Senin, 24 Januari 2011

[FFSuju/PG15/Copy+Paste/Chapter] Death kiss Part 5

Source : Sapphireblueoceanforsuju


HYE-NA’S POV

Perasaan tak enak itu semakin melandaku saat kakiku melangkah makin dekat ke rumah Kyuhyun. Ada apa ini? Apa sesuatu terjadi padanya?
Aku meraih pegangan pintu, bermaksud mengetuk sebelumnya, tapi ternyata pintunya tak terkunci. Aku melangkah masuk dan di detik itulah aku melihat sesuatu…. Hal yang tak pernah kusangka akan dilakukannya….
“Oppa…” ucapku dengan suara tercekat.
Walaupun mataku sudah kabur oleh air mata, sedetik aku masih melihat tubuh Eun-Ji yang terbang membentur dinding dan tatapan Kyuhyun yang terluka menatapku. Aku berbalik dan berlari pergi.
Satu hal yang meluluhlantakkan hatiku saat itu, dia sama sekali tak berusaha untuk mengejarku….

***

KYUHYUN’S POV

Suara itu begitu lirih tentu saja, tapi aku masih bisa bisa mendengarnya. Pernahkah kau merasakan sakitnya berada di jurang kematian? Demi melihat air matanya, sakitnya bahkan seribu kali lebih dari itu!
Tanpa sadar aku mendorong tubuh Eun-Ji sampai terbanting ke sudut ruangan. Suaranya begitu memekakkan telinga, tapi aku sama sekali tidak mengacuhkannya. Perasaan gadisku lebih penting daripada hidup semua orang sekalipun.
Aku berniat mengejarnya saat Eun-Ji mencegahku.
“Perpisahan tiba-tiba jauh lebih baik, oppa. Menyakitkan memang, tapi lebih cepat sembuh. Jangan buat dia tambah sulit melepaskanmu.”

***

HYE-NA’S POV

Aku berjanji akan memaafkannya kalau dia muncul di hadapanku. Aku tak akan bertanya tentang hal itu. Aku akan pura-pura tidak tahu. Aku akan menerimanya dengan tangan terbuka, karena melepaskannya ternyata lebih menyakitkan daripada kematian.
Aku benar-benar hancur tak berbentuk. Tak punya kehidupan. Aku bukannya tak bisa hidup tanpa dia, tapi aku tak mau hidup tanpa dia.
Sialnya, dia tak berpikiran sama denganku. Mungkin dia sadar bahwa aku sama sekali tidak pantas untuknya. Bahkan Ji-Yoo sekalipun juga tidak muncul.
Aku terisak dalam kegelapan. Sakitnya melebihi rasa sakit saat ibu meninggalkanku. Aku tak pernah sehancur ini sebelumnya. Dan yang lebih menyakitkan hatiku adalah, aku sama sekali tidak bisa membencinya sedikitpun….

***

KYUHYUN’S POV

Satu minggu itu begitu lama dan aku hampir mati karena tak bisa melihatnya. Dia tidak ada dimana-mana. Tidak ada keterangan izin, sakit, atau apapun. Sudah beribu-ribu kali aku menahan keinginan untuk tidak muncul di rumahnya. Meneriaki Ji-Yoo agar berhenti menasihatiku.
“Cukup, Ji-Yoo~ya! Aku kan sudah bilang ini demi kebaikannya!” dampratku untuk ketujuh kalinya dalam jangka waktu 3 jam.
“Kebaikan?!” jerit Ji-Yoo. “Kau bisa membunuhnya, Kyuhyun~a! Kita tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Kau benar-benar sudah tidak waras dengan mengikuti perkataan perempuan sialan itu!”
“Lebih baik begini! Aku tidak ingin dia jadi monster! Toh sebentar lagi dia akan berhasil melupakanku.”
“Melupakanmu?! Setelah kau merecoki hidupnya seperti itu kau pikir dia bisa melupakanmu?! Sampai mati pun tidak kurasa!”
“Lalu kau mau apa?” teriakku habis kesabaran.
“Setidaknya biarkan aku melihat keadaannya!”
“Jangan pernah lakukan itu!” ancamku.

***

Aku melihatnya. Bukannya lega aku malah tambah terpuruk. Dia benar-benar tampak berantakan. Wajahnya pucat seperti hantu. Rambutnya awut-awutan. Tubuhnya begitu ringkih dan lemah. Bahkan aku tidak yakin dia bisa selamat sampai di kelas dengan keadaan seperti itu. Dan benar saja, dia terkulai pingsan beberapa detik kemudian. Tapi bukan aku yang menangkap tubuhnya, bukan aku yang berada di sampingnya. Bukan aku….

***

HYE-NA’S POV

Aku berhenti mengonsumsi segala jenis makanan sejak saat itu. Tak memedulikan tubuhku yang begitu lemah, bahkan untuk berjalan sekalipun aku sudah tidak punya tenaga.
Aku begitu bersyukur ayahku sedang berada di luar negeri sekarang, sehingga dia tidak perlu ikut hancur melihat keadaanku yang seperti ini. Dulu aku sudah hancur, meskipun hanya sekedar retak. Tapi sekarang aku benar-benar pecah berkeping-keping, tak bisa disatukan lagi. Ada rongga besar di hatiku, menganga lebar dan kemungkinan besar tak bisa ditambal.

***

Hari ini aku memutuskan untuk pergi ke sekolah. Sudah cukup penderitaanku, sehingga tak perlu lagi ditambah dengan hukuman baru dari sekolah.
Setengah berharap, aku ingin melihatnya duduk di sampingku. Tapi belum sampai di kelas saja aku sudah kehilangan kesadaran. Saat terbangun lagi, aku melihat Eunhyuk duduk menungguiku.
“Kau sudah sadar!” serunya senang. “Pasti kau sudah berhari-hari tidak makan. Kau parah sekali Hye-Na~ya!”
Aku memalingkan wajah. Aku sedang tidak ingin direcoki siapapun sekarang.
“Kenapa tadi Kyuhyun diam saja saat kau pingsan? Menengok pun tidak. Malah sibuk dengan si Eun-Ji itu,” cerocosnya, sama sekali tidak memikirkan perasaanku.
“Bisakah kau keluar dari ruangan ini sekarang dan berhenti bicara? Aku muak melihatmu!” ujarku ketus.
“Setidaknya kau harus makan,” katanya sambil menunjuk bubur di atas meja.
Kesal, aku bangkit dari tempat tidur dan berlalu pergi dari ruangan itu tanpa menghiraukan panggilannya.
Aku masuk ke kelas, mencelos saat mendapati Chae-Rin sudah kembali duduk di sampingku, sedangkan Kyuhyun duduk di samping Eun-Ji di kursi paling belakang. Ji-Yoo sendiri tak tampak batang hidungnya.
Aku menghempaskan tubuh lemahku ke atas kursi, sama sekali tak tertarik melihat guru Kimia-ku yang mengajar penuh semangat.
Mati kau Eun-Ji! Kutukku dalam hati.

***

KYUHYUN’S POV

Dia pasti sangat terluka dengan keadaan ini. Seandainya saja dia tahu alasanku menjauhinya. Dia ringkih sekali sekarang. Tak punya kekuatan untuk melakukan apapun. Untuk pertama kalinya dia tidak memperhatikan guru saat menerangkan pelajaran. Kepalanya hanya tergolek lemah di atas meja. Memegang pena saja tidak bisa. Berkali-kali aku melihat penanya terjatuh ke bawah meja. Untung saja Chae-Rin menolongnya. Menatapnya dengan prihatin.
“Sudahlah, oppa! Kalau kau memperhatikannya terus-terusan hanya akan membuatmu semakin terluka,” sergah Eun-Ji.
Benarkah begitu? Dia bahkan hampir mati gara-gara perbuatanku.

