aku bisa menjemputmu. Aku tidak sanggup lagi menanggung kecemasan seperti tadi. Rasanya tidak enak, Hye-Na~ya.”
***
Keesokan harinya kami memutuskan untuk pulang ke Korea. Bukan kemauan kami sebenarnya, tapi eomma. Dia sepertinya khawatir sekali dengan keselamatanku dan kelihatannya dia tidak ingin lagi aku menghilang dari pengawasannya. Kami menuruti kemauannya hanya karena sudah lelah mendengar ceramahnya di telepon semalam. Dia sendiri yang menjemput kami di bandara bersama Ji-Yoo.
“Hye-Na~ya!” serunya sambil memelukku, lalu mengamati keadaanku. Setelah dia memastikan bahwa aku baik-baik saja, dia mulai mengomeli Kyuhyun.
“Kau ini! Lain kali jaga istrimu baik-baik! Arasseo?”
Kyuhyun hanya mengangguk pasrah lalu menoleh ke arah Ji-Yoo dan segera sibuk membicarakan pekerjaannya.
“Eh, Hye-Na~ya, bulan madumu berhasil tidak? Bagaimana? Kapan kau akan memberi eomma cucu?”
Aku memasang tampang minta tolong ke arah Kyuhyun, tapi lagi-lagi dia hanya nyengir menatap kesialanku. Menyebalkan!
***
“Kau mau kemana?” tanya Kyuhyun heran saat keesokan paginya aku sudah menjinjing tas dan laptop ke ruang makan.
“Kampus. Mau mencari bahan skripsi!” ujarku ketus seraya menyendok nasi goreng ke piringku.
“Salahmu sendiri, masa kau tidak menyimpannya ke flash-disk.”
“Aish, kau ini benar-benar!”
“Aduh, kalian ini, tidak baik kalau pagi-pagi sudah bertengkar. Kalian kan pengantin baru!” tegur eomma yang baru saja muncul setelah mengantarkan appa ke pintu depan.
“Kau mau kemana, Hye-Na~ya?”
“Ke kampus, eomma,” jawabku.
“Heh, Kyuhyun~a, antarkan dia!”
“Tidak usah, eomma, aku kan bisa bawa mobil,” tolakku, memikirkan keributan yang akan terjadi kalau Kyuhyun sampai muncul di kampusku.
“Sekalian saja. Aku juga mau ke studio, jadi kita searah,” kata Kyuhyun, membuatku menghembuskan nafas kesal.
***
“Berhenti disini saja. Kau tidak usah turun,” kataku seraya membuka pintu mobil lalu melangkah turun.
Dia menurunkan kaca mobil, nyengir ke arahku.
“Kau takut mereka mengerubungiku, ya? Pencemburu sekali,” ejeknya.
“Brengsek kau!”
***
Aduh, bagaimana ini? Kenapa komputernya rusak tiba-tiba?
Aku nyaris panik menyadari seluruh dataku hilang tiba-tiba. Aku sedang malas memakai laptop, makanya aku memutuskan memakai komputer Kyuhyun di kamar. Tadi aku tidak sengaja menekan sesuatu dan tiba-tiba saja semua file hilang. Masa aku harus mengulang semuanya lagi dari awal? Andwae!!!
“KYUHYUN~A!!!!” teriakku panik. “KYUHYUN~A!!!!”
“Apa? Kau ini berisik sekali!” omelnya, lalu mendekat ke arahku.
“Lihat, dataku hilang semua!” keluhku.
Dia meraih mouse lalu sibuk meng-klik sana-sini. Pikiran baru mulai memenuhi otakku. Masa bodoh dengan data itu, keselamatan jantungku lebih penting daripada apapun sekarang!
Aku masih duduk di atas kursi, sedangkan dia entah sengaja atau tidak meletakkan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri tubuhku. Wajahnya dekat sekali sehingga aku bisa mendengar tarikan nafasnya. Wangi tubuhnya hanya semakin memperparah keadaan.
Aku menoleh ke arahnya. Mencari masalah saja sebenarnya karena di saat yang bersamaan dia juga mendongak menatapku.
“Kau klik saja disini lalu….”
Aku tidak lagi menangkap ucapannya. Yang aku tahu hanyalah desah nafas kami yang semakin memburu dan entah siapa yang memulai duluan tiba-tiba saja bibirnya sudah melumat bibirku.
Aku benar-benar parah dalam hal ini. Aku mendekatkan tubuhku, mengalungkan lenganku ke lehernya. Mungkin karena terlalu banyak yang aku tahan-tahan selama ini, aku malah jadi kehilangan kendali sekarang.
“Hati-hati, sayang,” gumamnya saat aku menciumnya dengan ganas. Tapi berkebalikan dnegan ucapannya, tangannya malah meraihku semakin dekat.
Hahahaha… kalau aku tidak salah perkiraan, aku adalah yeoja pertama yang diciumnya. Mengherankan sekali, karena dia adalah pencium yang hebat.
Ciuman kami awalnya lambat, intens, tapi masih dalam taraf kewajaran, namun mendadak malah semakin ganas dan parah, lalu….
“Ehm, maaf, eomma mengganggu, hanya mau memberitahu kalau makan malam sudah siap. Tapi sepertinya kalian sedang sibuk, jadi teruskan saja. Eomma kan juga mau cepat-cepat punya cucu. Nanti kalau lapar kalian turun saja.”
Seketika aku tersadar bahwa cara tubuhku menempel ke tubuh Kyuhyun sama sekali tidak pantas untuk dilihat. Cepat-cepat aku menjauh darinya dengan wajah memerah menahan malu.
Eomma mengedip sambil tersenyum lebar ke arah kami lalu kembali menutup pintu, meninggalkan kecanggungan di antara kami berdua.
“Ehm, aku pikir aku… lapar…. Kau… mau ikut?” tanyanya gugup.
“Nanti saja,” ujarku serak.
Dia keluar dari kamar, membuatku bebas mengekspresikan ketololanku. Kepalaku masih pusing akibat ciuman tadi, tapi rasa maluku lebih mendominasi. Kalau eomma tadi tidak datang, lalu apa yang terjadi?
***
KYUHYUN’S POV

Aku menutup pintu kamar pelan lalu duduk menggelesor di lantai. Baru juga beberapa hari aku sudah kehilangan kendali seperti ini. Tapi tentu saja aaku dalam keadaan tidak terkontrol jika dia begitu dekat seperti tadi.
Tidak bisa terbayangkan apa yang akan terjadi akalu eomma tidak datang. Bisa-bisa aku malah menidurinya!
***
“Loh, kenapa kau turun sendirian? Hye-Na mana?” tanya eomma saat aku memutuskan untuk ikut makan malam dengan mereka. Aku tidak lapar sebenarnya, tapi akan jauh lebih baik jika aku tidak dekat-dekat Hye-Na sekarang.
“Dia… masih di atas,” ujarku dengan wajah memerah.
“Ah, eomma tadi mengganggu, ya? Maaf, maaf. Lain kali kalau kalian sedang begitu eomma tidak akan mengganggu lagi.”
Yah, aku harap ada lain kali.
***
HYE-NA’S POV

Aku berbaring gelisah di atas tempat tidur, sibuk memikirkan apa yang akan kulakukan jika Kyuhyun kembali ke kamar. Pura-pura sudah tidur? Memejamkan mata saja aku tidak bisa. Lagipula itu kekanak-kanakan sekali!
Belum sempat aku memutuskan, pintu kamar sudah terbuka dan Kyuhyun melangkah masuk. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Benar-benar memalukan!
Aku mendengarnya berbaring di sampingku, tahu bahwa dia juga tidak bisa tidur sama sepertiku. Aku mulai mencoba menghitung domba untuk membuatku bosan dan tertidur, tapi semua itu sia-sia belaka.
“Yang tadi itu… kalau kau tidak suka, lupakan saja…. Maaf kalau aku lepas kontrol,” ujarnya tiba-tiba dengan suara pelan.
“Ne, aku bisa mengerti. Mungkin tadi itu… hanya pengaruh… hormon,” sahutku, masih berbaring memunggunginya.
Tidak sampai sedetik dia sudah membalikkan tubuhku dan menatapku tajam.
“Oh, jadi kau pikir yang tadi aku lakukan itu hanya terdorong nafsu? Begitu? Sepertinya kau harus bisa membedakan, Cho Hye-Na, mana yang nafsu, mana yang tidak!” bentaknya dengan mata yang berkilat-kilat menahan marah.
Belum sempat aku berpikir jernih, dia sudah menciumku lagi dengan kekasaran yang tidak termaafkan. Dia menyentakkan tubuhku, menarik pinggangku mendekat. Belum siap dengan itu semua, aku hampir terkena serangan jantung saat lidahnya menelusup masuk ke dalam mulutku dan tangannya menjelajah tidak sopan di balik bajuku.
Tapi secepat hal itu terjadi, secepat itu pula dia menyelesaikannya. Aku masih setengah sadar saat dia mendorong tubuhku menjauh, bangkit berdiri, dan memandangku marah.
“Itu nafsu, kalau kau belum tahu!” ujarnya geram.
“Aku sudah bisa membedakannya sekarang!” semburku tak kalah marah.