***

Aku sedang berjalan menuju lapangan parkir saat Eunhyuk tiba-tiba saja mencegat langkahku.
“Langsung saja, aku ingin merebut Hye-Na darimu,” ujarnya tanpa basa-basi.
“Aku sangsi akan hal itu. Tak tahukah kau? Dia bahkan sudah tak punya hati lagi untuk kau tempati.”

***

HYE-NA’S POV

Sudah satu bulan dan aku masih terheran-heran kenapa aku belum gila juga. Ayahku bahkan sudah memanggilkan psikiater. Tapi apa gunanya? Yang aku butuhkan Kyuhyun, bukan dokter.
Tubuhku menyusut dengan cepat. Aku makan hanya untuk bertahan hidup. Bertahan hidup agar bisa melihatnya setiap hari di sekolah. Dan sekarang, akhir minggu menjadi hari terburuk dalam hidupku, karena pada hari itu aku tidak bisa melihatnya. Dan itu berarti tidak ada kehidupan.
Aku mulai bisa mengerti kenapa para pecandu tidak bisa berhenti mengonsumsi narkoba. Karena kalau barang itu tidak ada, mereka seperti kehilangan pegangan. Sama sepertiku. Aku mulai candu akan kehadirannya. Asalkan aku tahu bahwa dia ada, itu saja sudah cukup. Walaupun tak kupingkiri, bahwa sebagai makhluk yang egois, aku juga membutuhkan cintanya.

***

15 Mei. Aku pikir hari inilah saatnya aku kehilangan kewarasanku dan membuang harga diriku jauh-jauh. Hari ini Minggu dan dengan nekatnya aku menyetir mobilku ke rumahnya. Jangan bilang kau jatuh cinta kalau kau belum gila seperti aku. Tidak, kupikir tak aka nada wanita lain yang akan mendapatkan pria sesempurna itu. Huh, aku bahkan tidak peduli apakah dia masih mencintaiku atau tidak.
Aku mengehentikan mobilku di depan pintu masuk rumahnya. Tak peduli malu saat mengetuk pintu rumahnya. Dia membuka pintu saat aku mengetuk untuk yang kedua kali. Aku senang saat dia menatapku kaget, yang sedetik kemudian berubah menjadi tatapan prihatin. Benarkah caraku menginterpretasikan tatapannya itu?
“Hai, bolehkah aku masuk?” tanyaku gugup.
Dia mengangguk. Masih terkesima menghadapi kedatanganku. Tak ada Eun-Ji, patut disyukuri.
Aku duduk di atas sofa, berusaha mengumpulkan keberanianku, sebelum dia menanyakan alasan kenekatanku datang kemari.
“Hari ini tanggal 15. Aku ingin kau menciumku sekarang. Jadi monster atau manusia tak ada bedanya bagiku. Hatiku tetap saja sudah mati.

***

KYUHYUN’S POV

Aku sudah cukup kaget dengan kedatangannya hari ini, ditambah lagi dengan kata-kata sialan itu. Untung saja aku tidak punya jantung, karena kalau aku punya, aku pasti sudah terkena stroke sekarang.
“Kau sudah tidak mencintaiku lagi, kan? Aku bahkan sangsi kau pernah mencintaiku. Jadi tak ada ruginya untukmu. Kau jadi manusia, sedangkan aku hanya berubah bentuk untuk beberapa saat,” ujarnya enteng.
Aku berdiri marah sambil menunjuk ke arah pintu.
“Pintu rumahku masih terbuka lebar, Na~ya. Kau bisa pergi sekarang,” desisku.
Dan tanpa berkata apa-apa lagi dia berlari keluar dengan tatapan terluka.
Aku sudah menyakiti hatinya. Lagi.

***

HYE-NA’S POV

Penolakan.
Dasar curare brengsek! Aku membuang harga diriku bukan untuk ditolak seperti itu! Memalukan!
Aku memacu mobilku sekencang mungkin. Berkali-kali melanggar lampu merah. Sama sekali tidak memedulikan bunyi klakson yang memprotes tingkah ugal-ugalanku. Kalau dia tidak mau menciumku, tanggung saja akibatnya! Dia akan mati. dan kalau dia mati, sudah kuputuskan untuk menyusulnya secepat mungkin. Dengan cara keji sekalipun!

***

KYUHYUN’S POV

“KAU APAKAN DIA?!” teriak Ji-Yoo murka.
“Siapa?” tanyaku bingung.
“HYE-NA! KAU TAHU TIDAK, DIA MENCOBA BUNUH DIRI DENGAN CARA MELEMPAR MOBILNYA KE JURANG! KAU ITU BENAR-BENAR KETERLALUAN, CHO KYUHYUN!”
“A… apa?”
“Sekarang dia di rumah sakit. Koma. Untung saja tadi aku melihat mobilnya ngebut di jalanan. Aku sudah mencegahnya, tapi dia bersikeras. Kau tahu aku tidak bisa membawanya menghilang ke tempat lain. Dan apa kau cukup pintar untuk mengetahui motifnya melakukan itu?” Tanya Ji-Yoo tajam.
Aku menggeleng. Syok.
“Karena kau akan mati kalau kau tidak menciumnya. Dan kalau kau mati, menurutnya sudah tak ada gunanya juga dia hidup. Kau tahu, Kyuhyun~a? Kalau dia benar-benar melakukan itu, bukankah jauh lebih baik kalau kau menjadikannya curare? Setidaknya dia masih tetap bisa hidup dank au juga hidup. Tidak akan menutup kemungkinan kalau kalian bisa bertemu lagi walaupun kalian berdua sudah meluapakan segalanya. Bisa jadi kan kalau kalian berdua itu memang ada dalam takdir kehidupan?”

***

Aku menatapnya dengan hati tersiksa. Berbagai macam selang menancap di tubuhnya. Kepala dan tangannya diperban. Bahkan kakinya di-gips.
Gara-gara aku. Dia hampir bunuh diri gara-gara aku. Apa aku masih pantas berada di sisinya?
Dengan egois aku mengusap rambutnya pelan. Egois, karena aku sama sekali tidak berhak menyentuh gadis ini. Memangnya aku siapa sampai dia menganggap hidupnya tidak berguna tanpa aku?
Aku mendekatkan wajahku ke arahnya, berbisik pelan di telinganya.
“Bertahanlah… aku mencintaimu….”

***

HYE-NA’S POV

Aku merasakan sakit menjalar di sekujur tubuhku. Aku tahu aku belum mati. kalau aku sudah mati, aku pasti tidak akan merasakan apa-apa lagi sekarang.
Kemudian aku mendengarnya. Suara itu….
“Bertahanlah… aku mencintaimu….”
Walau begitu jauh, aku tahu itu dia. Aku harus bangun. Tapi mataku tidak bisa dibuka. Semuanya terasa begitu berat. Aku tersadar bahwa tiba-tiba aura nyaman itu hilang saat pintu kamar rawatku dibuka. Dan lagi-lagi aku merasakan kekecewaan itu melandaku.
Aku berusaha membuka mataku. Seketika saja cahaya silau itu menyergap masuk, membuatku harus mengerjap-ngerjapkan mata untuk menyesuaikan diri.
“Hye-Na~ya, kau sudah bangun?”
Aku menatap Eunhyuk kesal. Sedang apa dia disini? Gara-gara dia, kesempatanku untuk bertemu Kyuhyun hilang. Sial!
“Kyuhyun oppa mana?” tanyaku dengan suara seraak.
“Kyuhyun?” tanyanya bingung.
“Tadi dia ada disini. Aku sadar gara-gara mendengar suaranya!” ujarku keras kepala.
“Tapi aku tidak melihat siapa-siapa tadi.”
Ah, tentu saja… kekuatannya itu.
“Sedang apa kau disini?” tanyaku ketus, mengernyit sakit saat merasakan nyeri di kepalaku.
“Aku sedang mengantar ibuku check-up rutin saat melihatmu digotong masuk dengan tubuh bersimbah darah. Tenang saja, aku sudah menghubungi ayahmu tadi. Dia akan pulang besok. Katanya tidak ada penerbangan ke Indonesia mala mini.”
“Oh, kebetulan sekali!” ujarku sinis. “Kau pergi saja! Aku tidak mau berhutang budi padamu!” usirku.
“Kau tidak bisa bicara baik-baik ya padaku?”
“Tidak.”
Nekat, dia duduk di atas kursi di samping tempat tidurku dan dengan seenak jidatnya menggenggam tanganku.
“Apa-apaan kau?!” hardikku sambil berusaha menarik lepas tanganku dari genggamannya. Tapi aku malah merasakan sakit yang sangat, jadi aku biarkan saja.
“Aku tahu saatnya tidak tepat, dan juga sudah sangat terlambat, tapi dia sudah meninggalkanmu, Hye-Na~ya. Sudah saatnya kau membuka hati untuk orang lain.”
“Membuka apa?” sergahku tak percaya.
“Hatimu, Hye-Na~ya. Aku tidak keberatan walau kau hanya mau memberikan seperseribu dari hatimu padaku.”
Aku menatapnya iba. Aku tahu dia pria baik dan akan sangat keterlaluan kalau aku melukai hatinya.
“Tapi aku sudah tidak punya hati lagi. Dia sudah mencuri semuanya. Setiap detik dalam hidupku.”

***

Satu minggu adalah waktu yang aku butuhkan untuk memulihkan keadaanku. Satu minggu itu pula Eunhyuk selalu ada di sampingku. Aku sudah menolak segala bentuk perhatiannya itu, tapi dia tetap saja memaksa. Walaupun aku tidak mau jadi pacarnya, jadi temannya juga tidak masalah, ujarnya waktu itu.
Mengenyampingkan segala hal itu, ujian akhir sudah begitu dekat. Tinggal dua minggu lagi dan aku sudah ketinggalan begitu banyak pelajaran sekarang. Untung saja Eunhyuk meminjamkan semua catatannya padaku meskipun kami berbeda kelas, membuatku untuk pertama kalinya merasa amat sangat bersyukur dengan kehadirannya.
Terkadang aku sering bertanya-tanya dalam hati. Seberapa hebatnya aku sampai bisa dijatuhi cinta namja ini?

***

KYUHYUN’S POV

Apakah aku salah lihat? Sepertinya tidak. Tapi aku sedang melihat Na~ya tertawa-tawa saat sedang makan di kantin. Dan sialnya, dia sedang bersama Eunhyuk.
Aku bisa merasakan darahku menggelegak seperti air mendidih. Siap meledak setiap saat. Apa dia melakukannya? Apa dia sudah membuka hatinya lagi untuk pria lain? Ini semua benar-benar gila! Dan egois ataupun tidak, aku rasa ini semua sudah cukup!

***

Gila!!! Kalau dulu aku belum gila, sekarang sepertinya sudah. Berani-beraninya aku muncul di kamar gadis itu saat tengah malam! Kemana perginya pertahanan diriku yang sekokoh baja itu? Hanya karena cemburu saja aku sudah melakukan hal konyol ini!
Aku menatap tubuh mungilnya yang sedang meringkuk di bawah selimut. Tidurnya kelihatan nyenyak sekali. Aku tersadar sekarang bahwa aku begitu merindukannya. Suaranya, senyumnya, detak jantungnya, semuanya…. Aku benar-bena rmerindukannya.
Tiba-tiba saja dia bergerak gelisah dalam tidurnya.
“Oppa…” ujarnya begitu lirih sehingga aku berpikir aku salah dengar.
Seketika tubuhku menegang kaku. Takut dia menyadari kehadiranku. Tapi dia bergerak lagi, dan perasaan senang menyelusup ke hatiku.
Dia masih mencintaiku….