Kami bertatapan murka selama beberapa saat lalu tanpa berkata apa-apa lagi dia berbalik keluar, membanting pintu dengan kasar. Aku harus menahan diri sekuat tenaga untuk tidak melempar sesuatu, berbalik menyumpahi diri sendiri yang bisa-bisanya menikmati ciuman barusan!
***
Aku terbangun pagi harinya, menyadari bahwa Kyuhyun tidak tidur disini malam tadi. Kegalauan mulai menyelimutiku, pertanda bahwa hari ini akan berjalan buruk.
Benar saja, saat aku berangkat ke kampus, eomma memberitahuku bahwa Kyuhyun sudah pergi ke Jepang untuk menjalani tur keliling Asia-nya. Aku bertanya kenapa Kyuhyun tidak berpamitan terlebih dulu kepadaku, dan eomma memberitahu alasan manis yang diberikan Kyuhyun padanya. Dia tidak mau mengganggu tidurku. Hah, ini pasti gara-gara pertengkaran besar kami semalam.
Kemudian aku mulai panik sendiri memikirkan bagaimana aku harus hidup hari ini dan untuk satu minggu ke depan. Seperti katanya dulu, hidup tanpanya sama sekali bukan hidup….
***
KYUHYUN’S POV

Pesawat yang akan membawaku ke Jepang baru saja lepas landas. Menerbangkanku pergi meninggalkan hidupku. Cih, hidup? Picisan sekali kedengarannya.
Aku teringat kejadian semalam saat aku lagi-lagi lepas kontrol. Wajar saja menurutku, kan dia yang mencari gara-gara duluan. Nafsu? Hah, yang benar saja! Kalau aku mengikuti nafsuku, dia sudah tidak perawan lagi sekarang!
Ngomong-ngomong tentang hidup, aku harus mulai mencari cara untuk bertahan hidup selama satu minggu ke depan. Aku menatap selembar foto di tanganku. Foto pernikahan kami yang mengabadikan kecantikannya yang tidak terjamah.
“Istri Anda cantik sekali,” ujar seorang pramugari yang sekarang berdiri di sampingku dengan senyum ramah tersungging di bibirnya.
“Ah, gomaweo,” sahutku, balas tersenyum padanya.
“Anda mau kopi?”
***
HYE-NA’S POV

Aku melangkah gontai di sepanjang lorong kampus, sama sekali tidak bernafsu untuk melakukan apapun. Sama sekali tidak memperhatikan apapun.
“Hye-Na~ya!”
Setengah malas aku mengangkat kepala untuk melihat siapa yang memanggilku barusan. Eunhyuk.
“Oh, annyeong!” sapaku tanpa semangat.
“Wo… kakak iparku sayang, wae geurae? Aneh sekali!” serunya seraya merangkul pundakku. Aku bisa membedakan pelukan ini dengan pelukannya yang dulu. Ini hanyalah sekedar pelukan persahabatan.
Dia menarikku ke taman kampus, mendudukkanku di atas kursi. Aku menurut saja, toh aku sudah kehabisan energi untuk menolak.
“Mau bercerita padaku?”
Ah, peduli setan, aku juga tidak sanggup menahannya sendirian. Maka sedetik kemudian aku sudah mencerocos tanpa jeda. Mengeluarkan semua unek-unekku.
“Dia itu keterlaluan sekali! Ini sudah hari ketiga tapi dia masih belum menghubungiku juga! Aku tahu dia marah, memangnya aku tidak, tapi aku ini kan istrinya, tidak peduli aku mneyukainya atau tidak, dia menyukaiku atau tidak. Apa dia sebegitu sibuknya sampai tidak sempat meluangkan waktu semenit saja untuk menghubungiku? Hanya untuk mengatakan basa-basi bahwa dia baik-baik saja juga tidak apa-apa!”
***
EUNHYUK’S POV

Aku mendengarkan semua curhatannya dengan penuh perhatian. Menyakitkan memang, tapi aku tahu aku bisa menghadapinya.
Kyuhyun tidak menghubunginya, itu khas dia sekali. Sesaat aku malah curiga, dia menikmati hal itu. Menilik dari sifatnya, dia hanya ingin membuat Hye-Na merindukannya.
Oh, tentu saja aku tidak akan membantunya menjelaskan semua ini. Aku masih sakit hati padanya.
“Kau seperti tidak tahu Kyuhyun hyung saja. Aku sendiri heran kenapa kau tidak memikirkan kemungkinan terburuk atas semua ini. Kau yakin dia tidak selingkuh?” godaku, menikmati reaksi wajahnya yang langsung berkerut marah.
“MWO?!”