***

HYE-NA’S POV

Aku bergerak-gerak gelisah dalam tidurku. Tiba-tiba saja aku merasakan aura yang begitu nyaman di sekelilingku, dan hal itu sama sekali tidak lazim.
Aku membuka mataku, menyesuaikan diri dengan kegelapan. Dan saat itulah aku melihat siluetnya. Namja yang selalu saja membuatku kehilangan akal sehat.
Tapi seketika itu juga aku merasakan tubuhnya menegang kaku.
“Tolong jangan pergi. Aku mohon!” pintaku lirih, dan dia menuruti permintaanku. Berdiri diam tak bergerak, bersandar ke dinding, seakan enggan mendekatiku.
Aku bangkit dari ranjang, mendekatinya dengan rikuh lalu tanpa basa-basi langsung memeluknya erat. Aku bisa merasakan tubuhnya mengejang dan saat itulah aku tersadar, hatinya tidak lagi untukku. Sudahlah, aku tidak akan memaksanya.
“Tolong, sebentar saja,” ujarku pelan sambil membenamkan wajahku ke dadanya, menghirup aroma maskulin itu dalam-dalam. Rasanya begitu menenangkan. Setidaknya untuk sesaat ini saja, aku bisa merasakan memilikinya lagi. Tapi ucapannya setelah itu benar-benar mengejutkanku.
“Hmmmh… nyaman sekali memelukmu seperti ini. Seolah-olah aku bisa merelakan apapun untuk tetap melakukannya,” ujarnya ringan sambil mempererat pelukannya, lalu mengusap rambutku perlahan.
“M… mwo?” ucapku tak percaya, berusaha melepaskan diri dari pelukannya untuk menatap wajahnya, memastikan bahwa dia tak bercanda. Tapi dia tidak membiarkanku begitu saja.
“Kau masih mencintaiku, Na~ya?” bisiknya pelan.
Aku bisa merasakan wajahnya di leherku, menghirup nafas disana.
“Pertanyaan bodoh apa itu?” tanyaku, limbung akan perlakuannya.
“Jawab saja. Jebal! Apa aku sudah terlambat untuk memperbaiki semuanya? Apa kau sudah jatuh cinta pada namja lain?” tuntutnya, dan kali ini dia melepaskan pelukannya. Aku bisa merasakan tangannya yang hangat memegangi wajahku, matanya menelusuri mataku, mencari jawaban.
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Apa kau masih mencintaaiku? Atau kau ternyata sadar bahwa kau mencintai Eun-Ji? Apa kau sudah sadar bahwa aku tidak pantas untukmu, oppa?” serangku bertubi-tubi.
“Jangan bodoh, Na~ya! Bukan kau yang tidak pantas untukku, tapi aku yang tidak pantas bersanding denganmu. Aku sama sekali tidak berhak menemuimu setelah apa yang sudah aku lakukan padamu waktu itu. Bahkan dengan tololnya kau malah berniat bunuh diri untukku!” sergahnya marah.
“Tapi Eun-Ji….”
“Aku tidak mau kau menjadi seperti aku. Aku pikir kau akan membenciku kalau aku meninggalkanmu untuk yeoja lain. Hanya itu satu-satunya cara. Tapi aku hampir sekarat karena melakukannya. Kau hampir mati. menjadikanmu curare bahkan tidak sebanding dengan semua itu.”
“Kau berubah pikiran?”
“Mungkin. Tapi waktunya tetap seperti yang sudah ditetapkan, Na~ya,” ujarnya memperingatkan.
“Jadi, apa kau masih mencintaiku?” tanyanya lagi.
“Tentu saja. Bodoh sekali kau menanyakannya, oppa!”
“Eunhyuk?”
“Dia… sahabatku, oppa.”
“Sahabat? Kau tak pernah punya sahabat, Na~ya. Aku tidak suka penggunaan kata sahabat yang kau ucapkan itu. Rasanya hubungan kalian dekat sekali.”
“Kau cemburu?” harapku.
“Tentu saja. Kau pikir kenapa aku bisa ada disini malam ini?”
“Apa maksudmu?”
“Tadi siang aku melihatmu tertawa-tawa bersamanya. Kalian lebih dekat daripada yang aku kira.”
“Baguslah. Kau jadi menemuiku karena itu. Aku harus berterima kasih padanya nanti.”
Aku melepaskan diri dari Kyuhyun lalu duduk di atas tempat tidur. Lama-lama di dekatnya aku bisa melakukan yang tidak-tidak.
“Jadi, namja sepertimu bisa cemburu juga? Memangnya apa yang kau cemburui? Tidak ada saingan, oppa.”
“Aku akan mencemburui apapun yang pernah dan akan mendapat perhatian lebih darimu, Na~ya. Karena itu berarti kau menunjukkan ketertarikan pada hal lain, mengurangi ketertarikanmu padaku.”
“Mana mungkin!” sanggahku, menatapnya tak percaya. Memangnya di atas dunia ini ada hal yang lebih menarik daripada dia?
Aku menarik nafas pelan. Ada yang ingin kutanyakan padanya.
“Waktu itu apa kau ke rumah sakit? Atau aku hanya berkhayal waktu mendengarmu berkata agar aku terus bertahan? Bahwa kau mencintaiku? Apa itu kau?”
“Aku mencintaimu. Apakah masih ada keraguan akan hal itu?”
“Kenapa? Tolong beri aku alasan yang masuk akal.”
Dia tampak berfikir sesaat. Memilah-milah kata yang tepat.
“Kalau kau berpikir bahwa aku mencintaimu karena kau adalah korban pertamaku yang berlawanan jenis dariku atau karena baumu yang sangat menyengat hidungku, itu semua salah besar, Na~ya. Sumpah, aku tidak bisa menjelaskan apa-apa padamu. Aku tidak tahu. Hanya saja….”
Dia menggelengkan kepalanya. Kehilangan kata-kata.
“Cobalah. Aku akan berusaha untuk mengerti,” pintaku.
“Kau… kau mengeluarkan bola basket dari dalam tasmu waktu itu dan sekilas aku melihat wajahmu. Dan entah kenapa setelah itu… aku kehilangan akal sehat. Seluruh sistemku rasanya berantakan.”
“Aku mencintaimu, Na~ya…. Tidak akan jatuh cinta kalau gadis itu bukan kau. Apa kau bisa mengerti?”
Aku tersenyum dan mengangguk.
“Ngomong-ngomong, apa Eunhyuk membuatmu tertarik?” tanyanya dengan nada biasa-biasa saja, tapi matanya berkilat waspada.
Aku memutuskan menggodanya gara-gara tampangnya itu. Biar tahu rasa karena dia mencoba meninggalkanku.
“Sedikit banyak ya, dia membuatku tertarik. Dia baik sekali dan selain itu dia juga bisa membuatku tertawa. Itu nilai plus baginya. Kalau kau tidak menemuiku sekarang, aku sudah memikirkan untuk menerimanya saja,” ujarku sambil memasang raut muka serius. Bersusah payah menahan geli saat melihat wajahnya yang mengeras.
“Kalau dia mencintaimu, bukan berarti kau juga harus mencintainya. Aku mohon, jangan jatuh cinta kepada siapapun, akulah orang yang kau cintai.”
Aku sudah tidak tahan dan sedetik kemudian tawaku sudah meledak tak terkendali.
“Kau ini serius sekali, oppa! aku kan hanya bercanda!” ucapku geli.
“Sialan kau!” umpatnya sambil mendorongku sampai terbaring di atas kasur lalu menindih tubuhku. Aku terkesiap, tapi sepertinya dia bisa mengendalikan dirinya dengan sangat baik.
“Lihat, kan? Begitu mudahnya terbawa suasana saat bersamamu,” keluhnya.
Dengan cepat dia mengecup pipiku kilat, bangkit berdiri, lalu menyunggingkan senyum jahilnya.
“Aku harus pulang. Ayahmu tidak ada, nanti bisa-bisa aku malah melakukan hal yang tidak-tidak. Lagipula sudah lewat tengah malam, Na~ya. Besok kau harus sekolah. Dan aku pikir kau sudah bisa tidur nyenyak mala mini. Aku tahu kau benar-benar kurang istirahat akhir-akhir ini.”
“Gara-gara kau,” sungutku.
“Kesalahanku,” ucapnya menyetujui. “Tidak apa-apa, semuanya sudah kembali normal sekarang. Selamat malam, Na~ya,” bisiknya di telingaku. Dia mengelus pipiku dan sedetik kemudian dia menghilang.

***

KYUHYUN’S POV

Kami berangkat sekolah bersama pagi ini. Aku menjemputnya ke rumah. Sudah lama rasanya aku tidak berjalan bersisian seperti ini dengannya. Sepanjang jalan menuju kelas aku hanya menunduk menatapnya. Memfokuskan diri untuk mengaguminya.
Kami berdua tidak bicara apa-apa, hanya saling menatap, seolah-olah tidak ada orang lain di sekitar kami. Tapi aku rasa hal ini sangat pribadi sekali bagi orang lain, karena sekilas aku melihat beberapa gadis memalingkan wajah dengan muka memerah saat melihat kami.
“Kyuhyun oppa!” Eun-Ji tiba-tiba saja sudah berdiri di depan kami dengan wajah murka. “Apa-apaan kau?” tuntutnya.
Aku menatapnya aneh.
“Memangnya kenapa? Biasanya juga seperti ini, kan? Aku berdiri di sampingnya, selalu begitu sampai kau datang dan merusak segalanya.”
“Tapi kau bilang….”
“Aku berubah pikiran. Kalau pada akhirnya dia akan bunuh diri gara-gara aku, jauh lebih baik kalau aku merubahnya.”
“KAU!!!” jeritnya lalu pergi meninggalkan kami.
“Apa dia menyusun rencana untuk membunuhku?” tanya Na~ya cemas.
“Kalaupun iya, aku bersumpah tidak akan membiarkannya menyentuhmu sehelai rambut pun!”

***

“Senang melihat kalian berdua kembali seperti ini!” seru Ji-Yoo girang saat kami sedang makan di kantin.
Aku tersenyum melihatnya. Tapi senyumku langsung pudar saat Eunhyuk melangkah ke meja kami.
“Boleh aku bergabung?” tanyanya meminta izin. Sialnya, matanya hanya menatap Na~ya saat menanyakan hal itu.
Kalau dia bertanya pribadi padaku, aku dengan senang hati akan menolak permintaannya itu mentah-mentah.
“Boleh. Silahkan,” ujar Na~ya ramah, lagi-lagi membuat darahku menggelegak.
Tapi dia memberikan senyum termanisnya padaku, membuat kemarahan tadi menguap begitu saja. Lagi-lagi semudah itu.
Lima menit kemudian bel masuk berbunyi nyaring. Aku menarik tangan Na~ya bangkit saat tiba-tiba Eunhyuk mencegahku.
“Bisa kita bicara sebentar?”
Aku memandangnya, menimbang-nimbang sesaat lalu mengangguk. Aku menunduk menatap Na~ya, memegangi wajahnya dengan kedua tanganku.
“Tunggu aku di kelas,” bisikku.
Dia mengangguk dengan wajah memerah lalu berbalik pergi bersama Ji-Yoo. Aku kemudian menoleh ke arah Eunhyuk, menatapnya penasaran.
Namja itu menarik nafas sesaat lalu menghembuskannya.
“Kyuhyun~a, Hye-Na adalah bunga mawar di hati kita. Tapi apakah kau tahu apa yang paling dibutuhkan bunga mawar itu? Dia butuh cahaya matahari… dan Kyuhyun~a, kaulah cahaya mataharinya.”
“Maka dari itu, tidak ada gunanya perjuanganku untuk mendapatkannya. Sekeras apapun, pada akhirnya aku akan tetap kalah. Tapi kau harus ingat, kalau kau menyakitinya, sedikit saja, aku tidak akan segan-segan lagi untuk merebutnya dari genggamanmu!” Eunhyuk menatapku tajam. Memperingatkan.
Aku mengangguk paham. Dia kemudian melangkah pergi, tapi terhenti lagi saat mendengar ucapanku.
“Sayangnya Na~ya bukan hanya sekedar bunga mawar bagiku. Dia itu gerhana. Gerhana yang membutakan mata sehingga aku tidak bisa melihat hal-hal menarik lainnya di dunia. Seolah-olah hanya ada dia….”

***

HYE-NA’S POV

1 bulan kemudian…

Ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu seumur hidupku. Ulang tahunku yang ke-17. Tidak banyak yang berbeda 1 bulan terakhir. Yang berubah hanyalah kenyataan bahwa aku sudah lulus SMA dan sekarang sudah berumur 17 tahun.
Aku sudah mempersiapkan semuanya. Surat untuk ayahku yang mengatakan bahwa aku ingin hidup mandiri. Aku harus meninggalkan negara ini karena aku sudah melepaskan Kyuhyun dan tidak sanggup lagi dengan semua kenangan tentangnya di kota ini. Aku bilang aku sadar bahwa aku sama sekali tidak pantas bersanding dengan Kyuhyun dan bahwa Kyuhyun sudah pindah ke New York untuk melanjutkan kuliahnya. Aku harap ayahku percaya saja dengan isi surat konyolku itu.
Aku menatap bayanganku di cermin. Mengagumi hasil riasan Ji-Yoo. Gaun biru safir ini sangat cocok untukku. Sangat cocok sehingga aku terlihat pantas disandingkan di samping Kyuhyun.
Seseoarang memencet bel dan aku yakin bahwa itu dia. Lucu sekali, seolah-olah dia tidak punya kekuatan aneh itu saja.
“Masuk saja, oppa!” teriakku dan sedetik kemudian dia sudah memelukku dari belakang.
“Kau cantik sekali,” komentarnya sambil menatap bayangan kami di cermin.
“Gomaweo. Jasmu juga keren, oppa. Aku jadi tidak rela membawamu ke epsta ulang tahunku. Bisa-bisa semua gadis itu malah mengerubungimu nanti.”
“Cemburu, hah?” tanyanya sambil membalik tubuhku menghadapnya. Tangannya meluncur turun dan mendekap pinggangku. Membuatku tiba-tiba saja kehabisan nafas.
“Mau melakukan hal lain?” godanya sambil mengecup sudut bibirku.
“Aku sellau terbuka untuk ide lain,” ujarku terengah.
“Tentu saja tidak. Apakah 4 jam itu begitu lama sampai kau tidak sabar lagi ingin dicium olehku?”
“Malah sebaliknya. 4 jam itu begitu sebentar dan aku takut kecolongan sehingga kau melarikan diri dariku. Malam ini batas waktumu, oppa,” ucapku memperingatkan.
“Aku tahu. Ya sudahlah, kita berangkat sekarang?” tanyanya sambil mengulurkan tangan kirinya untuk kugandeng. Aku mengangguk dan dengan senang hati menyambut uluran tangannya itu.

***

Pesta ulang tahunku kali ini diadakan di hotel bintang lima. Aku sudah memprotes keras ide ayahku waktu itu, tapi ternyata dia sudah mempersiapkan segalanya, sehingga aku hanya bisa pasrah saja menerimanya. Dia malah mengundang anak murid satu sekolahan!
Aku meremas tangan Kyuhyun gugup. Aku sama sekali tidak suka keramaian. Tapi aku masih meluangkan waktu untuk melemparkan tatapan sadis ke arah para gadis yang secara terang-terangan menggoda Kyuhyun. Yang membuatku bangga, Kyuhyun bahkan sama sekali tidak mengalihkan tatapannya sedetik pun dariku.
Berlanjut pada penderitaan ini, semua orang mulai menghampiri untuk menyalamiku. Mengatakan selamat atau semacamnya, aku tidak terlalu memperhatikan. Aku jauh lebih berkonsentrasi dengan keberadaan tangan Kyuhyun di pinggangku. Benar-benar menggoda sekali.
Tiba-tiba saja HP-ku berbunyi. Aku melepaskan diri dari Kyuhyun dengan enggan lalu memencet tombol terima.
“Yeoboseyo, appa!”
“Yeoboseyo! Saengil chukhahae, Hye-Na~ya! Maaf ayah tidak bisa datang.pekerjaan disini benar-benar tidak bisa ditinggalkan.”
Aku tercekat. Air mata mulai menggenangi pelupuk mataku. Aku benar-benar sedih karena aku harus meninggalkannya.
“Gwaenchanayo, appa.”
“Baguslah kalau begitu. Kau senang, kan?”
“Ne, cheongmal haengbokhaeyo.”
“Ya sudah. Kelihatannya kau sedang sibuk mengurusi tamu undanganmu. Appa tidak mau mengganggu.”
“Tunggu sebentar, appa!”
Aku terdiam sesaat. Mencoba mencari kata-kata yang tepat.
“Appa, saranghamnida… cheongmal… saranghamnida….”

***

KYUHYUN’S POV

Aku berdiri di sampingnya. Mengusap-usap bahunya pelan, berharap bisa menenangkannya sedikit.
“Aku tidak marah jika kau berubah pikiran. Aku tidak memaksa, Na~ya,” ucapku serius.
“Aku tahu tanpa siapa aku tidak bisa hidup, oppa.”
Aku menghembuskan nafas berat. Dia benar-benar keras kepala sekali!
“Kau masih mau disini atau mau ikut denganku?” tanyaku akhirnya. Mengalah.
“Ikut denganmu tentu saja.”
“Kau belum potong kue, Na~ya….”
“Oh, tidak masalah,” ujarnya acuh lalu meminta MC member pengumuman bahwa dia ingin potong kue sekarang.
Sesaat sebelum meniup lilin, dia menutup matanya. Entah meminta apa. Tapi aku harap masih ada hubungannya denganku. Aku baru sadar sekarang bahwa aku ini benar-benar egois.
Aku memperhatikannya melakukan segala sesuatu dengan begitu terburu-buru. Nyaris ceroboh. Khas Na~ya sekali. Aku pasti akan sangat merindukannya nanti.
“Kau terburu-buru sekali hari ini,” bisikku di telinganya.
Dia mendelik menatapku.
“Tinggal 3 jam lagi, oppa!” ujarnya sewot, meninggalkanku lalu naik ke atas panggung.
“Maaf semuanya… mengganggu sebentar! Hari ini aku ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan, tapi aku harap kalian bisa tetap menikmati pesta ini. Terima kasih atas perhatiannya!” serunya sambil bergegas menghampiriku lagi. Tersenyum, mempesona seperti biasa.
Saat kami akan melangkah pergi, tiba-tiba Eunhyuk datang.
“Maaf kalau aku mengganggu. Hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun. Boleh, kan?”
Na~ya mengangguk. Mendadak wajahnya tampak begitu sedih. Aku meremas tangannya, memberi semangat. Na~ya menatapku, seperti sedang meminta izin untuk sesuatu. Tentu saja tanpa berpikir panjang aku langsung mengangguk. Apapun akan kuberikan padanya. Walaupun itu termasuk menyuruhku terjun ke neraka sekalipun, yang akan dengan senang hati akan kulakukan demi dia.
Terpana, aku melihatnya memeluk Eunhyuk. Namja ini pastilah sangat berarti untuknya, sehingga begitu sulit untuk ditinggalkan. Bukan dalam konteks kekasih, tapi sebagai sahabat dekat. Aku memahaminya.
“Kau kenapa?” Sekilas aku mendengar nada kaget dalam sura namja itu. “Seperti akan pergi jauh saja,” lanjutnya lagi.
“Kita hanya tidak tahu apa yang akan terjadi, Eunhyuk~a,” ujar Na~ya sambil tersenyum dipaksakan.
“Kami harus pergi sekarang. Selamat bersenang-senang,” katanya sambil melambaikan tangan lalu melangkah keluar bersamaku.
Aku menatapnya, mencoba mencari raut kesedihan itu lagi, tapi dia balas menatapku dengan tegar, walaupun tentu saja hal itu tidak akan memperbaiki keadaan. Aku akan membunuhnya sebentar lagi. Melenyapkan jiwanya.