“Lain kali Hye-Na~ya, cobalah untuk menonton TV atau membuka internet. Suamimu itu kan artis. Kau tidak tahu kalau Eun-Ji sudah pulang? Kau tahu Eun-Ji, kan?”
Melihat wajahnya yang memucat aku sudah tahu jawabannya.
“Aku lihat di internet, tidak sengaja juga sebenarnya, disana heboh berita tentang mereka berdua. Dimana ada Kyuhyun disitu ada Eun-Ji. Gadis itu mengikutinya terus-terusan. Walaupun sebenarnya akku tidak menyukai tabiat gadis itu, tapi namja mana yang tahan jika terus-menerus disodori gadis secantik itu? Lama-lama Kyuhyun juga bisa menyerah.”
Dia mematung saking syoknya. Dalam hati aku tahu hyung-ku itu sama sekali bukan jenis namja seperti itu. Dibanding gadis di hadapanku ini, Eun-Ji sama sekali tidak ada apa-apanya. Aku hanya ingin mempersulit keadaan Kyuhyun saja sebenarnya.
Hahahaha… jahat sekali aku ini!
***
HYE-NA’S POV

Eun-Ji datang? Eun-Ji? Mimpi buruk apa ini? Ini bahkan lebih dari sekedar mimpi buruk. Mereka berdua bersenang-senang sedangkan aku merana sendirian disini, berharap dia mengasihaniku!
Aku ini bodoh sekali! Tolol!
***
“Hai, Hye-Na~ya! Kau sudah pulang?” sapa eomma saat aku melangkah masuk ke ruang makan. Aku mengangguk, mengambil air dari kulkas, menuangkannya ke dalam gelas lalu meminumnya dalam sekali teguk.
“Kau kelihatannya stress sekali? Kenapa? Kau bisa cerita pada eomma.”
Aku tidak akan bisa bercerita padanya. Yang menyebabkan ini kan anaknya sendiri.
“Ani. Hanya masalah skripsiku, eomma.”
“Oh, begitu. Oh iya, tadi Kyuhyun menelepon. Aneh sekali, setiap dia menelepon kesini kau selalu sedang tidak ada di rumah. Tadi eomma menyuruhnya menelepon ke HP-mu saja, apa dia sudah melakukannya?”
“Ani,” ujarku. Dasar sialan!
“Biar eomma yang memarahinya nanti. Seolah masalah yang satu itu belum cukup saja! Berani-beraninya dia berkeliaran dengan yeoja lain seperti itu! Keterlaluan!”
Bahkan eomma saja sudah tahu!
“Itu kan hanya memperburuk imej-nya sendiri. Dari dulu eomma sudah bilang, jangan berhubungan dnegan yeoja itu, eh sekarang dia malah membawanya ke depan umum. Kalau dia melakukannya sebelum menikah sih masih wajar, tapi kan dia sudah menjadi seorang suami sekarang. Anak itu benar-benar!”
“Eomma, aku ke kamar dulu,” potongku, tidak sanggup lagi menampung semuanya.
***
EUNHYUK’S POV
Aku mengangkat HP-ku yang terus-menerus berdering dari tadi. Tersenyum saat tahu bahwa Ji-Yoolah yang menelepon. Sepertinya sebentar lagi aku bisa menyukainya.
“Yeoboseyo, Eunhyuk~a!” serunya penuh semangat setelah aku memencet tombol terima di HP-ku.
“Annyeong. Apa kabar?”
“Oh, tidak terlalu baik sebenarnya. Para wartawan ini benar-benar menyebalkan, mengikuti kami terus-terusan. Belum lagi si parasit yang satu itu, menempel terus-menerus seperti lintah.”
“Parasit?”
“Ne, yeoja sialan bernama Shin Eun-Ji itu! Kyuhyun bahkan sudah pindah hotel beberpa kali untuk menjauhinya, tapi sepertinya dia tidak mudah menyerah. Aku jadi mengkhawatirkan Hye-Na.”
“Oh, aku baru saja berbicara dengannya. Memanas-manasinya tepatnya. Sekarang aku rasa dia sedang bersemedi untuk mengutuk Kyuhyun,” ujarku sambil tertawa.
“Kau ini mencari masalah saja!” semprotnya. “Kyuhyun stress sekali akhir-akhir ini. Imej-nya sedang tidak baik di mata publik. Tapi kau tahulah, dia sama sekali tidak peduli. Aku sudah menyuruhnya menelepon Hye-Na untuk menjelaskan, tapi dia tidak mau melakukannya. Kau tahu apa yang dilakukannya setiap hari? Menatap foto pernikahan mereka. Aku pikir dia sudah nyaris gila sekarang.”
“Aku juga heran. Si Kyuhyun itu seperti bisa bernafas saja tanpa Hye-Na. Hye-Na juga sama saja, gengsinya terlalu tinggi untuk menelepon duluan.”
“Dia kan yeoja!” bela Ji-Yoo.
“Hei, kapan kau pulang?” tanyaku.
“Kenapa? Kau tidak mungkin merindukanku, kan?” godanya.
“Sedikit banyak iya,” akuku.
Dia terdiam selama beberapa saat.
“Hei, kau masih disana, kan?” tanyaku cemas.
“Ah… ne… ne,” sahutnya kacau. “Kau nyaris membuatku terkena serangan jantung. Sudah dulu, ya! Sepertinya aku sesak nafas. Sial!”
Aku tertawa lagi saat mendengar nada putus dari seberang. Dia benar-benar lucu, blak-blakan. Sekaligus mengangumkan.
***
HYE-NA’S POV

Sudah satu minggu sekarang. Aku berusaha tenang, tapi tetap saja tidak bisa. Aku sudah melakukan berbagai macam cara bahkan aku sudah memutuskan untuk menginap di rumah appaku, tapi tidak berhasil juga. Ya sudahlah, kalau dia pulang nanti aku tidak akan mengacuhkannya.
Aku membereskan barang-barangku yang bertebaran di atas meja perpustakaan dalam rangka membantuku mengalihkan pikiran. Aku memutuskan untuk pulang saja sekarang. Toh tidak ada lagi yang bisa dilakukan disini.
Aku berbaur dalam kerumunan para mahasiswa yang juga berjalan menuju gerbang. Melangkah menjauhi keramaian di hadapanku.  Lebih baik aku cari jalan lain saja. Lagian kenapa sih mereka itu? Apa yang mereka kerumuni?
“Hye-Na~ya!”
Aku mendengarnya! Kagum bagaimana perasaan nyaman itu langsung meliputiku dengan seketika. Suara familier yang sudah kuimpikan selama berhari-hari.
Aku berbalik. Merasakan kebutuhan untuk menatapnya, menghirup udara kehidupan lagi. Kerumunan itu menyebar, sehingga sekarang aku bisa melihatnya. Tentu saja wajah itu masih terlihat begitu tampan. Begitu mempesona. Lalu aku merasakan luapan kemarahan itu menguap begitu saja. Dengan begitu mudahnya, seakan-akan memang tidak pernah ada sebelumnya, digantikan dnegan rasa rindu yang meluap-luap, membuat nafasku tercekat.
Sekarang aku malah berusaha menahan diri untuk tidak menghambur ke dalam pelukannya. Aku melangkah perlahan ke arahnya, mengamati ekspresi yang tergambar di wajahnya. Aku tidak bisa membaca apa-apa, dia selalu bisa menyembunyikan perasaannya dariku.
Dia menyambut tanganku yang terulur ke arahnya dengan sebuah rangkulan erat yang sarat depresi, membuat tubuhku sedikit terangkat.
Kerumunan mahasiswa tadi terkesiap melihatnya. Gosip baru lagi bagi mereka. Cho Kyuhyun yang terkenal dingin ternyata sangat frontal dalam mengekspresikan emosinya.
Tapi aku sama sekali tidak memedulikan apa pendapat mereka. Masa bodoh jika mereka menganggapku tolol karena sudah jelas-jelas Kyuhyun selingkuh di belakangku. Yang aku tahu hanyalah tangannya yang masih memeluk pinggangku dan wajahnya yang terbenam di pundakku.
“Hai,” bisiknya. “Aku merindukanmu.”
Dan aku hanya butuh itu.
***
KYUHYUN’S POV

Aku menghirup wangi yang menguar dari tubuhnya. Bersyukur karena aku sudah bisa menghirup udara lagi sekarang. Bersyukur karena aku bisa menatap wajah yang ada dalam genggamanku ini.
Aku menyentuh setiap bagian dari wajahnya. Matanya, hidungnya, pipinya, memastikan bahwa dia baik-baik saja. Setelah puas, aku membuka pintu mobil, menyuruhnya masuk. Lalu beberapa detik kemudian mobilku sudah meluncur keluar dari pelataran kampus.
“Bagaimana kau bisa melihatku tadi? Kan ramai sekali!”
Aku terdiam sesaat. Benar, bagaimana? Aku hanya melihat rambutnya sekilas dan langsung saja yakin bahwa itu dia.
“Entahlah,” jawabku.
Kami terdiam lagi selama beberapa saat.
“Kau tidak mau bertanya apa-apa lagi padaku?” tanyaku penasaran.
“Kau mau aku bertanya apa?” tanyanya balik.
Aku tertawa frustasi. Aku tidak pernah tahu apa yang dipikirkannya.