***

HYE-NA’S POV

Mendadak kesedihan itu menyelimutiku. Kesedihan meninggalkan semua orang yang aku cintai, walaupun hal itu sedikit pun tidak menggoyahkan keputusanku sebenarnya.
Ji-Yoo berlari menghampiri kami dengan keanggunan tiada tara. Aku terkesima menatapnya berlari secepat itu, menilik dari hak sepatunya yang tidak mungkin kurang dari 15 cm. Gaun biru itu membalut pas tubuh rampingnya.
“Ini kunci mobilmu, Kyuhyun~a!” serunya sambil melempar kunci bersimbol kuda jingkrak itu kepada Kyuhyun. Cirri khas setiap mobil Ferrari.
Ji-Yoo menatapku dengan senyum lebar tersungging di bibirnya. Dia mendekat lalu memelukku erat.
“Selamat datang, kakak ipar. Senang sekali kau mau bergabung dengan keluarga kami yang luar biasa ini!” ujarnya dengan suara yang bergetar saking senangnya.
Dan di detik itu jugalah semua kesedihanku lenyap tak berbekas.

***

Kyuhyun membawaku ke kebun teh itu lagi. Membantuku mendaki bukit kecil disana. Dan di saat itulah aku melihat pemandangan yang begitu indah. Lampu-lampu, mobil-mobil, dan rumah-rumah yang tampak seperti semut itu benar-benar mengagumkan.
“Indah sekali….”
“Lebih indah kau sebenarnya,” ujarnya dengan nada datar tapi langsung membuat detak jantungku berantakan. Belum-belum dia sudah menggodaku.
“Kenapa kita tidak mampir ke rumah ayahmu?”
“Aku sudah berpamitan kemarin. Mengatakan bahwa aku pergi kuliah ke New York, seperti dalam suratmu.”
Aku tersenyum kemudian duduk di atas bangku besi seperti waktu itu.
“Misalkan takdir itu memang ada, kalau kita bersatu kembali nanti, ayahku pasti akan mengenalimu. Lalu ayahmu, seandainya nanti kau menjadi manusia, dank au tidak mengenalinya sedikitpun saat kau berpapasan dengannya di jalan bagaimana?”
“Semuanya berubah sesuai perubahan kita, Na~ya. Jika ada curare dalam kehidupanmu sebelumnya, semuanya akan terlupakan begitu saja.”
“Berapa banyak orang yang amnesia kalau begitu?”
“Mereka hanya melupakan bagian tertentu saja. Bukan semua kenangan masa lalunya.”
Aku mengangguk paham.
“Masih ada waktu untuk mengubah keputusanmu, Na~ya.”
“Tinggal 30 menit. Jangan berkhayal itu akan terjadi!” sergahnya tajam.
“Baiklah,” ujarnya mengalah.
Sesaat kami terdiam. Aku mengamati jari-jari kami yang saling bertautan. Bersyukur betapa beruntungnya aku bisa memilikinya.
“Boleh Tanya sesuatu?” tanyanya tiba-tiba.
“Apa?”
“Apa yang kau minta sebelum meniup lilin tadi?”
Aku menarik nafas pelan. Tersenyum.
“Aku meminta mati bersamamu,” uajrku ringan.
“Kau gila, Na~ya!” teriaknya kaget.
“Tenanglah! Tak usah berlebihan begitu.”
“Bagaimana tidak? Itu sama saja artinya dengan menceburkan dirimu hidup-hidup ke dalam neraka!”
“Tidak apa-apa, asal kau ada.”
Dia menatapku tak percaya. Benar-benar menganggapku sinting sepertinya.
“Kau berbuat kesalahan karena menolongku!”
“Kalau aku tidak menolongmu, Tuhan tetap akan menjebloskanku ke dalam neraka, oppa. Kita kan harus menolong sesama.”
“Tapi karena kau menolongku, kau juga tetap akan masuk ke dalam neraka, Na~ya!”
“Sama saja akan jadinya?” ujarku, tak bisa dibantah.
“Bagaimanapun, aku hanya menginginkan surga yang ada kau di dalamnya. Tidak peduli jika itu neraka sekalipun,” ucapku pelan, mencondongkan tubuhku dan mengecup bibirnya.
Aku mendengarnya terkesiap, tak semapat lagi mencegahku. Tapi di detik yang sama aku merasakan hentakan yang begitu kuat di jantungku, seolah-olah organ itu sedang ditusuk berjuta-juta jarum tajam yang perlahan-lahan mengoyakku. Aku ingin teriak, tapi bibirku seperti terkunci di bibir Kyuhyun, tidak bisa bergerak. Aku sekilas melihat matanya yang membelalak lebar saat tubuhku diserang listrik ratusan ribu volt kemudian dibakar di saat yang bersamaan. Aku tak pernah membayangkan ada rasa sakit yang sedahsyat itu di atas dunia ini, tapi aku sedang merasakannya sekarang. Dan sesaat kemudian kesadaranku hilang….

***

KYUHYUN’S POV

Sudah hampir 30 hari. 1 jam lagi tepatnya. Tapi dia bahkan belum terbangun juga. Ada yang ingin kukatakan padanya sebelum aku berubah menjadi manusia dan melupakan segalanya. Aku harap ada sedikit keajaiban, karena biasanya minimal para curare baru bangun tepat 30 hari setelah masa transformasi. Aku harap ada pengecualian untuk yang satu ini.
Aku menatap wajahnya yang rupawan. Menyentuh kulitnya yang lembut. Tidak ada perubahan pada fisiknya, tentu saja. Yang berubah hanyalah kenyataan bahwa dia tidak memiliki organ tubuh apapun sekarang.
“Na~ya… ireona (bangunlah)…” bisikkku di telinganya. Dan tetap saja tidak ada respons sedikit pun.
Tinggal 30 menit lagi, batinku dalam hati. Kalau dia tidak bangun….
Mendadak aku melihat kelopak matanya perlahan membuka, mengerjap-ngerjap dalam kegelapan. Matanya menatapku kagum lalu sedetik kemudian tubuhnya sudah berada dalam pelukanku. Keajaiban itu benar-benar terjadi akhirnya.
“Aku bisa melihat semuanya!” ujarnya terpesona, mengagumi penglihatan barunya yang tajam. Itu memang salah satu kelebihan yang dimiliki semua curare. “Semuanya benar-benar jelas, bahkan dalam kegelapan!” serunya, tak bisa menyembunyikan nada takjub dalam suaranya.
Tiba-tiba dia melepaskan pelukannya, menatapku heran.
“Masih 20 menit lagi,” ujarku menjelaskan.
Dia terbelalak melihatku, mengumpat pelan.
“Selalu saja terlambat,” keluhnya.
“Yang penting bisa,” ujarku menenangkan.
Aku mempelajari reaksi yang terpancar di wajahnya. Memprediksi bagaimana respons yang akan diberikannya jika aku berhasil mewujudkan keinginanku.
“Boleh aku melakukan sesuatu?” pintaku, yang sedetik kemudian diikuti anggukan kepalanya.