“Eun-Ji misalnya?” pancingku.
“Kau bilang kau tidak tertarik padanya, jadi aku percaya saja. Kalau sekarang kau tertarik ya itu urusanmu.”
Aku setengah mati penasaran sekarang bagaimana jalan pikirannya. Apa dia benar-benar sama sekali tidak keberatan aku jalan dnegan yeoja lain? Hal ini benar-benar membuatku sengsara!
“Kapan kau pulang?” tanyanya.
“Baru saja. Dari bandara aku langsung kesini,” jawabku ketus.
“Lalu mobil ini?”
“Eunhyuk yang mengantarnya.”
“Tumben.”
“Dia menjemput Ji-Yoo.”
“Oh,” gumamnya sambil memalingkan wajah ke jendela.
Aku nyaris meledak sekarang! Dia sama sekali tidak cemburu padaku tapi malah bereaksi seperti itu saat tahu Eunhyuk dekat dengan yeoja lain? Menyebalkan!
***
“Sudahlah eomma, aku kan sudah aku tidak punya hubungan apa-apa dengan gadis itu! Berhenti merecokiku seperti itu!” teriakku kesal.
Hye-Na sudah naik ke atas, kelihatannya sengaja meninggalkanku berdua dengan eomma. Aku rasa dia sedang tertawa senang sekarang mendengarku dimarahi eomma.
“Tapi kau kan tidak tahu bahwa istrimu stress mendengar itu semua! Dia nyaris tidak makan berhari-hari, dua hari yang lalu dia bahkan pulang ke rumah appanya.”
Stress gara-gara aku? Yang benar saja! Melihat reaksinya tadi dia bahkan tidak memedulikan perbuatanku sama sekali. Palingan dia stress karena Eunhyuk sedang menjalin hubungan dengan Ji-Yoo.
“Oke, oke, aku akan minta maaf padanya. Tapi sekarang aku capek, aku mau istirahat,” selaku seraya naik ke atas.
Aku membuka pintu kamar, mendapatinya sedang membaca novel di atas tempat tidur.
“Dua hari lagi kita pindah ke apartemenku.”
“Terserah saja,” ujarnya tak peduli tanpa mengalihkan sedikitpun tatapannya dari buku bacaan itu.
“Kenapa sih kau tidak ada bosan-bosannya membaca buku itu berkali-kali?”
“Karena Edward Cullen juga tidak pernah bosan mencintai Bella. Dia suami terbaik yang pernah ada. Paling menawan, paling brilian, paling mengerti dan paling penuh cinta.”
“Itu hanya novel, Hye-Na.”
“Anggap saja nyata. Kau jangan merusak imajinasiku!” serunya kesal.
“Kalau kau mau suami seperti itu, menikah saja dengannya!” bentakku marah.
“Oh, tentu saja, aku lebih suka suami vampir daripada namja tidak bermoral sepertimu!”
“Jadi aku tidak bermoral, begitu?”
“Oh, kau baru tahu? Kasihan sekali!” ejeknya.
“Baik, begitu rupanya. Kenapa kau tidak minta cerai saja sekalian?”
Dia berdiri murka di hadapanku, menatapku marah.
“Aku masih bisa pakai akal sehat. Aku menyayangi eommamu bahkan lebih daripada kau sendiri!” teriaknya lalu berbalik meninggalkan kamar.
Oh, jadi begitu? Dia bertahan hanya karena eomma? Apa aku sebegitu menyedihkannya?
***
Perang dingin ini berlangsung pada hari berikutnya. Eomma merecokiku terus-menerus, menyuruhku meminta maaf pada Hye-Na. memangnya ini salahku?
Untung saja keesokan harinya aku bisa pindah dari rumah itu, diiringi perpisahan menyayat hati antara eomma dan Hye-Na. Menjijikkan!
“Sering-seringlah datang kemari, temani eomma. Dan kau Kyuhyun, jangan terus-terusan mengganggu Hye-Na. Kasihan dia!”
“Bela saja terus!” seruku kesal sambil memasukkan koper-koper ke dalam mobil. Eunhyuk membantuku. Dia baru saja pindah kesini kemarin.
Setelah semuanya selesai, aku naik ke dalam mobil, memencet klakson keras-keras, mengakhiri acara tangis-taangisan mereka. Aku menggertakkan gigi melihat Eunhyuk mengacak-acak rambut Hye-Na. Sial!
Hye-Na masuk ke dalam mobil sambil melambaikan tangannya ke arah eomma dan Eunhyuk.
“Perpisahan yang mesra sekali!” ejekku sambil menginjak pedal gas. “Seolah-olah kau akan pindah ke Antartika saja.”