***

HYE-NA’S POV

Dia menarikku berdiri, kemudian berlutut dengan satu kaki di hadapanku. Mendadak aku merasakan darah membanjiri wajahku, membuatnya memerah. Aku tahu apa yang akan dilakukannya.
“Aku… tidak terbiasa dengan semua ini sebenarnya. Ng… jadi tolonglah… bantu aku untuk melakukannya dengan benar,” katanya.
Aku mengangguk. Dia menggenggam tanganku dengan lembut. Belum-belum aku sudah meleleh dibuatnya.
“Mungkin aku bukan pria yang benar-benar tepat untukmu. Bukan pria yang bisa merayu atau memujimu setiap saat. Tapi aku adalah pria ini, yang akan langsung berlutut melamarmu. Aku pria ini, yang tidak akan terkalahkan dalam hal mencintaimu. Pria yang sekali lihat langsung tahu bahwa kau adalah satu-satunya wanita yang diinginkannya.”
“Pertemuan pertama kita mungkin sama sekali tidak berkesan untukmu, tapi sejak saat itulah rasanya sulit sekali membayangkan hidup tanpamu. Karena hidup tanpamu sama sekali bukan hidup.”
“Aku mencintaimu, Na~ya, kalau kau belum percaya juga. Aku mencintai dirimu yang sekarang. Kalaupun berubah, kau hanya menjadi lebih dari yang sudah lebih. Untukku, kau sudah lebih dari cukup.”
Aku tak tahu bagaimana bisa aku masih berdiri sekarang. Syukurlah aku tidak sampai terjatuh saking syoknya.
Dia mengeluarkan kotak kecil dari dalam saku celananya lalu tersenyum menatapku.
“Hari ini, dan ribuan hari nanti, aku akan setia menunggumu. Menunggu hari-hari indah tanpa sedetik pun terpisah darimu. Menunggu setiap pagi terbangun di sampingmu.Menunggu setiap malam tertidur dalam pelukanmu. Menunggu menua bersamamu. Sama sekali tidak keberatan jika aku harus menunggu seumur hidupku. Dan… Na~ya… aku ingin meminjam hatimu, kalau bisa untuk selamanya. Jika kau sudah siap, maukah dengan segala hormat kau menemaniku seumur hidupmu?”
Tanpa sadar air mata sudah mengalir jatuh di pipiku. Keberuntungan seperti apa ini? Benar-benar berlebihan.
Aku menatap matanya yang bersinar-sinar dengan sorot kebahagiaan. Aku tahu, dia benar-benar mencintaiku. Tak peduli bahwa 10 menit lagi dia akan melupakanku, dia tetap saja ingin membahagiakanku.
Sesaat kemudian aku mengangguk, lalu dengan cepat dia memasangkan cincin itu ke jari manisku. Dia bangkit sambil tertawa lebar menatapku, membuatnya yang sudah benar-benar sangat tampan, menjadi seratus kali lebih tampan.
Aku menatap cincin itu kagum. Benar-benar indah. Dan aku menyadari ada ukiran di sepanjang lingkarannya.
Plus que hier, moins que demain,” ejaku.
Aku memandang Kyuhyun, menuntut penjelasan.
“Derajat cintaku,” ujarnya ringan. “Lebih dari kemarin, kurang dari esok,” katanya sambil menarik tubuhku mendekat.
Aku bisa merasakan wangi nafasnya di wajahku, tidak sabaran menunggunya mewujudkan keinginan terbesarku.
“Jangan cari gara-gara, oppa!” desisku geram.
Dia tertawa geli lau sedetik kemudian bibirnya sudah melumat bibirku dengan ganas. Tak terbayangkan bagaimana dia bisa bertahan selama ini. Pengendalian dirinya patut diacungi jempol.
Aku sama sekali tidak bisa ditolerir dalam hal ini. Aku menelusupkan tanganku di helai rambutnya yang lembut, menikmati berbagai sensasi yang hadir. Bisa dibilang sama ganasnya dengan dia.
Dia membaringkan tubuhku ke atas tempat tidur tanpa berhenti menciumku. Tapi tangannya sama sekali tidak macam-macam, hanya menelusup di rambutku, walaupun aku sama sekali tidak keberatan sebenarnya. Sepertinya dia hanya ingin lebih leluasa untuk menciumku.
Dia melepaskanku sesaat untuk mengambil nafas. Nyengir menatapku yang sudah kacau balau karena perbuatannya. Aku sama sekali tak butuh oksigen sebenarnya, paru-paru saja tak punya!
Aku menariknya lagi ke arahku, tapi kali ini hanya sebentar. Dia mengecup bibrku lembut lalu berbisik, “Han Hye-Na… saranghae….”
Dan sedetik kemudian dia menghilang….

***

“Hye-Na~ya, ireona!”
Aku mendengar suara Ji-Yoo yang begitu semangat. Tangannya mengguncang-guncang tubuhku.
“Mwo?” tanyaku serak sambil bangkit dan duduk menghadap Ji-Yoo.
Ji-Yoo menatapku, mengeluarkan siulan menggoda.
“Sudah sampai sejauh mana?” tanyanya, membuat wajahku memerah menyadari arah pembicaraannya itu.
“Bibirmu… ehm… bengkak sekali, Hye-Na~ya. Ternyata Kyuhyun parah juga, ya!!” lanjutnya sambil terkekeh geli.
“Dia melamarku…” ujarku lalu menjulurkan tangan kiriku padanya, menunjukkan cincin itu.
Dia mengamatinya dengan kagum.
“Lebih dari kemarin, kurang dari esok. Hmmmh… sebenarnya seberapa besar cintanya padamu?” katanya sambil geleng-geleng kepala.
“Ngomong-ngomong, sebenarnya kau sudah menikah dengannya, Hye-Na~a.”
Aku mengerutkan kening tak mengerti.
“Ciuman dalam dunia curare berarti pernikahan, kalau kau belum tahu,” jelasnya, membuat wajahku memanas. Dan tiba-tiba saja pikiran itu melintas di benakku.
Hye-Na… Cho Hye-Na….

***

Aku sedang mencari-cari pena di atas meja saat mataku melihat sehelai kertas yang tergeletak begitu saja di samping tempat tidur. Aku membukanya dan langsung tersenyum menatap sederet tulisan yang tertulis di atasnya.

Sayang…
Di kehidupan selanjutnya, aku ingin menjadi belahan jantungmu lagi… lalu aku pasti akan menjadi suami yang baik yang akan kucintai…
Aku mencintaimu, Na~ya… sangat… sehingga nanti tidak akan pernah ada saat dimana kau berpikir untuk meninggalkanku…
Terima kasih, karena kau telah bersedia merelakan hari-harimu untuk menemaniku…
Maaf, aku mencintaimu….

***

Keesokan harinya Ji-Yoo mengajariku banyak hal. Sekarang aku tinggal di rumah Kyuhyun, Ji-yoo juga pindah untuk menemaniku. Walau sebenarnya kehadiran Ji-Yoo sama sekali tidak membantu hari-hari membosankanku tanpa Kyuhyun.
Aku sudah mahir berpindah-pindah tempat sekarang. Menyebalkan ternyata, karena kita tidak bisa muncul di tempat yang kita inginkan jika kita tidak tahu alamat lengkapnya atau kita tidak bisa mengingat dengan tepat bagaimana bentuk tempat itu. Aku juga diajarkan cara membunuh. Cara menghujamkan kuku-kukuku ke tubuh the sweetest rose. Benar-benar mengerikan!!
Aku memilih Tokyo sebagai tujuan pertamaku. Sama seperti tempat dimana Kyuhyun menemukan organ vital pertamanya dulu. Taapi hasilnya nihil. Setiap hari seperti ini, lama-lama bisa terasa sangat membosankan.
Sekarang aku sedang berkeliaran di jalanan Paris yang begitu ramai oleh pasangan-pasangan kekasih. Membuatku sebal saja! Aku berbalik ke arah yang berlawanan dengan jalan menuju menara Eiffel itu. Keluar masuk kafe dan restoran, berharap menemukan sesuatu. Merasa jenuh, aku memutuskan pergi ke Amerika. Sedikit menyesal karena tidak tahu alamat Robert Pattinson. Dulu berharap bertemu dengannya hanya bisa jadi khayalan, tapi sekarang saat semuanya menjadi mungkin, aku sama sekali tidak tahu dimana alamatnya! Benar-benar menyebalkan!
Aku masih merutuk dalam hati saat tiba-tiba semburat harum mawar itu memenuhi rongga hidungku. Wanita yang sedang menggendong anak itu! Tegakah aku membunuhnya?
Dan tiba-tiba saja hatiku mencelos. Ini baru tanggal 18….