Dia mendelik ke arahku lalu memalingkan wajah, memilih mengacuhkan ucapanku.
***
HYE-NA’S POV
Kami menempati kamar terpisah sekarang, yang hanya semakin memperparah keadaan. Dia pergi pagi dan pulang larut malam. Kadang-kadang dalam satu hari aku bahkan tidak melihat wajahnya. Membuatku sengsara saja! Sudah cukup aku tidak mendengar suaranya, masa melihat wajahnya juga tidak bisa?
Sampai pada suatu pagi dia mendatangi kamarku.
“Bagaimana kalau hari ini kita gencatan senjata? Aku membutuhkanmu,” ujarnya.
Selama kata butuh dilibatkan, aku tidak peduli yang lainnya.
“Kenapa?” tanyaku heran.
“Ng… hari ini ada pesta untuk merayakan peluncuran album baruku sekaligus ulang tahun perusahaan dan kurasa akan lebih baik kalau kau ikut. Untuk memperbaiki imej-ku.”
Imej. Hanya untuk itu ternyata.
“Apa aku harus dandan?”
“Ya, sebaiknya. Aku jemput kau jam 7. Aku harus mengikuti acara lain siang ini.”
“Terserah,” ucapku, berusaha terkesan tidak peduli.
***
Aku menelepon Ji-Yoo, meminta bantuannya. Untung saja dia tidak punya pekerjaan siang ini.
Dia datang jam 4 sore, membawa dua helai gaun. Satu untuknya dan satu untukku, beserta peralatan make-upnya yang sangat lengkap.
“Kau mau berangkat bersama kami?” tanyaku menawarkan.
“Tidak. Eunhyuk akan menjemputku,” ujarnya tersipu.
Aku tersenyum. “Beruntung sekali Eunhyuk bisa mendapatkanmu,” komentarku.
“Dengan sedikit kesabaran tentunya,” guraunya seraya mengulurkan gaun berwarna peach ke arahku. Aku beranjak ke kamar mandi, mengganti bajuku.
“Cantik sekali!” serunya saat aku sudah berada dalam sudut pandangnya lagi.
Setelah itu dia mulai sibuk merias wajah standarku. Memolesnya di sehgala tempat. Dia membiarkan rambut ikalku tergerai lepas, memberikan sentuhan jepitan bunga yang manis di atasnya.
“Luar biasa!” ujarnya sambil tersenyum puas, mengagumi hasil karyanya sendiri.
“Aku tidak secantik itu, kau tahu!” protesku malu.
“Itu kan menurutmu! Tunggu sampai Kyuhyun melihatnya!”
***
Seperti janjinya, Kyuhyun menjemputku tepat jam 7. Dan seperti biasa, dia juga tidak berkomentar apa-apa melihat penampilanku. Ji-Yoo berangkat 15 menit yang lalu, dijemput Eunhyuk tentunya.
Aku meliriknya sekilas. Dia selalu terlihat sangat tampan jika memakai jas. Warna hitam itu terlihat sangat kontras di kulitnya yang putih. Menyilaukan.
Dua puluh menit kemudian dia membelokkan mobilnya masuk ke pelataran gedung hotel berbintang lima, membukakan pintu untukku lalu mengulurkan tangannya untuk kugandeng. Seandainya hubungan kami tidak seperti ini, aku pasti sudah menjadi yeoja paling bahagia di seluruh dunia.
Aku berjalan susah payah dengan sepatu berhak 15 sentiku. Dasar Ji-Yoo, apa dia mau membunuhku?
Tidak seperti biasa, dia sama sekali tidak kelihatan tidak sabar denganku. Sesekali dia malah memegangiku saat aku kesusahan menaiki tangga, sedangkan aku memilih berkonsentrasi agar tidak terengah-engah karena sentuhannya.
Ramai sekali di dalam dan ada begitu banyak artis yang datang. Mereka tampak mewah dan gemerlapan, membuatku merasa tidak seharusnya aku berada disini.
“Jangan gugup. Tenang saja, aku tidak akan melepaskanmu,” bisiknya di telingaku. Bukannya tenang, hembusan nafasnya malah membuyarkan konsentrasiku.
Aku nyaris menangis saat melihat Eun-Ji melangkah anggun ke arah kami. Sia-sia saja aku berdandan habis-habisan, mendekati kecantikannya pun tidak.
“Hai, Kyuhyun oppa! bagaimana kalu kita berdansa? Musiknya bagus, kesukaanmu, kan?” ujarnya dengan suara lembut, membuat namja manapun pasti akan terpesona olehnya. Tapi tidak kali ini, aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
“Maaf, kalau kau belum tahu juga, aku akan memperjelasnya. Kyuhyun milikku. Jadi kalau kau mau berdansa dengannya, kau harus minta izin dulu padaku. Tapi kurasa tidak usah saja, toh aku tidak akan pernah sudi menyerahkannya padamu,” ujarku tajam.
Aku bisa mendengar Kyuhyun tertawa pelan di sampingku, merangkul pinggangku dari belakang. Aku bisa merasakan semua orang menatap kami, bahkan aku pikir para wartawan itu hampir meledak saking senangnya bisa mendapat berita baru.
Kyuhyun membungkuk, meletakkan dagunya di atas bahuku. Dia masih tertawa.
“Kau dengar, kan?” ujarnya senang. “Istriku melarangku. Jadi sudahlah, menyerah saja,” lanjutnya, membuat Eun-Ji berbalik dan meninggalkan kami dengan marah.
“Gomaweo,” bisiknya, membuatku terkesiap saat dia mengecup pipiku kilat. Oh, jangan besar kepala, Hye-Na, batinku memperingatkan diri sendiri. Dia hanya ingin memperbaiki imejnya saja!
***
Kami pulang hampir tengah malam. Aku melepaskan sepatuku, menjinjingnya dnegan tangan kiri. Kyuhyun membukakan pintu untuk kami. Merasa salah tingkah, aku baru akan memutuskan untuk langsung masuk ke kamarku, saat tiba-tiba saja dia sudah mencekal tanganku.
“Apa maksud perkataanmu tadi?” tanyanya sambil menatapku tajam.”
“Yang mana?” Aku balik bertanya bingung.
“Bahwa aku milikmu. Bahwa kau tidak sudi menyerahkanku pada siapapun.”
“Eh, itu… hanya agar dia tidak terus-terusan mengganggumu,” jawabku gugup.
“Dengar Hye-Na,” uajrnya tajam seraya menyentakkan tanganku, mendorongku sampai tersudut ke dinding. “Kau tahu? Aku memang tidak membabi-buta pada perasaanku. Aku mampu menahannya jika aku memang harus melakukannya. Tapi semua itu tidak lantas menjadikanku sebagai namja baik-baik. Mungkin kau menganggapku gila, atau mungkin juga aku sudah gila. Tapi tahukah kau sudah berapa kali aku membayangkan memelukmu? Ratusan! Walaupun aku tidak berusaha melakukannya dengan yeoja lain saking putus asanya. Jadi lain kali, lebih baik kau berhati-hati jika ingin memanas-manasi aku, mengerti?”
“Memanas-manasi bagaimana?” gagapku, merasa gugup dengan posisi kami yang terlalu dekat.
“Bersikap seolah-olah kau memberiku kesempatan, seolah-olah kau memang menginginkan aku.”
“Kesempatan apa?” tanyaku bingung. Aku bahkan nyaris tidak bisa berpikir waras sekarang.
Dia tidak menjawab, tapi malah menundukkan wajahnya ke arahku. Dengan dua tangan dia meraih wajahku, nyaris dengan kasar, dan tiba-tiba saja dia sudah menciumku, bibirnya yang tidak mau berkompromi melumat bibirku.
Benar-benar tidak ada alasan untuk perilakuku. Jelas-jelas mestinya aku tahu bahwa aku seharusnya mendorong tubuhnya. Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bereaksi seperti dulu. Bukannya tetap diam dengan aman, lenganku malah terangkat dan memeluk erat pinggangnya.
Bibirnya menciumku dengan lebih ganas, tangannya menyelusup masuk ke dalam helai rambutku dan mendekap wajahku erat-erat. Aku membalas ciumannya, jantungku berdebar-debar tidak berirama saat nafasku memburu, berusaha mencari oksigen. Aku bisa merasakan tubuhnya yang menempel di tubuhku. Tangannya meraba wajahku, membuatku benar-benar kehilangan kendali atas diriku sendiri.
Satu tangannya meluncur menuruni punggungku, mendekapku lebih erat lagi ke dadanya. Lidahnya menjelajahi lekuk bibirku dengan lembut. Dia mengangkat tubuhku dari lantai agar tidak perlu bersusah payah membungkuk untuk menciumku.
Kemudian pikiran baru mulai melintas di benakku. Ini tidak mungkin berhenti hanya sampai disini. Kami hanya berdua, tidak ada yang akan menghentikan kami. Tidak dia ataupun aku.
Dia meraupku ke dalam gendongannya. Bibirnya masih menciumiku dengan antusias. Aku bisa mendengarnya membuka pintu kamar. Jantungku mulai berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Aku mendengar suara kain robek. Apa itu gaunku? Atau kemejanya? Aish, memangnya aku peduli?


TBC