***

Jika aku masih punya jantung sekarang, pasti aku sudah terkena stroke saking kagetnya. Tahu tidak, Eun-Ji sedang berdiri di hadapanku!
“Ng… hai… boleh aku masuk?” tanyanya dengan nada ramah, membuat perasaanku semakin tidak enak.
Aku menyingkir dari depan pintu, membiarkannya masuk ke ruang tamu. Mendadak kenangan waktu itu kembali menghantamku. Saat dimana aku berpikir bahwa Kyuhyun meninggalkanku untuk bidadari ini.
“Tidak usah takut, Hye-Na. aku sama sekali tidak akan mencelakaimu. Aku hanya ingin bicara. Boleh, kan?”
Dia berbicara sambil tersenyum, membuatku sadar, bagaimanapun semua wanita di dunia ini berusaha untuk berdandan habis-habisan, sama sekali tidak ada gunanya jika pada akhirnya mereka semua harus berada dalam satu ruangan dengan gadis ini.
Aku menghempaskan tubuhku ke atas sofa di depannya, mempersiapkan diri untuk mendegar segala macam bentuk caciannya.
“Selama ini aku berpikir bahwa aku adalah wanita tercantik di atas dunia ini, tidak ada satu wanita pun yang bisa menandingiku. Walaupun mereka berusaha, pada akhirnya mereka akan menyerah kalah begitu saja. Selama ini aku masih bisa tahan mendengar semua penolakan Kyuhyun oppa terhadapku, karena juga tidak ada wanita lain yang bisa menarik perhatiannya. Tapi akhirnya kau datang, membuat matanya buta pada hal lain selain kehadiranmu.”
“Aku sangat mencintainya, Hye-Na~a. Sangat. Tapi aku sadar bahwa aku kalah. Tatapannya… caranya menatapmu seolah-olah kau adalah wanita terakhir di atas dunia ini, seolah-olah dia rela dirajam demi nyawamu, seolah-olah neraka itu adalah surga jika kau ada di dalamnya. Aku kalah, Hye-Na~a…. Untuk pertama kalinya aku menderita kekalahan oleh wanita sepertimu….”
“Tapi kau juga mencintainya…. Kau bertingkah seolah-olah dia adalah pusat seluruh tata surya. Aku pikir awalnya hanya karena ketampannya yang keterlaluan itu, tapi di balik itu semua kau bahkan rela menyerahkan nyawamu untuk mempertahankan eksistensinya. Lagi-lagi aku terpuruk dalam kekalahan.”
“Aku hanya ingin berterima kasih dengan sangat karena kau telah menyelamatkan nyawanya. Terima kasih, Hye-Na~a…. Terima kasih.”
Dia menatapku dengan sorot kebahagiaan, dimana aku untuk pertama kalinya menyadari bahwa dia benar-benar adalah seorang bidadari dengan segala kesempurnan fisik maupun hatinya.
“Mungkin kau masih bertanya-tanya dalam hati kenapa aku melepaskanmu begitu saja sedangkan dulu aku malah sudah membunuh seorang gadis untuk memuluskan jalanku mendapatkan Kyuhyun oppa. iya, kan?”
Aku mengangguk, sedikit syok. Kyuhyun memang sudah pernah bilang bahwa Eun-Ji mempunyai kelebihan dalam hal mengorek informasi dari seseorang, tapi kalau dia tiba-tiba saja memperlihatkannya padaku seperti ini, tetap saja aku syok.
“Aku hanya mempertahankan diri saja sebenarnya waktu itu. Ternyata gadis penjaga toko itu benar-benar terobsesi pada Kyuhyun oppa, mengikuti Kyuhyun oppa kemana-mana. Dan dia menganggap aku sebagai saingan terberatnya lalu memutuskan menyusun rencana mulia untuk membunuhku. Itu bukan masalah sebenarnya, tapi kau tahulah kalau aku sedikit sulit untuk mengontrol emosi. Aku hanya mendorongnya sedikit tapi dia malah terbang membentur dinding. Itu sedikit bisa ditolerir, kan?”
Aku tersenyum dan mengangguk.
“Jadi… kita sudah bisa berhubungan baik kan sekarang?” tanyaku yang langsung disambut dengan senyuman lebar di bibirnya.

***

Aku mengajak Eun-Ji tinggal bersama kami. Seperti yang sudah kutebak sebelumnya, Ji-Yoo senang-senang saja mendapat satu teman lagi.
“Ng… aku tidak tahu kau suka atau tidak aku tinggal disini. Kalau kau mau, aku bisa pergi,” ujar Eun-Ji saat Ji-Yoo pulang malam harinya.
Ji-Yoo pada awalnya menatap Eun-Ji murka lalu kemudian merentangkan tangannya lebar-lebar.
“Selamat datang,” ucapnya sambil tertawa senang saat Eun-Ji menyambut pelukannya.
Terima kasih, oppa… karena kau aku kembali memiliki keluarga yang utuh….

***

“Kau mau cerita tidak tentang kehidupanmu padaku?” tanyaku hati-hati pada Eun-Ji saat kami sedang makan malam. Dia yang makan sebenarnya. Aku kan belum punya usus.
“Tanya saja,” ujarnya ringan.
“Berapa umurmu saat berubah?”
“10 tahun. Seorang wanita setengah baya yang mengubahku.”
“Waktumu tinggal berapa tahun lagi?”
“30. Masih ada tiga alat vital lagi.”
Sesaat dia menatapku lalu tersenyum.
“Kau takut?” Mendadak dia bertanya padaku.
“Sedikit. Aku sudah menemukan korban pertamaku. Anaknya masih bayi, Eun-Ji~a!” erangku.
“Menjadi seperti ini, kau harus rela bersikap egois, Hye-Na~a. jangan pakai perasaan. Kalau kau merasa tidak enak terus, kapan kau akan bertemu dengan Kyuhyun oppa coba?”
Aku berpikir sesaat, lalu mengangguk.
“Hai, aku pulang!” Tiba-tiba saja Ji-Yoo sudah duduk di atas kursi di depanku. Menyendok nasi banyak-banyak ke atas piringnya.
“Kelaparan?” godaku.
“Sangat!” ujarnya dengan mulut penuh.
“Ayahmu baik-baik saja,” kata Ji-Yoo setelah berhasil menelan makanannya.
“Benarkah?” sergahku tak percaya.
Ji-Yoo mengangguk.
“Mungkin agak sedikit syok setelah kepergianmu, tapi kuperhatikan, sepertinya dia masih bisa hidup dengan baik.”
“Gomaweo.”
“Yak, Han Hye-na, itu kan gunanya teman?”

***

13 tahun berlalu. Aku sudah menemukan semua korbanku, mengubah mereka menjadi monster dengan kesadisan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Tepatnya, satu jam lagi aku akan bertemu dengan Kyuhyun. Benarkah? Jauh di lubuk hatiku yang paling dalam, aku benar-benar meragukan kemungkinan itu.
Aku merasakan Eun-Ji meremas tanganku, mengalirkan semangat ke sekujur tubuhku. Kami sepakat untuk mengakhiri karir kami sebagai pembunuh bersama-sama. Aku menoleh ke samping, menatap Ji-Yoo
“Semoga kita bisa bertemu lagi,” bisiknya pelan, air mata menggenangi wajah cantiknya. Terkadang aku merasa minder dikelilingi kedua gadis ini, jujur saja.
“Dengan harapan aku tidak lagi berusaha merebut Kyuhyun oppa darimu!” gurau Eun-Ji, membuat aku dan Ji-Yoo tertawa.
Sesaat pikiranku melantur kesana kemari. Bersyukur bahwa semua korbanku adalah perempuan. Aku tidak ingin ada seorang laki-laki pun yang menyentuhku selain Kyuhyun. Tidak rela sedikitpun.
Aku memutar-mutar cincin pemberiannya di jariku. Apakah aku benar-benar akan meluapakan segalanya?

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar